Dukung Aturan Beli Solar dan Pertalite, DPR Ingatkan Solusi Bagi yang Tak Punya Ponsel

Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Sitorus, tengah menyoroti unsur keadilan distributif dalam program pemerintah dengan mewajibkan pembeli solar dan pertalite menggunakan ponsel lewat aplikasi MyPertamina.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 29 Jun 2022, 20:05 WIB
Pengendara motor mengisi kendaraannya dengan BBM di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (15/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Sitorus, tengah menyoroti unsur keadilan distributif dalam program pemerintah dengan mewajibkan pembeli solar dan pertalite menggunakan ponsel lewat aplikasi MyPertamina.

"Menurut saya kerangka berpikirnya adalah keadilan distributif dalam penyaluran subsidi. Mekanisme yang ada saat ini tidak adil karena subsidi lebih banyak yang dinikmati oleh masyarakat mampu dari pada masyarakat yang berkekurangan," tutur Deddy dalam keterangannya, Rabu (29/6/2022).

Deddy mengingatkan, misalnya bagi masyarakat mampu yang memiliki mobil dan motor yang lebih dari satu, tentu menyerap subsidi lebih banyak dibanding mereka yang hanya punya satu mobil atau motor dalam satu keluarga. Kemudian rakyat miskin yang tidak memiliki kendaraan, tidak mendapat manfaat apapun dari subsidi terhadap BBM.

Padahal, subsidi yang semakin besar dan membebani anggaran negara dan Pertamina itu mengurangi kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan dana subsidi yang lebih dibutuhkan oleh rakyat miskin, petani, nelayan, lansia, difabel, dan UMKM.

"Jadi landasan berpikirnya adalah keadilan distributif dalam bentuk pengetatan penerima subsidi melalui sistem yang terpantau secara holistik dan real time," jelas dia.


Tekan Penyimpangan

Selain keadilan distributif, pemberlakuan sistem ini juga akan mampu menekan penyimpangan BBM subsidi di lapangan. Sehingga dapat ditekan merembesnya BBM bersubsidi ke sektor industri, pertambangan, perkebunan dan penyeludupan.

"Hal mana banyak terjadi di seluruh Indonesia dan terutama di daerah pedalaman, perbatasan, daerah pertambangan dan perkebunan serta daerah industrial," katanya.

Masalahnya, lanjut Deddy, memang ada masyarakat yang tidak memiliki akses pada sistem tersebut, seperti pada kelompok miskin yang tidak punya smartphone, hingga yang di daerah pedalaman. Menurutnya, hal itu bisa dipecahkan dengan Pertamina membuat kartu semacam e-toll atau e-money.

Kartu tersebut bisa digunakan di SPBU atau penyalur BBM untuk membeli BBM bersubsidi dengan quota yang telah ditentukan.

"Datanya bisa diambil dari Kemensos atau Pemerintah Daerah dan melalui proses penyaringan dan verifikasi oleh Kementerian ESDM," ujar Deddy.


Sosialisasi

Agar proses itu dapat berjalan dengan baik, lanjutnya, maka hal fundamental yang diperhatikan adalah sumber data yang valid dan terverifikasi. Tidak ketinggalan penetapan penerima BBM bersubsidi yang realistis dan memperhatikan karakteristik masing-masing daerah.

Kemudian, faktor yang juga sangat menentukan adalah sosialisasi dan edukasi secara masif sebelum program tersebut dijalankan. Termasuk perlunya masa uji coba dan pelaksanaan bertahap agar masyarakat bisa memproses perubahan kebijakan BBM bersubsidi itu

Deddy kembali mengingatkan, pihaknya sangat mendukung program beli solar dan pertalite itu agar tekanan terhadap keuangan negara berkurang, sehingga pemerintah memiliki keleluasaan.

"Khususnya di ruang fiskal yang lebih lebar, untuk melakukan program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat berpenghasikan kecil, yang memiliki kebutuhan spesifik, baik untuk dapat hidup layak maupun untuk usaha atau kegiatan bersifat produktif," Deddy menandaskan.

Infografis Beli Pertalite dan Solar Bakal Pakai MyPertamina (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya