DPR Tegaskan Belum Akan Sahkan RKUHP, Masih Didiskusikan dengan Pemerintah

RKUHP akan masih bisa dibahas kembali karena isu-isu krusial masih diperdebatkan masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2022, 07:50 WIB
Gedung DPR/MPR di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menyerahkan draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada Komisi III DPR RI. Namun, RKUHP masih akan dibahas dengan fokus 14 isu krusial.

"RKUHP masih lanjutan ada 14 bahas isu krusial dan terkait 14 isu krusial. Dan tidak bisa masuk ke dalam batang tubuh dan akan masuk dalam pembahasan isu krusial," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

14 isu krusial itu adalah, hukum yang hidup dalam masyarakat, pidana mati, penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan tugasnya tanpa izin, contempt of court, unggas yang merusak kebun yang ditaburi Benih, advokat yang curang, penodaan agama, penganiayaan hewan.

Selain itu alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan, penggelandangan, pengguguran kandungan, dan yang terakhir adalah tindak pidana kesusilaan atau tindak pidana terhadap tubuh menyangkut perzinahan, kohabitasi, dan perkosaan.

Adies mengatakan, RKUHP akan masih bisa dibahas kembali karena isu-isu krusial ini masih diperdebatkan masyarakat. Misalnya pasal terkait pidana menyerang harkat dan martabat presiden dan wakil presiden alias penghinaan presiden.

"Untuk RKUHP masih ada sedikit diskusi mengenai isu krusial yang masih diperdebatkan di masyarakat. Dan mengerti kenapa ada pasal tentang penghinaan presiden dan akan dijelaskan dan seperti bentuk pasalnya," jelas Adies.

Politikus Golkar ini menjamin akan banyak mendiskusikan 14 isu krusial RKUHP saat masa sidang mendatang. Adies tidak menutup masyarakat dilibatkan dalam diskusi.

"Nanti kita bicararakan," ujarnya.

 


Bisa Terjadi Banyak Kemungkinan

Sementara Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan, diskusi kembali pasal krusial ini bisa terjadi banyak kemungkinan. Termasuk perubahan pasal, bahkan bisa saja tidak berubah.

"Kalau didiskusikan akan ada perubahan dan banyak hal yang bisa diubah. Tidak ada perubahan. Terhadap 14 isu masih didiskusikan. Ya bisa terjadi macam-macam," tegas Eddy.

Pemerintah tidak menargetkan kapan RKUHP akan disahkan. Sementara masih ada tenggat waktu di tahun 2022 ini.

"Yang jelas dia masuk Prolegnas 2022, sampai 31 desember 2022. Masih ada waktu," kata Eddy.

Pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Hiariej (Eddy), telah menyerahkan draft Revisi KUHP ke Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Eddy menyebut penyempurnaan draft RKUHP oleh pemerintah meliputi tujuh hal. Pertama, terkait 14 isu krusial. Kedua, terkait ancaman pidana. Ketiga, terkait bab tindak pidana penadahan, penerbitan, dan percetakan.

Keempat, terkait harmonisasi dengan UU di luar KUHP. Kelima, sinkronisasi batang tubuh dan penjelasan. Keenam, teknik penyusunan. Dan Ketujuh, berkaitan dengan typo atau perbaikan penulisan. 

 

 


Pasal Krusial

 

“Terkait 14 isu krusial berdasarkan hasil diskusi publik yang diselenggarakan di 12 kota di Indonesia, tim pembahasan RKUHP telah menjelaskan dan menyampaikan isu krusial RKUHP yang meliputi ada 14 isu,“ kata Eddy di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (6/7/2022).

Salah satu isu krusial yang masih dipertahankan adalah penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Menurut Eddy, ada penjelasan tambahan mengenai perbedaan kritik dan penghinaan.

“Jadi, kami menambahkan di penjelasan mengenai kritik yang dimaksud untuk kepentingan umum adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan dengan hak Berekspresi dan berdemokrasi, misalnya melalui kritik atau pendapat yagn berbeda dengan kebijakan presiden atau wakil presiden," ucap Eddy. 

"Kritik adalah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan presiden dan wapres yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut,” jelas Eddy.

Eddy menyebut kritik diperbolehkan selama bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan atau dilakukan dengan cara yang objektif. 

Kritik juga boleh mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan atau kebijakan atau tindakan presiden atau wapres. Kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat.

"Kritik tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat, menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wapres,” kata Eddy.

Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya