Liputan6.com, Kyiv - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja pulang ke Indonesia usai mengunjungi Rusia dan Ukraina. Kunjungan Presiden Jokowi dimaksudkan untuk membantu membuka dialog perdamaian, serta memastikan ekonomi global tetap terjaga dari dampak buruk invasi Rusia.
Setelah Presiden Jokowi pulang, konflik antara Rusia dan Ukraina masih berlanjut. Pada Jumat (1/7), pihak Rusia disebut melakukan pengeboman di Pulau Zmiinyi.
Baca Juga
Advertisement
Hal itu diumumkan oleh Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Valeriy Zaluzhny.
"Kepemimpinan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia bahkan tidak mengikuti pernyataan-pernyataan mereka sendiri yang mendeklarasikan 'gestur iktikad baik,'" ujar Zaluzhny seperti dilansir media pemerintah Ukrinform, Sabtu (2/7/2022).
"Hari ini (Jumat), pada sekitar pukul 18:00, dari lapangan udara Belbek, dua pesawat Su-30 dari Angkatan Udara Federasi Rusia dua kali melancarkan serangan udara menggunakan bom fosfor ke Pulau Zmiinyi di mana mereka diduga 'menyelesaikan tugas mereka,'" lanjutnya.
Zaluzhny pun meminta agar pihak-pihak yang ingin berdiskusi dengan Rusia supaya mengetahui fakta-fakta tersebut.
Sementara, pihak Ukraina menyebut berhasil menyerang depot amunisi milik Rusia yang berlokasi di Snihurivka, Blahodatne, Olhany, and Davydiv Brid.
Turut disebut bahwa Rusia juga berupaya menyerang Odesa lagi.
Sejauh ini, Rusia sudah menguasai sejumlah daerah di timur Ukraina. Salah satunya adalah Mariupol yang kini dikendalikan Rusia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Retno Marsudi Ucap Syukur Misi ke Ukraina-Rusia Presiden Jokowi Lancar dan Selamat
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengucap syukur atas sukses dan kelancaran perjalanan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia.
"Alhamdulillah, perjalanan mendampingi presiden Jokowi dan ibu negara ke Kiev, Ukraina (29/6) berjalan lancar dan selamat," tulis Retno Marsudi dalam akun Instagramnya.
Setelah selesai membawa misi perdamaian ke kedua negara yang tengah berkonflik, Presiden RI Joko Widodo dan Ibu Iriana Jokowi tiba di Bandar Udara Internasional Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab (PEA) Jumat (1/7) sekitar pukul 02.15 waktu setempat.
Saat turun dari pesawat, Presiden dan Ibu Iriana disambut oleh Menteri Energi dan Infrastruktur PEA Suhail Mohammed Al Mazroei, Duta Besar RI untuk PEA Husin Bagis beserta istri, Duta Besar PEA untuk Indonesia Abdullah Aldhaheri, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Atase Pertahanan di KBRI Riyadh, Brigjen TNI Putut Witjaksono Hadi beserta istri.
Di Abu Dhabi, mengawali agendanya pada pagi hari nanti, Presiden Jokowi dijadwalkan akan bertemu dengan pebisnis dan investor PEA, demikian dikutip dari laman setkab.go.id.
Pada siang harinya, Presiden Jokowi dan Presiden PEA Sheikh Mohamed bin Zayed bin Sultan Al Nahyan diagendakan akan melaksanakan salat jumat berjemaah bersama sebelum keduanya melakukan pertemuan bilateral.
Presiden Jokowi dan Ibu Iriana beserta rombongan dijadwalkan akan kembali ke tanah air pada Jumat sore.
Advertisement
Harapan Juru Damai
Usai kunjungan yang dilakukan presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia, misi perdamaian tersebut mendapat sorotan berbagai pihak.
Ada yang menilai ini sukses, namun ada pula yang belum. Menurut Dosen HI dan Kajian Eropa Timur dari Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra kunjungan ini bisa dilihat dari dua sisi.
"Ada aspek suksesnya, tapi juga ada aspek gagalnya. Suksesnya terkait aktivisme Indonesia dan pelaksanaan politik luar negeri bebas-aktif. Selama ini kan hanya "bebas-nya" saja yang didorong, tapi sekarang juga telah mencoba berkontribusi aktif," ujar Radityo yang saat ini sedang menjadi peneliti doktoral di University of Tartu, Estonia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (1/7).
"Juga bagus untuk image pak Jokowi secara domestik maupun di antara negara-negara berkembang, karena sudah membawa isu pangan."
"Gagalnya lebih karena harapan yang terlalu tinggi dari masyarakat dan dari narasi pemerintah kita sendiri sebagai 'juru damai.' Belum ada arah pada perdamaian. Malah, ada banyak miskom yang terjadi kalau Indonesia mau memainkan peran sebagai juru damai."
Radityo memberi contoh misalnya, ucapan pak Jokowi soal dia membawa pesan dari Zelensky itu dikritik Jubir Zelensky, yang mengatakan bahwa semua pernyataan Zelensky akan disampaikan secara publik.
"Bahkan, ucapan Jokowi soal Putin yang memberi jaminan soal pangan dan pupuk itu juga tidak ada di pernyataan resmi Putin."
Perlu Dialog Lanjutan
Guna melanjutkan semangat dan pesan damai tersebut, Radityo menilai bahwa perlu melanjutkan dialog. Misalnya, mengundang langsung perwakilan Ukraina dan Rusia ke Jakarta untuk bertemu.
"Tapi sangat sulit dilakukan. Sepertinya memang fokusnya berhenti sampai 'upaya mendamaikan' kemarin saja," ujar Radityo.
Radityo juga menilai bahwa gencatan senjata sangat sulit dicapai. Bagi Ukraina, tidak ada gencatan senjata dan negosiasi kecuali Rusia mundur dari wilayah yang didudukinya.
"Apalagi setelah pembantaian di Bucha dan Kramatorsk serta serangan misil ke Mall di Kremenchuk," kata Radityo.
"Bagi Rusia, untuk apa gencatan senjata? Posisinya masih di atas angin saat ini, dan dia ingin dapat bargaining power lebih ketika nanti akhirnya ada negosiasi."
"Kalau yang ini, tidak bisa diselesaikan oleh Indonesia, karena bahkan Turki dan Israel saja tidak bisa, padahal mereka lebih dekat dengan Putin secara personal."
Advertisement