Liputan6.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Adanya regulasi ini bermakna UU Cipta Kerja yang menggunakan metode omnibus law telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebab sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
" Karena sekarang UU 13 ini berlaku, sudah ada guidance dan sudah ada metode omnibus, selain UU Cipta Kerja, ada juga UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Makro, Kemenko Bidang Perekonomian, Elen Setiadi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/7).
Advertisement
Dulu kata Elen, sebelum ada UU Nomor 13/2022 jika terdapat kesalahan seperti pengetikan tidak bisa dilakukan perbaikan. Sehingga saat ini pemerintah juga tengah melakukan perbaikan penulisan tanpa mengubah subtansi UU Cipta Kerja seperti kesalahan penulisan (typo), perbaikan salah rujuk pasal dan sebagainya.
"Kita sadar betul ini terdapat kesalahan ketik, penulisan ini sering terjadi karena human error ini bisa dilakukan perbaikkan dan dibuka koridornya di undang-undang ini," kata dia.
Elen melanjutkan saat ini pemerintah tengah mempersiapkan perbaikan pada UU Cipta Kerja. Pihaknya telah menyiapkan tim ahli yang akan memberikan kalian dan masukan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Keterlibatan Publik
Selain itu, dalam UU ini juga meminta pemerintah untuk meningkatkan keterlibatan publik dalam pembuatan undang-undang. Dalam hal ini, pemerintah melalui kementerian/lembaga sektornya telah melakukan konsultasi publik.
Konsultasi publik ini bisa dilakukan secara daring maupun luring sebagaimana ketentuan dalam UU No 13/2022. Pemerintah menargetkan perbaikan dan uji publik bisa dilakukan sampai bulan Agustus sehingga perbaikan UU Cipta Kerja bisa dilakukan sebelum masa perbaikan berakhir yakni tahun 2023.
"Arahnya ini secepatnya kalau bisa kita selesaikan tahun ini," kata dia.
Dia menambahkan, berbagai masukan dari publik nantinya akan diinventarisir untuk kemudian ditindaklanjuti. Bila berbagai masukan tersebut harus mengubah subtansi UU, maka akan diajukan revisi ke DPR. Sebaliknya jika tidak ada perbaikan berarti, maka tidak perlu dilakukan perbaikan.
Advertisement
Penerapan UU Cipta Kerja Disebut Bisa Mengubah Landscape Ekonomi Indonesia
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyebut penerapan Undang-undang atau UU Cipta Kerja menjadi penting untuk indonesia. Salah satunya mengenai perannya terhadap kegiatan ekonomi di dalam negeri.
Suahasil memandang, berlakunya UU Cipta Kerja itu tak lepas dari peran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ini jadi satu amanat Mahkamah Konstitusi untuk menyempurnakan aturan tersebut.
"Substansi dari undang-undang Cipta kerja itu benar-benar kalau kita laksanakan dengan konsekuen mengubah landscape perekonomian Indonesia di berbagai macam sektor," katanya dalam sosialisasi UU 13/2022 tentang perubahan kedua UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Senin (4/7/2022).
Ia memandang, salah satunya adalah mengubah cara kerja birokrasi berhubungan dengan masyarakar. Sekaligus memperbaiki cara kerja birokrasi di internalnya sendiri.
"Pada ujungnya, pada gilirannya kita harapkan mengubah persepsi dunia, saya bukan hanya bilang persepsi orang Indonesia, dunia mengenai doing bisnis di Indonesia dalam arti luas," terang Suahasil.
Ia menyebut, melakukan bisnis di Indonesia tak sebatas transaksional antar pelaku. Lebih dari itu, ia menyebut kegiatan bisnis yang melibatkan partisipasi publik.
Partisipasi publik ini, menurutnya sudah menjadi hal wajib yang juga diatur dalam UU PPP. Maksudnya, mengarah pada partisipasi publik yang berarti sesuai dengan substansi undang-undang tersebut.
"Secara esensi besarnya di dalam undang-undang 13/2022 tersebut dirumuskan yang namanya partisipasi publik itu haruslah bersifat nya itu meaningfull participation," katanya.
Tiga Poin
Lebih lanjut, Suahasil menyebut ada 3 poin penting dalam meaningfull participation yang disebutnya tadi. Ini menopang keberhasilan dari substansi yang diatur UU PPP dan UU Cipta Kerja.
Pertama, masyarakat memiliki hak untuk didengarkan. Ia menguraikan sebagai penunjang poin pertama ini, ada hak menyuarakan pendapat masyarakat. Baru selanjutnya, berhak didengarkan pendapatnya.
Kedua, masyarakat memiliki hak untuk dipertimbangkan pendapatnya. Ini sebagai kelanjutam dari hak didengarkan pendapatnya.
Dalam hal ini, terkait implementasi aturan, masyarakat secara melekat memiliki kedua hak tersebut.
Serta, ketiga, adanya hak untuk mendapatkan penjelasan atas pendapat yang diajukan. Artinya, publik perlu mengetahui kejelasan keputusan yang diambil.
"tetap yang mengambil keputusan memiliki hak untuk menetapkan mengambil keputusan tetapi tiga hak yang tadi adalah hak yang harus kita jalankan yang harus kita akomodasi kan sehingga tercipta mining full participation," papar Suahasil.
Advertisement