Puasa Arafah Ikut Waktu Indonesia atau Arab Saudi? Simak Penjelasan Buya Yahya dan UAH

Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia telah menetapkan Hari Raya Iduladha jatuh pada 10 Juli 2022. Keputusan ini berbeda dengan Arab Saudi yang menetapkan 10 Dzulhijjah pada 9 Juli 2022. Perbedaan ini memicu pertanyaan di tengah-tengah masyarakat, salah satunya terkait puasa Arafah.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 07 Jul 2022, 08:00 WIB
Ilustrasi Berbuka Puasa Arafah. Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Semarang - Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia telah menetapkan Hari Raya Iduladha jatuh pada 10 Juli 2022. Keputusan ini berbeda dengan Arab Saudi yang menetapkan 10 Dzulhijjah pada 9 Juli 2022. Perbedaan ini memicu pertanyaan di tengah-tengah masyarakat, salah satunya terkait puasa Arafah.

Pasalnya, hari Arafah di Indonesia dan Arab Saudi berbeda. Jika di Indonesia tanggal 9 Dzulhijjah bertepatan dengan 9 Juli 2022, sedangkan di Arab Saudi pada 8 Juli 2022. Lantas, puasa Arafah ikut waktu yang mana?

Terkait perbedaan ini sebenarnya telah dibahas oleh pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya. 

“Dalam mazhab itu sudah jelas, Anda ikut siapa dalam bermazhab. Jumhur ulama mengatakan, selain dari mazhab Imam Syafi’i ada yang namanya bersatunya matla. Artinya begini, penanggalan bisa diseragamkan semuanya. Jadi salah satu Anda ngikut Makkah semuanya ngikut, atau ngikut di Indonesia, gak boleh setengah-setengah,” jelasnya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Rabu (6/7/2022).

“Atau mengikuti mazhab Imam Syafi’i, ikhtilaful matali setiap wilayah itu akan berpuasa sesuai dengan tanggalnya,” sambung Buya Yahya. 

Jadi, pilihannya ada dua. Boleh saja warga Indonesia mengikuti waktu di Arab Saudi, namun tidak boleh setengah-setengah. Misalnya, waktu puasa Arafah ikut Arab Saudi, berarti Hari Raya Iduladha juga ikut waktu di Arab Saudi, bukan di Indonesia.

“Akan tetapi, ketahuilah kaidah besar yang dihadirkan para ulama hukmul hakim yarfa'ul khilaf, negara memutuskan kaya gimana,” ujarnya.

Buya Yahya menegaskan, perbedaan waktu terkait Hari Raya Iduladha tidak ada kepentingan khusus seperti politik. 

“Insya Allah Kementerian Agama bisa memutuskan begini dengan musyawarah,” tandasnya. 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Pada Tanggalnya, Bukan Momentumnya

Jemaah haji memanjatkan doa di sekitar Jabal al-Rahma (Gunung Rahmat) saat menunaikan prosesi wukuf di Padang Arafah, tenggara Kota Suci Mekah, Arab Saudi, Senin (19/7/2021). Wukuf di Padang Arafah menjadi puncak ibadah selama prosesi haji. (FAYEZ NURELDINE/AFP)

Pendakwah Ustaz Adi Hidayat alias UAH pernah berpendapat terkait perbedaaan waktu antara Indonesia dan Arab Saudi khususnya perkara puasa Arafah. UAH mengutip HR Muslim nomor 1162 dari Abu Qatadah Al-Ansari.

“Nabi SAW pernah ditanya tentang puasa di hari arafah (9 dzulhijjah),” demikian arti hadis tersebut yang disampaikan oleh UAH seperti dikutip dari YouTube Sang Murobbi Channel.

Dalam hadis tersebut bukan ‘syiam arafah’ atau artinya puasa arafah. Menurut UAH, Arafah itu menunjuk pada momentum orang wukuf. 

“Jadi, kalau bahasanya puasa Arafah, maka tidak ada penafsiran. Semua di seluruh negeri ini harus berpuasa bersamaan dengan orang wukuf. Jadi, begitu di Arab Saudi wukuf sekarang, kita ikut puasanya di hari itu. Itu kalau tidak menggunakan (kata) yaum,” terangnya.

Sementara dalam hadis tersebut menggunakan kata ‘yaum’. UAH mengatakan, yaum disebut dengan huruf yang melekatkan sesuatu pada waktunya, bukan momentumnya. 

“Jadi, yaum itu menunjuk pada waktu. Maksudnya apa? Hadis ini ingin menegaskan puasa ini dilakukan bukan mengikuti momentumnya, tapi mengikuti waktunya,” jelas UAH.

Artinya, jika di suatu negara sudah masuk tanggal 9 Dzulhijjah sekalipun tidak sama dengan tempat orang wukuf di Arab Saudi, maka itu sudah harus menunaikan puasanya sesuai waktu negara tersebut.

“Jadi, jatuh puasanya pada tanggalnya, bukan pada momentum wukufnya pada tempat tertentu,” UAH menegaskan lagi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya