Liputan6.com, Jakarta: Legalitas Panitia Khusus skandal Badan Urusan Logistik dan penyalahgunaan dana bantuan dari Brunei Darussalam tetap kontroversial. Pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid yang menyebutkan Pansus Buloggate-Bruneigate ilegal telah menimbulkan perdebatan teranyar di masyarakat. Sebagian kalangan menilai pernyataan presiden itu hanyalah sekadar upaya mengalihkan perhatian masyarakat atas kasus yang diduga keras telah melibatkan dirinya. Sementara barisan lainnya menilai, pernyataan Gus Dur memang sah secara hukum. Perdebatan kasus ini pada akhirnya menambah wacana baru perdebatan politik nasional.
Pernyataan Presiden Wahid bukanlah tanpa dasar. Menurut dia, pembentukan pansus ilegal lantaran tak diberitakan dalam berita negara. Padahal, hal tersebut sudah disyaratkan oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang hak angket legislatif kepada eksekutif.
Alasan Gus Dur diamini Profesor Harun Alrasid. Menurut pakar hukum tata negara ini, panitia angket itu baru dapat bekerja -misalnya memanggil para saksi skandal Bulog-Brunei- bila keberadaanya sudah diberitakan dahulu melalui berita negara. Karenanya, dalam pemahaman Harun, Pansus hendaknya dibubarkan dulu dan selanjutnya diubah menjadi panitia angket saja. Sebab, aturan hukum hak angket ini jelas-jelas sah secara hukum. Kendati begitu, Harun menyatakan bahwa semua keterangan yang sudah diperoleh Pansus tetap berlaku dan harus dikonfirmasikan kembali.
Wakil rakyat di Gedung DPR/MPR tidak menerima pernyataan ilegalnya Pansus ini begitu saja. Menurut Ketua DPR Akbar Tandjung, keberadaan Pansus sudah sesuai dengan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 a tentang hak anggota DPR. Selain itu, keberadaan panitia ini juga sesuai dengan susunan dan kedudukan DPR, MPR, dan DPRD. Dalam pemahamannya lagi, masalah ini telah sesuai dengan aturan hak angket. Namun untuk menyelesaikan masalah tersebut, panitia DPR sengaja membentuk panitia khusus bagi Buloggate dan Bruneigate.
Pendapat dari wakil DPR ini pun disetujui Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra. Menurut pakar hukum tata negara yang satu ini, sebenarnya pembentukan Pansus Buloggate dan Bruneigate DPR telah memiliki dasar hukum yang kuat. Sebab, selain berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR-DPR serta DPRD. Selain itu, keberadaan Pansus juga dilindungi tata tertib DPR/MPR.
Sementara itu, pengamat politik Andi Malarangeng menilai perseteruan politis antara presiden dan anggota parlemen kali ini hanya akan merusak kredibilitas dan legitimasi Gus Dur sendiri. Sebab, buntut konflik tersebut akan berakhir pada tuntutan mundur terhadap presiden yang akan semakin menguat. Apalagi, tambah Andi, kekuatan partai pendukung Presiden Wahid ini hanya 11 persen saja di kubu parlemen. Dia memperkirakan, Gus Dur tak akan bertahan dengan berbagai tuntutan anggota DPR yang berasal dari partai-partai besar.
Belakangan, DPR juga menyatakan telah menyodorkan Pansus ke Departemen Kehakiman dan HAM untuk didaftarkan dalam berita negara. Kendati begitu, pro dan kontra legalitas Pansus skandal Bulog-Brunei tak berarti bakal bisa disumbat. Sebab bagaimana pun juga, kontroversi yang merebak menjadi peringatan bagi DPR agar tak lalai lagi mempelajari berbagai aturan hukum soal kinerja mereka.(BMI/Tim Liputan 6 SCTV)
Pernyataan Presiden Wahid bukanlah tanpa dasar. Menurut dia, pembentukan pansus ilegal lantaran tak diberitakan dalam berita negara. Padahal, hal tersebut sudah disyaratkan oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang hak angket legislatif kepada eksekutif.
Alasan Gus Dur diamini Profesor Harun Alrasid. Menurut pakar hukum tata negara ini, panitia angket itu baru dapat bekerja -misalnya memanggil para saksi skandal Bulog-Brunei- bila keberadaanya sudah diberitakan dahulu melalui berita negara. Karenanya, dalam pemahaman Harun, Pansus hendaknya dibubarkan dulu dan selanjutnya diubah menjadi panitia angket saja. Sebab, aturan hukum hak angket ini jelas-jelas sah secara hukum. Kendati begitu, Harun menyatakan bahwa semua keterangan yang sudah diperoleh Pansus tetap berlaku dan harus dikonfirmasikan kembali.
Wakil rakyat di Gedung DPR/MPR tidak menerima pernyataan ilegalnya Pansus ini begitu saja. Menurut Ketua DPR Akbar Tandjung, keberadaan Pansus sudah sesuai dengan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 a tentang hak anggota DPR. Selain itu, keberadaan panitia ini juga sesuai dengan susunan dan kedudukan DPR, MPR, dan DPRD. Dalam pemahamannya lagi, masalah ini telah sesuai dengan aturan hak angket. Namun untuk menyelesaikan masalah tersebut, panitia DPR sengaja membentuk panitia khusus bagi Buloggate dan Bruneigate.
Pendapat dari wakil DPR ini pun disetujui Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra. Menurut pakar hukum tata negara yang satu ini, sebenarnya pembentukan Pansus Buloggate dan Bruneigate DPR telah memiliki dasar hukum yang kuat. Sebab, selain berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR-DPR serta DPRD. Selain itu, keberadaan Pansus juga dilindungi tata tertib DPR/MPR.
Sementara itu, pengamat politik Andi Malarangeng menilai perseteruan politis antara presiden dan anggota parlemen kali ini hanya akan merusak kredibilitas dan legitimasi Gus Dur sendiri. Sebab, buntut konflik tersebut akan berakhir pada tuntutan mundur terhadap presiden yang akan semakin menguat. Apalagi, tambah Andi, kekuatan partai pendukung Presiden Wahid ini hanya 11 persen saja di kubu parlemen. Dia memperkirakan, Gus Dur tak akan bertahan dengan berbagai tuntutan anggota DPR yang berasal dari partai-partai besar.
Belakangan, DPR juga menyatakan telah menyodorkan Pansus ke Departemen Kehakiman dan HAM untuk didaftarkan dalam berita negara. Kendati begitu, pro dan kontra legalitas Pansus skandal Bulog-Brunei tak berarti bakal bisa disumbat. Sebab bagaimana pun juga, kontroversi yang merebak menjadi peringatan bagi DPR agar tak lalai lagi mempelajari berbagai aturan hukum soal kinerja mereka.(BMI/Tim Liputan 6 SCTV)