Liputan6.com, Jakarta - Baru sepekan menjabat, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman sambangi komisi XI DPR RI. Dalam kunjungannya, Iman mengutarakan lima usulan untuk RUU tentang Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Usulan pertama, BEI mendukung redefinisi efek agar menjadi objek pengaturan dan pengawasan di sektor pasar modal oleh OJK. Hal itu dimaksudkan untuk akomodasi perkembangan sektor keuangan yang bergerak cukup cepat.
Advertisement
Dengan redefinisi efek yang lebih luas, Iman menilai pengaturan dan pengawasan sektor pasar modal oleh OJK menjadi lebih luas dan dapat digunakan sebagai landasan hukum pengaturan berbagai perkembangan instrumen keuangan. Adapun saat ini, definisi efek yang berlaku di Indonesia adalah surat berharga.
"Apabila dimungkinkan menjadi instrumen efek. Mengingat ke depannya kita bicara bukan hanya surat berharga. Misalnya carbon trading itu bukan surat berharga, apabila dimungkinkan untuk dicatatkan di BEI, maka bisa terangkum dalam definisi efek tersebut,” kata Iman dalam RDPU dengan Komisi XI DPR, Rabu (6/7/2022).
Kedua, BEI mengusulkan adanya dukungan dalam rangka perluasan bisnis emiten dan pemerataan investor publik. Yakni melalui dukungan pengaturan atas kewajiban bagi perusahaan dengan kriteria tertentu untuk menjadi perusahaan tercatat di Bursa.
Misalnya, perusahaan-perusahaan yang mendapatkan nilai ekonomi tinggi dari Indonesia serta keterkaitan dengan ekonomi masyarakat banyak, dapat dipertimbangkan menjadi perusahaan tercatat di Indonesia. Sehingga bisa menjadi upaya untuk meningkatkan pemerataan kepemilikan bagi seluruh masyarakat, serta sebagai upaya keterbukaan informasi yang lebih tinggi karena diawasi stakeholder pasar modal.
"Contohnya anak perusahaan dari BUMN, mungkin BUMD. Lalu perusahana yang melakukan eksplorasi kekayaan alam Indonesia dan perusahana yang bergerak di bidang pelayanan masyarakat seperti perbankan, asuransi, dan sejenisnya,” ujar Iman.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Usulan Lainnya
Selanjutnya, BEI mengusulkan dukungan pengaturan terhadap OJK dan atau bursa efek yang diberikan kewenangan untuk mengatur besaran biaya jasa (brokerage fee) atas layanan anggota bursa kepada nasabahnya. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi predatory pricing antar anggota bursa dan berdampak pada pengembangan pasar modal.
"Saat ini banyak berkembang berbagai produk dan layanan dari pelaku pasar keuangan dengan biaya murah bahkan 0 persen. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidak seimbangan dalam upaya pengembangan pasar. Yakni antara literasi kepada masyarakat dan kesehatan industri pasar modal ke depan," kata dia.
Keempat, BEI mengusulkan adanya dukungan pengaturan terhadap OJK atau bursa efek untuk diberikan kewenangan dalam menetapkan atau mencabut suatu lembaga tertentu menjadi self regulatory organization (SRO).
Advertisement
Pengembangan Pasar Modal
Sebagai gambaran, Iman menyebutkan Asosiasi pasar modal di Jepang atau Japan Securities Dealers Association (JSDA), yakni SRO yang mengatur dan memantau aktivitas dari 500 perusahaan efek, bank, dan institusi keuangan yang berkaitan dengan aktivitas di pasar modal negeri Sakura itu.
"Apabila dimungkikan ada SRO lainnya, mungkin kami diberikan kewenangan untuk mencabut lisensinya. Tapi kami tidak menutup kemungkinan kalau memang RUU ini dimungkinkan untuk ada SRO lain," kata Iman.
Terakhir, dalam pengembangan pasar modal, BEI mengusulkan agar bursa efek diberikan kewenangan dalam menyediakan pelayanan atau jasa lain melalui anak perusahaan bursa efek.
"Kami memiliki beberapa anak perusahaan, dan kami menilai kelembagaan bursa efek saat ini dengan struktur anggota bursa dan kepemilikan oleh perusahaan efek sebagai pemegang saham saat ini, masih sangat relevan dalam upaya pengembangan ke depan," ujar Iman.
Selanjutnya
Sebagai perbandingan, Iman menyebutkan bursa Thailand masih memiliki struktur kepemilikan yang sama dengan bursa Indonesia, mencatatkan nilai transaksi harian yang dua kali lipat lebih besar dari Indonesia, dengan nilai kapitalisasi pasar yang relatif sama.
Rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di Thailand adalah USD 2,4 miliar, sedangkan di Indonesia USD 1,1 miliar. Dari sisi kapitalisasi pasar Indonesia tercatat sebesar USD 592 miliar dan Thailand USD 521,5 miliar.
"Artinya, apabila ada penambahan dari pemegang saham bursa efek mungkin kami sangat membuka opsi dilakukan di anak perusahaan. Nanti targetnya akan ada divestasi dari anak-anak perusahaan,”
"Contohnya untuk perdagangan obligasi, ada anak perusahaan di mana mungkin lebih relevan bagi bursa regional untuk masuk atau partner lain. Atau carbon trading misalnya, kita buat unit usaha untuk masuk anak usaha BEI,” imbuhnya memungkasi.
Advertisement