4 Juli 2022: 17 Juta Kasus COVID-19 Muncul di Dunia dalam 28 Hari Terakhir

Kasus COVID-19 sedang merangkak naik. Protokol kesehatan masih menjadi solusi.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 04 Jul 2022, 10:30 WIB
Kepadatan calon penumpang kereta Commuter Line (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Data sementara Kementerian Kesehatan hingga 10 Januari 2022, total ada 506 kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Genap sebanyak 17 juta Kasus COVID-19 di dunia muncul dalam 28 hari terakhir. Berdasarkan data Johns Hopkins University, Senin (4/7/2022), pertumbuhan kasus mingguan virus corona telah lebih tinggi dari dari Mei dan Juni 2022.

Berikut 10 negara dan kawasan dengan penambahan kasus tertinggi dalam 28 hari terakhir: 

1. Amerika Serikat: 3 juta kasus (total 87,8 juta)

2. Jerman: 1,8 juta kasus (total 28,3 juta)

3. Prancis: 1,5 juta kasus (total 31,4 juta)

4. Taiwan: 1,4 juta kasus (total 3,8 juta)

5. Brasil: 1,3 juta kasus (total 32,4 juta)

6. Italia: 1,2 juta kasus (total 18,7 juta)

7. Australia: 799 ribu kasus (total 8,2 juta)

8. Inggris: 448 ribu kasus (total 22,9 juta)

9. Jepang: 445 ribu kasus (total 9,3 juta)

10. Spanyol: 414 ribu kasus (total 12,8 juta)

Singapura masih mencatat kenaikan kasus tertinggi di Asia Tenggara, yakni 144 ribu kasus dalam 28 hari terakhir (total 1,4 juta). 

Angka kematian dalam 28 hari terakhir di seluruh dunia masih stabil dalam beberapa pekan terakhir. Jumlah angka kematian masih tidak meningkat seperti tahun lalu. 

Sementara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa saat ini kasus COVID-19 sedang naik di semua negara. Kenaikan ini diakibatkan subvarian BA.4 dan BA.5.

Ia pun menyampaikan perkiraan puncak BA.4 dan BA.5 merujuk pada kasus-kasus yang terjadi di negara lain.

Menurutnya, ada beberapa negara seperti Australia, Afrika Selatan, dan Portugal yang sudah melampaui puncak BA.4 dan BA.5.

“Berapa tinggi sih mereka puncaknya? Rata-rata mereka berkisar antara  30 sampai 40 persen dari puncak Omicron sebelumnya. Jadi kalau Indonesia kan sebelumnya 58 ribu ya 30 persennya mungkin di bawah 20 ribu, itu  puncak kasus per harinya,” kata Budi usai memberi sambutan dalam acara Simposium Asosiasi Dokter Medis Sedunia (World Medical Association) tahun 2022 di Jakarta, Minggu (3/7).

Perkiraan angka itu jika mengikuti pola kasus yang terjadi di negara-negara lain yang sudah melampaui puncak.

“Yang kedua yang kita amati juga, berapa cepat sih mencapai puncaknya? Itu rata-rata antara 28 sampai 34 hari sejak ditemukan BA.4 dan BA.5 di negara tersebut," ujarnya. “Karena di Indonesia ditemukannya sesudah lebaran, kalau kita mengikuti pola di negara lain maka puncaknya kira-kira di minggu kedua atau minggu ketiga Juli.”

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Lonjakan Kasus Covid-19 di Bali, Terbanyak WNA

Pemandangan pantai di Bali sebelum pandemi COVID-19. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Gubernur Bali I Wayan Koster meminta masyarakat setempat tidak panik dengan adanya peningkatan temuan kasus COVID-19 selama dua pekan terakhir di daerah tersebut.

"Saya merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam kasus ini, yang sembuh juga meningkat dan yang meninggal hampir tidak ada, sudah nol," katanya di Denpasar, Jumat (1/7). 

Berdasarkan data Satgas COVID-19 Provinsi Bali tercatat pada hari Jumat (1/7) angka positif bertambah 70 kasus, pada Kamis (30/6) 73 kasus, dan Rabu (29/6) 56 kasus. Temuan kasus positif cenderung fluktuatif.

 

Ia menyebut tak ada temuan dengan kasus COVID-19 Omicron jenis terbaru, sedangkan dampak pada penderita tidak terlalu berat bahkan tanpa gejala. Mereka yang terinfeksi belakangan ini juga disebut bukan berasal dari warga asli.

Deretan penyumbang kasus positif belakangan terdiri atas warga negara asing (WNA) yang hendak kembali ke negaranya dan ketika dilakukan tes terdeteksi positif. Selain itu, berasal dari warga luar Bali, sedangkan kasus yang dialami warga Bali stabil.

"Kunjungan wisatawan mancanegara yang sekarang mencapai tujuh sampai delapan ribu (orang, red.) dalam satu hari. Ada negara yang masih memberlakukan balik harus tes PCR dan ketika balik positif, sekitar 10 tapi tidak pernah di atas 20 orang. Kalau dibandingkan dengan yang datang saya kira itu persennya sangat kecil," ujar dia, dikutip Antara.


Persentase Vaksin Tertinggi di Indonesia

Pemotor melintasi mural bertema covid-19 di Tanah Tinggi, Tangerang, Sabtu (29/1/2022). Kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia terus bertambah dan wilayah penyebarannya semakin meluas. Diperkirakan, kasus omicron sudah mendominasi penularan virus corona di Jawa Bali. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Terkait dengan kondisi ini, Koster mengaku akan terus meningkatkan capaian vaksinasi penguat. Terdata hingga saat ini, vaksinasi ketiga di Bali telah mencapai angka 71 persen.

Kendati demikian, meskipun persentase ini menjadi yang tertinggi di Indonesia, ia melihat minat masyarakat terhadap vaksinasi penguat tak setinggi sebelumnya.

"Masyarakat sudah nyaman jadi merasa tidak perlu lagi 'booster' (vaksinasi penguat, red.). Vaksin satu 105 persen, vaksin kedua 97 persen, 'booster' lebih dari 70 persen. Targetnya sebenarnya adalah sama seperti vaksin kedua 97 persen," kata dia.

Gubernur Bali Koster mengaku telah melakukan koordinasi dengan bupati, wali kota, dan aparat terkait dengan target vaksinasi penguat agar mencapai 80 persen pada akhir Juli 2022.


6 Bulan Usai Vaksin Primer adalah Interval Terbaik Pemberian Booster COVID-19

Ilustrasi orang yang sedang melakukan vaksinasi booster demi mencegah penularan Covid-19. Credits: pexels.com by SHVETS production

Sebelumnya dilaporkan, vaksin COVID-19 primer memiliki masa penurunan efektivitas dalam 6 bulan. Maka dari itu, penggunaan dosis booster atau penguat amat diperlukan setelah 6 bulan suntikkan vaksin primer.

Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, jika vaksin primer intervalnya sudah lebih dari 6 bulan, apakah bisa langsung booster atau perlu mengulang dosis pertama dan kedua terlebih dahulu?

Pertanyaan tersebut kemudian dijawab oleh Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro. Menurutnya, vaksin booster boleh langsung dilakukan tanpa mengulang vaksin primer.

“Untuk booster itu bukan hanya antibodi yang diukur tapi sebetulnya ada yang namanya sel memori. Sel ini bertahannya lebih lama dan diperlukan oleh booster. Sel ini harus aktif terus sehingga ketika diberi booster dia akan menghasilkan antibodi.”

“Jadi karena adanya sel memori ini, booster tetap bisa diberikan walau sudah lebih dari 6 bulan. Misalnya sudah 8 bulan ya jangan menunggu lagi, cepat-cepat suntik booster,” kata Sri dalam seminar daring bertajuk Perjalanan Vaksinasi COVID-19: Pentingnya Vaksinasi Booster di Masa Pandemi Sabtu (25/6).

Sebaliknya, jika sebelum 6 bulan, misalnya baru 2 bulan pemberian vaksin primer maka pemberian booster tidak akan menunjukkan peningkatan antibodi yang signifikan.

“Dua bulan setelah vaksin primer itu antibodinya masih tinggi, kalau kita suntik lagi itu enggak akan naik tinggi. Nah ini harus hati-hati, kita sudah memakai batas 6 bulan itu sudah paling bagus ada penelitiannya.”

“Kalau lebih, silakan booster asal jangan kurang dari 6 bulan.”

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya