PDIP Kritik Distribusi Minyak Goreng Pakai PeduliLindungi atau KTP

Penggunaan KTP yang tidak mengacu pada Kartu Keluarga (KK) juga berpotensi menimbulkan gaduh, karena volume yang ditetapkan cukup besar, yakni 10 kg/KTP per hari.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 28 Jun 2022, 16:21 WIB
Pedagang mengemas minyak goreng curah di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Pencabutan menyusul dikeluarkannya Permendag Nomor 30 Tahun 2022 yang mengatur ketentuan ekspor CPO dan turunan lainnya dan Permendag Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Curah Sistem DMO-DPO. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan rakyat (DPR) Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus meminta Kemenko Maritim dan Investasi serta Kementerian Perdagangan (Kemendag) mempertimbangkan kembali ide distribusi minyak goreng (migor) menggunakan aplikasi PeduliLindungi dan nomor induk kependudukan (NIK).

Menurut dia, cara tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan dan merepotkan masyarakat serta berpotensi menyebabkan penyimpangan.

"Bayangkan orang datang ke tempat pembelian lalu ternyata aplikasi menunjukkan warna merah, pada saat yang sama banyak warga lain yang terlihat mampu ternyata dapat," kata Deddy dikutip dari siaran pers, Selasa (28/6/2022).

"Hal ini bisa berujung pada kegaduhan di lapangan, ujar Deddy. Harusnya mereka yang datang ke toko adalah mereka yang memang berhak," sambungnya.

Di sisi lain, kata dia, penggunaan KTP yang tidak mengacu pada Kartu Keluarga (KK) juga berpotensi menimbulkan gaduh karena volume yang ditetapkan cukup besar, yakni 10 kg/KTP per hari.

Hal ini bisa mendorong penimbunan dan alokasi di setiap titik itu habis dalam waktu singkat, sehingga tidak banyak bisa mendapatkan.

"Bisa saja terjadi karena selisih harga dengan minyak goreng kemasan masih cukup tinggi," ucap dia.

Deddy menilai cara terbaik adalah dengan membuat rantai distribusi yang benar dan memastikan pasokan lancar, sesuai kebutuhan di setiap daerah dengan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). Terlebih, pasokan minyak goreng saat ini sudah melimpah.

"Saat ini yang terpenting adalah membanjiri pasar domestik dan memperlancar proses ekspor agar mekanisme pasar bekerja. Hal ini akan mendorong keseimbangan supply dan demand serta mendorong harga turun secara wajar," jelas Deddy.

 


Penurunan Harga Sawit

Pedagang memasukan minyak goreng curah ke plastik di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Kementerian Perindustrian mencabut subsidi minyak goreng curah kepada pelaku usaha mulai Selasa (31/5/2022). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Deddy berharap pemerintah berpikir secara sistemik dan menata ekosistem sawit dan minyak goreng secara fundamental, tidak selalu berpikir ad hoc dan parsial.

Saat ini kerugian dialami semua pihak, terutama pelaku perkebunan skala sedang dan petani sawit rakyat. Tidak ada yang mendapat keuntungan dari kekacauan ini selain mafia migor.

Deddy menyebut saat ini petani kecil sedang menderita sebab harga buah sawit sudah terhempas hingga Rp400/kg dari harga keekonomian yang wajar sebesar Rp2.156/kg akibat tangki penyimpanan yang sudah melebihi kapasitas.

Seharusnya, dia menuturkan dengan harga minyak sawit yang sudah menyentuh Rp5.138/kg, harga minyak goreng curah berada jauh dibawah HET, yaitu di kisaran Rp12.156/kg atau sekitar Rp11.200/liter, kata Deddy.

"Terus terang saya tidak mengerti cara berpikir Pak Luhut dan Pak Mendag,” tutup Deddy.

Infografis Cara Beli Minyak Goreng Curah Pakai Aplikasi PeduliLindungi. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya