Liputan6.com, Tangerang - Mantan Kepala Desa Bonisari, Kabupaten Tangerang, Sutisna jadi buronan nasional Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang. Sebabnya, dia tidak merespons satu pun surat penggilan sebagai tersangka dari penyidik atas dugaan kasus korupsi dana pengadaan mobil operasional.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang Nova Elida Saragih menjelaskan, pihaknya sudah menerbitkan surat resmi penetapan Sutisna sebagai buronan nasional.
"Sudah kami terbitkan DPO nasional kepada yang bersangkutan. Itu karena yang bersangkutan tidak mengindahkan langkah kejaksaan secara persuasif," katanya, Sabtu 2 Juli 2022.
Seharusnya, ada lima tersangka dalam kasus korupsi pengadaan mobil operasional desa. Yakni, SA, Sutisna, M, DM, dan SN. Tersangka SA yang merupakan mantan anggota DPRD kabupaten Tangerang itulah, yang diduga mengajak empat kepala desa untuk membeli mobil operasional kepada dirinya.
Baca Juga
Advertisement
Empat mantan kepala desa yang juga sudah ditetapkan tersangka ini, memberikan uang sebesar Rp 789 juta kepada SA untuk pembelian mobil. Namun, uang tersebut tidak diberikan kepada pemilik showroom.
"Uang dari kas desa ini diberikan kepada SA oleh empat kades. Tapi, oleh SA tidak diberikan kepada showroom. Sebab, keempat kades ini punya sangkutan utang piutang. Karena pembelian mobil tidak disertai faktur. Pihak showroom tidak mau mengeluarkan faktur karena memang uang belum mereka terima," jelasnya.
Faktur Pembelian Tidak Ada
Nova menambahkan pada tahun 2018 Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Tangerang mengeluarkan surat edaran kepada kepala desa dalam hal pengadaan mobil operasional desa. Total anggaran yang dialokasikan sebanyak Rp20 miliar untuk 27 desa.
"Mereka ini kami tetapkan tersangka. Mobil operasional desa ada, tapi surat-surat tidak ada karena faktur pembelian tidak ada. Sebab, uang yang dari kas desa oleh mereka diberikan kepada pihak ketiga yang notabene mantan anggota DPRD dan sudah kami jadikan tersangka," jelasnya.
Lanjut Nova, kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 600 juta atas tindakan korupsi empat mantan kepala desa.
"Kami sangkakan pasal 1 dan 2. Tindakan tersebut dilakukan pada 2018 saat keempat tersangka masih menjabat kepala desa," pungkasnya.
Advertisement