Liputan6.com, Jakarta Perusahaan Belanda Satelligence bersama Lembaga Survei KedaiKOPI mengadakan Diskusi Publik dengan tema Mengintip Penebangan Hutan dari Langit: Benarkah Sawit Pelakunya.
Dalam diskusi ini dibahas bagaimana analisis citra satelit yang diproduksi oleh Satelligence yang memantau dan memastikan produksi Kelapa Sawit yang berkelanjutan (sustainable palm oil) di Indonesia.
Advertisement
Founder & CEO Satelligence Niels Wielaard memaparkan hasil analisis citra satelit yang dilakukan Satelligence yang memetakan tren deforestasi yang dilakukan oleh industri perkebunan kelapa sawit dengan cara mengombinasikan kecanggihan teknologi dan melakukan pemantauan langsung di lapangan.
Hasilnya ditemukan bahwa deforestasi atau penggundulan hutan akibat sawit di Indonesia pada tahun 2021 menurun salah satunya ialah akibat adanya Pandemi Covid-19. Bahkan angka penurunan deforestasi nya sama atau selevel dengan angka deforestasi pada 2001.
"Dengan analisa citra satelit kita bisa melihat data deforestasinya juga menurun. Kita bisa melihat deforestasinya selevel dengan 2001 lalu," kata Niels di Jambuluwuk Thamrin Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (30/6/2022).
Niels mengungkapkan bahwa tingkat deforestasi tertinggi di Indonesia terjadi pada 2015 saat Indonesia mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dia menyebut bahwa secara data deforestasi yg disebabkan sawit jauh lebih kecil dibandingkan deforestasi yang disebabkan oleh perternakan.
Menanggapi hasil studi Satelligence ini, Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indoneisa (MAKSI) Darmono Taniwiryono menyebut bahwa ini harus dinilai sebagai hal baik untuk mendidik masyarakat perkebunan sawit terkait deforestasi.
Kendati demikian, menurut Darmono ini menjadi langkah yang harus dipertahankan dan sebarluaskan. Salah satunya dengan melakukan studi atau kegiatan serupa.
"Nol deforestasi sangat mungkin, karena ini adalah tindakan dan aksi baik dan harus tetap dipertahankan ya. Tadi saya sampaikan ini salah satunya dilihat dari kerja keras para korporasi untuk menyebarluaskan dan mendidik masyarakat perkebunan itu untuk peduli api," kata Darmono.
Banyak yang Harus Dikembangkan
Selaras dengan Darmono hadir pula Anggota Solidaridad Indonesia Hermawan Yulianto. Dia memandang hasil studi Satelligence ini sebagai indikator awal yang harus dikembangkan ke depan.
"Secara keseluruhan ini adalah studi yang tetap kita berikan apresiasi karena ini sebagai indikator awal ya untuk lebih didetailkan agar lebih valid. Memang ada tren penurunan (deforestasi) tidak disebabkan oleh sawit," kata Hermawan.
Namun, Hermawan mengajak semua pihak tidak terlena dengan hasil studi deforestasi yang bagus ini. Dia menilai hasil studi ini terlalu dini jika diambil sebagai suatu kesimpulan.
"Teknologi itu harus kita pandang sebagai alat bantu. Untuk sampai kepada kesimpulan itu tentu harus ada alat-alat yang lain. Seperti yang saya kemukakan tadi bahwa kesimpulan itu memang harus diuji ya," jelas Hermawan.
"Jadi ini harus diuji di forum lain dengan lebih banyak akademis yang punya sudut pandang yang berbeda-beda dan kompeten membuat keputusan. Karena ini dari segi akademisi dan pemerintahan kan belum ada. Jadi ini terlalu prematur untuk menyimpulkan bahwa deforestasi itu menurun dan sawit bukan penyebabnya gitu," lanjut dia
Advertisement