Liputan6.com, Jakarta - Ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 masih terbilang cukup jauh, namun pergerakan para elite partai politik (parpol) semakin masif menjalin pertemuan hingga memunculkan sejumlah poros koalisi untuk memenangkan pesta demokrasi lima tahunan mendatang.
Tokoh-tokoh yang akan diusung sebagai calon presiden (Capres) 2024 pun mulai bermunculan, di antaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan tokoh-tokoh lain.
Seiring mencuatnya kandidat di bursa capres 2024 ini, isu 'king maker' juga turut merebak ke publik.
Baca Juga
Advertisement
Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan memandang, seharusnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi bisa masuk sebagai kandidat king maker Pilpres 2024, karena sudah tidak bisa mencalonkan lagi.
"Saya kira memang, Pak Jokowi kan tidak mungkin lagi mencalonkan lagi ya. Wacana 3 periode nampaknya sudah cukup berat. Jadi apa secara politik yang diperlukan Pak Jokowi sekarang, yang paling pokok adalah saya kira satu bagaimana dia menjadi king maker," kata Djayadi dalam diskusi Total Politik, di Jakarta, Minggu (3/7/2022).
Meski biasanya sosok incumbent atau petahana cenderung menjaga posisi kepada siapapun kandidat calon presiden nantinya, Djayadi memandang posisi Jokowi seharusnya berbeda. Sebab diperlukan peran pemerintah dalam menentukan sosok kandidat yang tepat.
Pasalnya, sosok kandidat capres 2024 yang tepat berkaitan dengan dua hal, pertama soal proyek strategis yang menjadi warisan politik dari pemerintahan saat ini.
"Karena orang khawatir kalau dilanjutkan orang yang dianggap tidak mengerti betul apa yang diinginkan Jokowi, (proyek strategis) tidak berlanjut dengan berbagai alasan," kata Djayadi.
Kedua, sosok Jokowi seharusnya bisa menjadi king maker karena telah memiliki pengaruh dalam memenangkan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka dan Wali Kota Medan Bobby Nasution. Meski Jokowi bukan pimpinan parpol secara struktural.
Alasan lainnya soal kemampuan Jokowi mempertahankan situasi ekonomi di tengah ancaman krisis global. Hal ini bisa menjadi daya tawar peluang Jokowi sebagai king maker di Pilpres 2024.
"Untuk itu menjadi king maker, bagi Jokowi yakni meningkatkan leverage-nya daya tawarnya. Daya tawarnya itu ada di kemanapun dia mempertahankan situasi ekonomi di tengah ancaman krisis ekonomi itu," katanya.
Berdampak ke PDIP
Djayadi menambahkan, Jokowi bisa memberikan dampak positif bagi PDIP jika berhasil menjadi king maker pada Pilpres 2024 nanti.
"Makin baik daya tawar Pak Jokowi, makin tinggi kan, PDIP. Karena kalau daya tawar PDIP makin tinggi, maka fungsi king maker akan lebih besar kepada Pak Jokowi. Karena pilihan utama Pak Jokowi kan akan ke PDIP," jelasnya.
Apabila ke depan Jokowi masuk dalam kandidat sosok king maker, hal tersebut akan menjadi kekuatan PDIP untuk kemenangan di Pilpres 2024. Termasuk berimbas kepada suara pengaruh partai politik.
"Karena posisinya sebagai king maker itu bisa membantu partai dalam memenangkan baik Pilpres dan Pileg 2024 nanti. Barangkali begitu cara membacanya," kata Djayadi menjelaskan.
Sebelumnya, isu king maker awalnya muncul tatkala berlangsungnya Pertemuan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Wakil Presiden ke-10 Jusuf Kalla (JK) di Cikeas. Disusul dengan Pertemuan Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Ketum NasDem Surya Paloh.
Termasuk terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), antara Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang juga dianggap bisa menjadi penentu king maker dalam menentukan kandidat capres nantinya.
Begitu juga PDIP yang menjadi satu-satunya partai yang bisa mengusung sendiri kandidat di Pilpres nanti. Karena partai berlambang banteng itu telah lolos ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Melansir dari berbagai sumber, king maker dalam Pilpres adalah orang atau kelompok yang memiliki kekuatan besar dalam upaya menentukan bulat lonjongnya sebuah hasil pemilihan presiden.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com
Advertisement