MK Kabulkan Gugatan Menteri Tak Harus Mundur Jika Maju Capres, Partai Garuda Heran Ada Pandangan Negatif

Gugatan Partai Garuda terkait menteri atau pejabat setingkat menteri tidak perlu mengundurkan diri saat maju sebagai calon presien (capres) dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Nov 2022, 19:15 WIB
Ilustrasi Kursi Capres dan Cawapres (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Gugatan Partai Garuda terkait menteri atau pejabat setingkat menteri tidak perlu mengundurkan diri saat maju sebagai calon presien (capres) dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Meski begitu,Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi mengaku heran dengan adanya pandangan miring atau negatif dengan dikabulkannya gugatan tersebut oleh MK.

"LSM dan salah satu partai bereaksi atas dikabulkannya gugatan Partai Garuda terkait menteri dan pejabat setingkat menteri, yang tadinya jika maju sebagai capres harus mengundurkan diri, kini tidak perlu, hanya perlu izin presiden, sama seperti kepala daerah yang tidak harus mengundurkan diri," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Kamis (3/11/2022).

"Yang LSM bilang bisa mengganggu kerja presiden, yang partai bilang bisa terjadi penyalahgunaan kewenangan. Maka dapat saya dipastikan, mereka sama sekali tidak membaca UU Pemilu dan UU ASN. Kenapa? Karena kalau mereka membaca, maka tidak akan ada pandangan seperti itu," sambung dia.

Teddy menjelaskan, alasan pertama, para menteri dan pejabat setingkat menteri, ketika mau kampanye, mereka harus cuti dan dilarang kampanye diluar dari masa kampanye.

"Kalau kerja mereka terpublikasi, bukankah hal itu sudah terpublikasi sejak awal mereka menjadi menteri? Apakah itu dinamakan kampanye? Tentu tidak," ucap dia.

Kedua, lanjut Teddy, ada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), di mana, para menteri tidak boleh memanfaatkan ASN untuk mengkampanyekan diri mereka.

"Jadi kalau nekat memanfaatkan ASN, maka akan ada sanksinya, sama seperti di UU Pemilu. Laporkan saja jika memiliki bukti terjadi penyalahgunaan kewenangan," papar dia.

 


Semua Sudah Diatur UU

Ilustrasi Pilpres (Liputan6.com/Trie yas)

Apalagi, menurut Teddy, definisi dan teknis kampanye itu sudah diatur di dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu), sehingga kerja sebagai menteri yang terpublikasi sejak awal tidak bisa dituduh sebagai kampanye.

"Ini akibatnya jika tidak membaca dan memahami, yang dikedepankan hanya kecurigaan tanpa memiliki dasar sama sekali," kata dia.a.

"Lihat saja petahana calon presiden atau petahana calon kepala daerah, jika mengikuti pola pikir LSM dan partai tersebut, maka mereka harus berhenti atau malah tidak boleh mencalonkan lagi dengan alasan akan mengganggu kinerja dan terjadinya penyalahgunaan kewenangan," jelas Teddy.

 


Gugatan Dikabulkan MK

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK) (Liputan6/Putu Merta)

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menteri atau pejabat setingkat menteri tidak harus mengundurkan diri dari jabatannya apabila dicalonkan oleh partai politik maupun gabungan partai politik menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.

Hal itu ditegaskan dalam putusan Perkara Nomor 68/PUU-XX/2022 perihal Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di mana, MK memutuskan syarat pengunduran diri bagi pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau Calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya tidak lagi relevan.

Menurut Hakim MK Arief Hidayat, penjelasan MK bahwa syarat pengunduran diri bagi pejabat negara yang dicalonkan partai politik atau parpol peserta pemilu atau koalisi parpol sebagai capres atau cawapres mesti mengundurkan diri dari jabatannya tak lagi relevan.

"Tidak lagi relevan dan oleh karenanya harus tidak lagi diberlakukan ketentuan pengecualian syarat pengunduran diri dalam norma Pasal 170 Ayat 1 UU Nomor 7/2017," ujar Arief dalam sidang, melalui keterangan tertulis, Senin 31 Oktober 2022.

Arief menegaskan bahwa jabatan menteri atau setingkat menteri termasuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dimiliki oleh presiden dan wakil presiden.

"Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan stabilitas serta keberlangsungan pemerintahan, menteri atau pejabat setingkat menteri merupakan pejabat negara yang dikecualikan apabila dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau Calon Wakil Presiden harus mendapat persetujuan cuti dari Presiden," jelas Arief.

 


Permohonan Perkara

Personil Brimob berjalan melintasi halaman depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (13/6/2019). Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden/Wakil Presiden Pemilu 2019 pada, Jumat (14/6). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Perkara itu sebelumnya dimohonkan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana. Ia mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Pasal 170 ayat (1) mengenai "Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan anggota MPR, pimpinan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota."

Menurut pemohon, pasal itu tidak secara jelas menyebut menteri harus mundur atau tidak sehingga dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum.

Infografis Relawan Tokoh Bermunculan Jelang Pilpres 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya