KTT WTO di Jenewa Hasilkan 7 Kesepakatan, Apa Peran Indonesia?

WTO merupakan satu-satunya organisasi di tingkat multilateral yang memiliki kewenangan dalam menyusun aturan perdagangan yang wajib diikuti anggota.

oleh Arief Rahman H diperbarui 28 Jun 2022, 16:51 WIB
Kantor WTO di Jenewa, Swiss. (Source: AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) menyepakati serangkaian inisiatif perdagangan yang disebut “Geneva Package”. Kesepakatan ini diselesaikan dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-12 di Jenewa, Swiss.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Djatmiko Bris Witjaksono menjelaskan, Geneva Package ini menegaskan pentingnya sistem perdagangan multilateral dan peran penting WTO dalam menangani krisis yang terjadi. Termasuk dalam merespons pandemi Covid-19, mengatasi tantangan lingkungan, serta mendorong ekonomi yang inklusif.

Pertemuan KTM-12 WTO merupakan pertemuan yang sudah lama dinantikan seluruh anggota. Sebelumnya, pertemuan terakhir KTM ke-11 dilaksanakan pada 2017 di Buenos Aires, Argentina.

"KTM WTO kembali diselenggarakan di Kantor WTO, Jenewa, Swiss, yang semula dijadwalkan berlangsung pada 12–15 Juni 2022 diperpanjang hingga 17 Juni 2022 untuk memfasilitasi capaian pada isu–isu yang dibahas,” ujar Djatmiko dalam keterangan tertulis, Selasa (28/6/2022).

WTO merupakan satu-satunya organisasi di tingkat multilateral yang memiliki kewenangan dalam menyusun aturan perdagangan yang wajib diikuti anggotanya, termasuk dalam masa pandemi yang memiliki tantangan.

“Diharapkan di bawah koordinasi WTO dan aturannya dapat memberikan suatu dukungan ataupun bentuk mitigasi terhadap tantangan yang dihadapi selama pandemi sehingga dapat digunakan anggota dalam mengatasi persoalan,” ucapnya.

Djatmiko menyampaikan, hasil kesepatakan KTM ke-12 WTO sangat kredibel dan komprehensif karena mencakup beberapa hal termuat dalam “Geneva Package” yang terdiri dari tujuh dokumen.

Pertama, Ministerial Declaration terkait WTO Response to the COVID-19 Pandemic and Preparedness for Future Pandemics. Kedua, Ministerial Decision terkait Agreement on Trade-related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver. Kedua dokumen tersebut merupakan komitmen dan upaya holistik para Menteri Perdagangan anggota WTO dalam menanggapi guncangan Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini maupun pandemi di masa yang akan datang.

“Hal ini memberikan kepastian bagi anggota WTO terkait akses pasokan produk kesehatan yang digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, TRIPS waiver atau penangguhan paten terhadap vaksin, sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi vaksin dunia, serta adanya perluasan cakupan untuk therapeutics and diagnosticsm,” imbuh Djatmiko.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Krisis Pangan dan Kemiskinan

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (14/4/2022). Neraca perdagangan Indonesia diproyeksi masih akan mencatatkan surplus yang tinggi pada Maret 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Selanjutnya, Ketiga, Ministerial Declaration terkait Emergency Response to Food Insecurity dan Keempat, Ministerial Decision terkait World Food Programme (WFP) Food Purchases Exemptions from Export Prohibitions or Restrictions.

Djatmiko mengungkapkan, dalam menanggapi krisis pangan dan kemiskinan yang juga menjadi ancaman bagi perdagangan global, anggota WTO telah mengambil langkah agar perdagangan pangan dan pertanian lebih mudah diprediksi, menjaga kestabilan harga, dan mempermudah program pangan dunia.

“Kerja sama ini dituangkan dalam Ministerial Declaration terkait respons darurat terhadap kerawanan pangan dan Ministerial Declaration terkait program pangan dunia yang dikecualikan dari larangan dan hambatan ekspor,” jelas Djatmiko.

Kelima, Ministerial Decision terkait Agreement on Fisheries Subsidies. Persetujuan ini melarang subsidi yang berkontribusi pada Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUUF) dan overcapacity and overfishing (OCOF) sebagaimana dalam komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 14.6. Anggota WTO juga telah berkomitmen untuk melanjutkan negosiasi untuk membangun disiplin OCOF.

 


Penyelesaian Sengketa

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Keenam, WTO outcome document yang mencakup pembahasan reformasi WTO untuk menghasilkan pemahaman anggota WTO terkait perlunya mengembalikan dan meningkatkan fungsi WTO. Pembahasan isu reformasi WTO disepakati untuk dilaksanakan di General Council WTO dan badan subsidernya.

“Pada pembahasan fungsi penyelesaian sengketa, anggota WTO berkomitmen untuk melakukan pembahasan agar mencapai sistem penyelesaian sengketa yang berfungsi secara baik dan penuh pada 2024,” tambah Djatmiko.

Ketujuh, Ministerial Decision terkait E-commerce Moratorium and Work Programme. Anggota WTO sepakat untuk mempertahankan praktik saat ini dengan tidak mengenakan bea masuk pada transmisi elektronik hingga KTM ke-13 yang ditargetkan akan dilaksanakan sebelum 31 Desember 2023. Namun, apabila KTM ke-13 WTO belum terlaksana hingga 31 Maret 2024, maka moratorium bea masuk pada transmisi elektronik dimaksud akan otomatis berhenti.

 


Peran Penting Indonesia

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Djatmiko menambahkan, dalam pertemuan ini Indonesia memiliki peran sangat penting dan strategis terutama dalam konteks perjanjian pertanian. Indonesia tergabung dalam dua pressure group yang besar yaitu G33 dan Cairns Group. G33 merupakan kelompok yang terdiri dari 47 negara, dimana Indonesia hingga saat ini dipercaya menjadi koordinator untuk menyelesaikan isu stok pangan (Public Stockholding/PSH) dan instrumen pengamanan impor produk pertanian pada Special Safeguard Mechanism (SSM).

“Indonesia menyuarakan penyelesaian proses perundingan salah satu pilar pertanian, yaitu menyangkut stok pangan untuk tujuan ketahanan pangan sebagai tindak lanjut KTM ke-9 di Bali pada 2013 lalu yang masih bersifat sementara. Indonesia kembali menyuarakan mandat WTO di bidang pertanian,” terang Djatmiko.

Djatmiko melanjutkan, Indonesia juga terlibat dalam Cairns Group yang dimotori oleh Australia dan terdiri dari negara produsen sektor pertanian. “Dalam hal ini, Indonesia memperjuangkan untuk mengurangi subsidi domestik yang mendistorsi perdagangan global, khususnya bagi negara maju yang selama ini memberikan dukungan subsidi yang besar terhadap sektor pertaniannya. Bagi Cairns Group, ini merupakan suatu misi yang menjadi bagian perundingan pertanian,” tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya