Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyoroti peredaran kelembak menyan (KLM) bermerek rokok M. Politikus yang dikenal getol membela petani tembakau itu menduga perusahaan internasional berupaya mengakali ketentuan cukai rokok dengan produk anyar khas Indonesia tersebut.
Misbakhun mengatakan rokok merek M itu diproduksi oleh sebuah perusahaan rokok terkemuka yang mayoritas sahamnya dimiliki perusahaan internasional PMI. Selama ini, PMI lebih dikenal sebagai pembuat rokok putih.
Advertisement
Legislator Golkar itu mengungkapkan tarif cukai KLM jauh lebih rendah dibandingkan yang diberlakukan pada sigaret putih tangan (SPT).
"Dengan adanya perubahan fokus produksi dari SPT menjadi KLM, ada potensi pengurangan cukai yang dibayar oleh HMS," ujar Misbakhun di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (04/07/2022).
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu pun menyinggung soal celah di Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Menurut dia, definisi tentang KLM tidak bisa distandarkan dengan ketentuan di UU yang mengubah UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai tersebut.
Misbakhun menjelaskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris mengatur tarif cukai KLM ialah Rp 25 per batang.
Namun, wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur, itu menilai Marlboro KLM lebih mirip produk SPT maupun sigaret kretek tangan (SKT) yang harganya jauh lebih murah, yakni sekitar Rp 6.000 per bungkus.
"Saya melihat itu bentuk lemahnya regulator kita. Jadi, ada apa ini sebenarnya antara regulator kita dengan PMI," ucap Misbakhun.
Alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) itu menilai rokok merek M tidak pantas mendapatkan tarif cukai Rp 25 per batang. Misbakhun menyebut perubahan produk SPT menjadi KLM oleh PMI menyebabkan pengurangan nilai cukai sekitar Rp180,5 milyar.
"Seharusnya PMI malu, apalagi rekam jejaknya sebagai perusahaan rokok raksasa global tak memiliki sejarah keretek Indonesia," tutur Misbakhun.
Manfaatkan Kapasitas Produksi
Wakil rakyat di Komisi Keuangan dan Perpajakan itu menuding perusahaan rokok raksasa internasional itu memanfaatkan kapasitas produksi dan jaringan pemasaran HMS untuk memasifkan peredaran rokok merek M. Dia memerinci data dari HMS memperlihatkan tingkat produksi KLM pada Februari 2022 sebesar 93 persen dibandingkan pabrik lain.
Namun, angka itu melonjak menjadi 98 persen pada Maret 2022. HMS, kata Misbakhun, juga mengajukan penetapan tarif cukai KLM di 7 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC).
“Kondisi ini jika terus berlanjut akan mendorong pabrikan lain, khususnya yang memproduksi SKT, juga memproduksi KLM,” ujar Misbakhun.
Selain itu, Misbakhun juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mencermati penurunan pemasukan negara yang disebabkan perubahan SPT menjadi KLM tersebut.
“Saya memperkirakan produksi SKT akan tergerus sekitar 23 persen dengan potensi penerimaan cukai berkurang sebesar Rp 4,5 triliun,” katanya.
Advertisement