Tak Usah Ragu, Vaksin COVID-19 Tidak Memicu atau Memperparah Penyakit Jantung

Sebagian masyarakat enggan mendapatkan vaksinasi COVID-19 lantaran ada anggapan bahwa vaksin memicu masalah kesehatan lain seperti penyakit jantung.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 01 Jul 2022, 10:03 WIB
Seorang anak disuntik vaksin COVID-19 saat vaksinasi yang diselenggarakan Polsek Pasar Minggu, dalam rangka HUT Bhayangkara Ke-76 di Balai RW 02, Jati Padang, Jakarta Selatan, selasa (28/6/20222). (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian masyarakat enggan mendapatkan vaksinasi COVID-19 lantaran ada anggapan bahwa vaksin memicu masalah kesehatan lain seperti penyakit jantung.

Salah satu vaksin yang dikhawatirkan masyarakat dapat memicu penyakit jantung adalah AstraZeneca. Terkait hal ini, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, SpA(K), M. Trop.Paed mengatakan bahwa tidak ada kaitan antara AstraZeneca dengan sakit jantung.

“Kaitannya enggak ada, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga tidak menunjukkan data yang demikian,” kata Hinky dalam seminar daring bertajuk Perjalanan Vaksinasi COVID-19: Pentingnya Vaksinasi Booster di Masa Pandemi Sabtu (25/6/2022).

Bukan hanya AstraZeneca, vaksin Sinovac juga tidak terbukti menyebabkan penyakit jantung atau penyakit jantung yang diderita menjadi lebih parah.

“Artinya, bukan merupakan kontraindikasi apabila seseorang yang menderita penyakit jantung divaksinasi Sinovac atau AstraZeneca. Dengan catatan penyakit jantungnya terkendali dengan atau tanpa obat.”

Bagi pasien penyakit jantung yang hendak vaksinasi, Hinky mengimbau agar memastikan penyakitnya terkontrol dengan baik dan istirahat cukup.

“Sampai saat ini enggak ada laporan yang menunjukkan setelah vaksinasi Astrazeneca atau Sinovac kemudian sakit jantung,” kata Hinky.

Ia pun mengimbau semua masyarakat untuk segera melengkapi vaksinasi hingga booster. Mengingat capaian booster di Indonesia masih terbilang rendah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


76 Persen Warga Belum Booster

Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 kepada warga di Balai RW 02, Jati Padang, Jakarta Selatan, selasa (28/6/20222). Munculnya COVID-19 subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 membuat sejumlah warga antusias mengikuti vaksinasi COVID-19 yang didominasi vaksin booster.gratis beras, minyak, goreng, gula dan mie instan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Data Kementerian Kesehatan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah vaksinasi COVID-19 terbanyak di dunia.

Indonesia menempati urutan keempat setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat dengan sasaran target vaksinasi COVID-19 nasional sebesar 208.265.720 juta penduduk.

Namun, sekitar 76 persen masyarakat Indonesia belum melakukan vaksinasi booster. Padahal, diketahui bahwa seiring berjalannya waktu efektivitas vaksin primer bisa terus menurun.

Data surveilans Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 viral vektor aman sebagai vaksin primer maupun booster yang memberikan perlindungan tinggi dan konsisten setara dengan vaksin 'mRNA', bahkan pada kelompok yang lebih rentan.

Hinky mengatakan bahwa lebih dari 65 juta dosis vaksin COVID-19 viral vektor telah diberikan di Indonesia.

“Hingga saat ini, data surveilans KIPI menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 viral vektor aman sebagai primer maupun booster. Manfaat yang diperoleh juga jauh lebih besar daripada risiko yang mungkin terjadi,” katanya.

Surveilans KIPI meninjau keamanan vaksin termasuk booster yang dilakukan berkesinambungan untuk memastikan keamanan vaksin dalam upaya peningkatan keselamatan pasien serta menentramkan masyarakat.


Pentingnya Vaksinasi di Tengah Mutasi Virus

Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 kepada warga di Balai RW 02, Jati Padang, Jakarta Selatan, selasa (28/6/20222). Munculnya COVID-19 subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 membuat sejumlah warga antusias mengikuti vaksinasi COVID-19 yang didominasi vaksin booster.gratis beras, minyak, goreng, gula dan mie instan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan bahwa vaksinasi tetap penting apalagi di tengah merebaknya Omicron subvarian BA.4 dan BA.5.

Menurutnya, vaksin booster masih sangat penting lantaran virus masih bermutasi. Mutasi adalah cara virus untuk tetap bertahan hidup dan vaksinasi adalah cara untuk melawannya. Mutasi yang terus terjadi kemudian menimbulkan pertanyaan apakah vaksin booster kedua diperlukan.

“Apa kita perlu booster kedua? Yang primer saja belum beres, minimal 70 persen dari populasi, ayo kita bereskan dulu. Kalau itu sudah dibereskan, kita ke booster pertama, ini pun belum beres. Kalau booster dibereskan, mungkin kita belum perlu pakai booster kedua kalau masih ada yang belum divaksinasi,” ujar Sri dalam seminar daring bertajuk Perjalanan Vaksinasi COVID-19: Pentingnya Vaksinasi Booster di Masa Pandemi Sabtu (25/6/2022).

Ia menambahkan, orang-orang yang belum divaksinasi adalah sumber dari mutasi. Sehingga perlu dikejar dulu vaksinasi primernya, kemudian ke vaksinasi booster.


Terutama bagi Kelompok Rentan

Petugas kesehatan dari Puskesmas Kecamatan Matraman melakukan skrining saat vaksinasi COVID-19 di SD Negeri 25 Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (23/3/2022). Vaksin yang digunakan adalah vaksin AstraZeneca untuk dosis pertama, kedua dan ketiga (booster). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Vaksinasi lengkap penting bagi masyarakat terutama bagi lanjut usia (lansia). Studi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, pada usia lanjut vaksinasi COVID-19 dapat menurunkan kejadian penyakit berat, masuk rumah sakit (rawat inap), dan kematian.

Artinya, lanjut Sri, kelompok masyarakat yang perlu menjadi prioritas dalam mendapatkan vaksin COVID-19 yakni usia lanjut, tenaga kesehatan, komorbid dan kelompok imunokompromais. Tak lupa kemudian kelompok dewasa, remaja dan anak-anak sehat.

Ia menyimpulkan, sebelum memikirkan vaksin booster kedua, maka kelompok-kelompok prioritas itu perlu dibereskan terlebih dahulu.

“Marilah kita bereskan dulu step by step, jangan ngacak, supaya hasilnya jauh lebih baik.”

Sri juga menyampaikan terkait booster anak usia 6-11 tahun. Menurut dia, pemberian booster pada anak di usia tersebut masih dalam proses kajian.

“Kita sedang mengkaji hal ini, karena ini terkait dengan jenis vaksin apa, kebutuhannya berapa, logistiknya bagaimana, kalau vaksin tidak cukup apa perlu berbayar, semua itu kan harus dipikirkan karena pemerintah juga sudah banyak mengeluarkan dana untuk program vaksinasi ini.”

“Kita masih menggodok bukan hanya sekadar perlu atau tidak perlu tapi banyak kaitan-kaitan yang harus kita kaji,” kata Sri.

 

Infografis 6 Cara Bantu Orang Lain Dapatkan Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya