Liputan6.com, Jakarta - Resistensi terhadap antimikroba merupakan masalah besar dunia saat ini. Bahkan disebutkan sebagai silent epidemic.
Bila tidak ada upaya memadai maka dunia dapat saja masuk ke era dimana antimikroba (termasuk antibiotika, anti jamur, anti virus, anti parasit dan lain-lain) menjadi tidak mempan lagi untuk mengobati infeksi di dunia, di negara G20 dan di Indonesia tentunya.
Advertisement
Jika ini sampai terjadi, maka akan makin berdampak amat besar bagi kesehatan manusia karena penyakit menular akan makin merajalela tanpa terkendali karena tidak bisa disembuhkan.
Pada 29 Juni 2022 tadi malam, saya mengikuti G20 AMR Pre-event Meeting yang mengambil topik tentang peran surveilan sebagai dasar utama (backbone) pencegahan dan pengendalian AMR (Antimicrobial Resistance). Pertemuan ini merupakan persiapan dari acara puncak berupa “G20 AMR Side Event Meeting” yang akan diselenggarakan pada 24 Agustus 2022 di Bali, sehari sesudah pertemuan ketiga G20 Health Working Group Meeting.
Kita tahu bahwa sudah dilakukan pertemuan pertama G20 Health Working Group Meeting yang diikuti dengan side event tuberkulosis dimana saya menjadi salah seorang pembicaranya dan pertemuan kedua bersama dengan side event One Health dimana saya menjadi Co-Chair-nya.
Pertemuan G20 AMR Pre-event Meeting 29 Juni ini terbagi dalam dua sesi. Pertama adalah bagaimana berbagai sektor secara spesifik melakukan surveilans AMR, AMU (Antimicrobial Usage) dan AMC (Antimicrobial Resistance Control”), dan bagaimana kemungkinan mengintegrasikannya. Yang presentasi adalah mewakili kegiatan surveilan pada manusia dan juga di rumah sakit, surveilan pada hewan, pada perikanan (aquaculture) dan pada lingkungan.
Di akhir sesi dibahas tentang kemungkinan target apa yang dapat dijadikan surveilan bersama, baik dalam bentuk pathogen yang spesifik, fenotipe resisten, petanda molekuler dan atau grup antimikrobial tertentu.
Mengintegrasikan Surveilan dalam One Health
Pada sessi kedua dibahas tentang bagaimana mengintegrasikan surveilan dalam cakupan “One Health”, kesehatan-satu bersama, baik dalam bentuk AMR, AMU dan AMC. Pada sesi kedua ini disampaikan pengalaman yang sudah dilakukan selama ini dalam bentuk “Tricycle project”, “Regional networks ReLAVRA” di Amerika dan inisiatis baru di Asia dalam bentuk ASIARSNET.
Kemudian dibahas tentang faktor apa saja yang perlu diperkuat dalam surveilan ini, baik dalam bentuk kapasitas diagnostik, epidemiologi dan juga IT.
Juga bagaimana metode bersama, mengintegrasikan pengumpulan data serta analisa dan pelaporannya. Kemudian dibahas secara spesifik bagaimana G20 dapat mendukung sisiten surveilan AMR dan jejaringnya.
Semoga dunia, negara G20 dan kita di Indonesia dapat melakukan kegiatan pengendalian AMR dengan tepat, dan menjadi salah satu prioritas program kesehatan masyarakat kita.
*Penulis Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Mantan Direktur Penyakit Menular serta Mantan AMR Focal Point, WHO Asia Tenggara
Advertisement