Penutupan Holywings, Menguatkan Citra Politik Anies ke Kelompok Agama

Adi Prayitno mengatakan, jelang tahun politik dan Pemilu 2024, gerak para bakal calon selalu menjadi perhatian, termasuk salah satunya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menutup sejumlah outlet Holywings.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jul 2022, 03:33 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan perubahan 22 nama jalan di Jakarta. Sejumlah tokoh Betawi digunakan sebagai nama jalan tersebut, mulai dari komedian Mpok Nori hingga Haji Bokir. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, jelang tahun politik dan Pemilu 2024, gerak para bakal calon selalu menjadi perhatian, termasuk salah satunya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menutup sejumlah outlet Holywings.

"Artinya soal penutupan Holywings itu multitafsir. Kalau tadi kan perspektif politik, jelas, salah satunya upaya untuk menyenangkan kelompok-kelompok (agama)," kata Adi dalam diskusi Total Politik, di Jakarta, Minggu (3/7/2022).

Meski kebijakan penutupan Holywings ini bisa menjadi isu yang sensitif secara politik, namun Adi melihat bahwa langkah ini bisa dipandang posisi Anies sebagai Capres yang agamis.

"Anies misalnya menyenangkan pendukungnya, ya oke. Tapi ini menebalkan keyakinan Anies begitu dekat dengan agama," ujarnya.

Pasalnya, lanjut Adi, dari sisi politik, susah rasanya bila membawa sosok Anies sebagai kandidat yang berposisi di tengah atau moderat. Lantaran, latar belakang afiliasi Kelompok Islam dalam kemenangan di Pilgub lalu sangat kuat.

"Stigma itu enggak hilang (agamis), ini menunjukkan bahwa Anies afiliasi politiknya ke Kelompok Islam," ucapnya.

 


Tak Menguntungkan

Sementara itu, Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan melihat apabila dari sisi politik keputusan menutup Holywings oleh Anies adalah langkah politik yang tidak menguntungkan.

"Umumnya mereka ini melihat 2024 itu dengan cara menokohkan Anies. Itu sebetulnya kalau penutupan Holywings untuk itu sebetulnya sesuatu yang secara politik tidak begitu cerdas," tuturnya.

Sebab, lanjut Djayadi, isu penutupan Holywings saat ini telah bergeser dan menyerempet beragam persoalan isu tidak cuman pelanggaran, tetapi juga kemanusiaan dan lain-lain.

"Karena isu nya begini, bergeser bukan hanya soal miras, jadinya soal isu kemanusiaan. Ada orang bekerja di situ, ada orang terdampak, dan itu bisa kemana-kenana isunya," tutur dia.

 


Saling Berlomba

Walaupun, Djayadi melihat dari sisi kacamata politik langkah-langkah politik itu bisa memberikan dampak positif maupun negatif. Sesuai dua skema politik di Amerika Serikat (AS).

"Pertama, para capres itu akan solidifying the best mengkonsolidasikan pendukungnya. Kalau sudah terkonsolidasi mestinya (Anies) tak perlu lagi, dia harus gerak ke tengah," katanya.

Padahal, sambung dia, jika melihat dari tiga nama kandidat capres seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan, base pemilihannya belum ada yang mencapai 50%. Alhasil, mereka harusnya berlomba meraih suara dari pendukung Jokowi.

"Makanya tampaknya masing-masing ada strategi-strategi yang muncul, masing-masing berlomba di tengah memperebutkan pemilih Jokowi. Atau memotret negatif lawan. Jadi menurut saya perlu hati-hati dengan kasus Holywings ini," tuturnya.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya