Liputan6.com, Palangka Raya - Pencaplokan tanah negara kerap kali terjadi di masyarakat, kali ini menimpa Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI).
Lahan seluas 10 hektare yang terletak di Jalan Tjilik Riwut Km 3, Kota Palangka Raya, Kalimatan Tengah harus berperkara hingga Mahkamah Agung (MA) setelah diklaim sepihak oleh seseorang berinisial ES.
Advertisement
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pengawas (Dewas) LPP RRI, Anwar Mujahid Adhy Trisnanto mengajak penegak hukum agar dapat berupaya mengamankan aset negara dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Kewajiban mempertahankan dan mengamankan aset tersebut, bukan saja sebagai bentuk ketaatan kita terhadap undang-undang, tetapi juga adalah bagian dari pemenuhan sumpah setiap angkasawan angkasawati LPP RRI," ujar Anwar Mujahid saat menghadiri rangkaian acara serah terima jabatan Kepala LPP RRI Palangka Raya, Senin, 4 Juli 2022.
Sementara itu, anggota Dewas LPP RRI lainnya Enderiman Butar Butar menambahkan, lahan di lokasi tersebut hingga saat ini masih digunakan LPP RRI untuk menunjang siaran seperti tower, pemancar, rumah dinas dan peralatan teknis lainnya.
Pihaknya juga mengatakan siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum, untuk melawan dan memberantas mafia tanah. Menurutnya, aset LPP RRI adalah milik negara yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sehingga pihak manapun tidak bisa sewenang-wenang mengklaim.
"Aset di Jalan Tjilik Riwut itu sudah dimanfaatkan LPP RRI dan bersertifikat sejak 1976. Kemudian ada yang klaim, ini harus diluruskan," ungkap Enderiman.
LPP RRI bukan tanpa usaha mempertahankan seluruh asetnya. Tercatat, dalam setahun belakangan lembaga plat merah ini harus berhadapan dengan ES yang mencoba menggugat kepemilikan lahan negara itu di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.
Pada prosesnya, gugatan ES tersebut gagal di tingkat PN. Selanjutnya, ES mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga akhirnya perkara tersebut ditangani oleh MA.
Sekedar informasi, LPP RRI Palangka Raya secara resmi memiliki lahan tersebut mulai 1976 berdasarkan surat keputusan Gubernur Kalteng. Kemudian lembaga ini mendaftarkannya ke Badan Pertahanan Nasional hingga muncul sertifikat kepemilikan Nomor 13 tertanggal 4 Mei 1976.
Simak video pilihan berikut ini: