Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memberikan sinyal akan merelaksasi kebijakan ekspor minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Alasannya harga dan ketersediaan minyak goreng di tingkat konsumen sudah stabil.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam rapat evaluasi kebijakan pengendalian minyak goreng pada Jumat (1/7/2022) kemarin.
Advertisement
“Saat ini harga minyak goreng telah mencapai Rp14.000 perliter di Jawa-Bali, sehingga kebijakan di sisi hulu dapat kita mulai relaksasi secara hati-hati untuk mempercepat ekspor dan memperbaiki harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani,” tegasnya.
Di bulan Juni, pemerintah telah memberikan alokasi ekspor sebesar 3,41 juta ton melalui program transisi dan percepatan. Alokasi ini diberikan untuk memberikan kepastian kepada dunia usaha untuk melakukan ekspor, dan khusus untuk program transisi dapat dipergunakan selama beberapa bulan ke depan.
Pemerintah juga akan melakukan langkah percepatan realisasi ekspor CPO dikarenakan kapasitas tangki-tangki yang dalam waktu dekat akan kembali penuh. Selain itu, hal ini juga dilakukan mengingat masih rendahnya harga TBS di sisi petani.
"Saya minta Kemendag untuk dapat meningkatkan pengali ekspor menjadi 7 (tujuh) kali untuk ekspor sejak 1 Juli ini dengan tujuan utama untuk menaikkan harga TBS di petani secara signifikan,” ujar Menko Luhut.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harga CPO
Pada sisi lain, salah satu langkah untuk meningkatkan harga Crude Palm Oil (CPO) pada semester II adalah dengan menaikkan B30 menjadi B35/B40 dan diterapkan secara fleksibel tergantung pasokan dan harga CPO.
Menko Luhut pun meminta Kementerian ESDM, BPDP-KS, dan Pertamina untuk dapat segera mengkaji terkait rencana tersebut agar harga dapat terkendali.
“Saya harap seluruh kementerian dan lembaga yang terkait dapat segera menindaklanjuti pekerjaan terkait isu ini, agar harga minyak goreng dapat segera terkendali dan menguntungkan bagi masyarakat, petani, maupun para pengusaha,” tutup Menko Luhut.
Advertisement
DMO dan DPO Bikin Ekspor CPO Melempem, Pemerintah Bilang Begini
Pemerintah buka suara mengenai adanya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), yang dianggap telah membuat keran ekspor CPO (minyak sawit mentah) yang memang sudah dibuka menjadi terhambat.
Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasional Kemenko Marves, Firman Hidayat, mengatakan kunci untuk meningkatkan harga Tandan Buah atau TBS sawit adalah akselerasi ekspor CPO.
Menurut laporannya, angka alokasi ekspor yang diberikan untuk Juni 2022 sudah mencapai 3,4 juta ton, baik melalui program transisi atau flush out.
"Angka persetujuan ekspor yang sudah terbit mencapai di angka 1,8 juta ton. Namun realisasi ekspor masih membutuhkan waktu disebabkan oleh berbagai faktor eksternal," ujar Firman dalam keterangan tertulis, Rabu (29/6/2022).
Lebih rinci, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan, kebijakan DMO dan DPO telah diperbaiki sesuai dengan isi dari yang Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 997 Tahun 2022 tentang Penetapan DMO dan DPO dalam rangka Program minyak goreng curah rakyat (MGCR).
"DMO menjadi kewajiban bagi eksportir untuk menyediakan minyak goreng dengan harga terjangkau di masyarakat, khususnya bagi usaha kecil dan mikro. Jika pemenuhan DMO sudah terpenuhi, maka eksportir langsung dapat hak ekspor 5 kali lipat dari DMO yang sudah mereka penuhi," paparnya.
Sanksi DMO
Oke menambahkan, jika eksportir tidak menjalankan kewajiban DMO yang ditetapkan, maka hak ekspornya juga akan dikurangi.
Pada sisi yang lain sempat dijelaskan juga terkait adanya harga TBS sawit yang sudah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Untuk itu, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), ditetapkan harga TBS yang harus dibeli dari petani sebesar Rp1.600 per kilogram.
"Atas arahan Presiden tersebut dan demi membantu para petani, kami mengajak pengusaha-pengusaha untuk membeli TBS pada harga Rp1.600 per kilogram. Langkah ini dilakukan oleh pemerintah agar produk sawit yang dimiliki oleh petani sawit dapat terus bersaing dan mampu menyejahterakan petaninya," tuturnya.
Advertisement