KPK Minta Hakim Cabut Hak Politik Bupati Kuansing

Bupati Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) non aktif, Andi Putra, dituntut 8 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

oleh M Syukur diperbarui 08 Jul 2022, 23:00 WIB
Suasana sidang kasus korupsi yang melibatkan Bupati Kuansing Andi Putra di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Bupati Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) non-aktif, Andi Putra, dituntut 8 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Tuntutan ini dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kepada majelis hakim yang diketuai Dahlan SH.

JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto SH dan Rio Fandi SH menyatakan Andi terbukti melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Selain penjara, JPU KPK juga menuntut Andi membayar denda Rp400 juta. Jika tak dibayar, Andi diwajibkan menjalani hukuman 6 bulan kurungan.

Tak hanya denda, Andi juga dituntut mengembalikan uang Rp500 juta. Uang pengganti itu merupakan pemberian dari PT Adimulia Agrolestari (AA) yang mengurus perpanjangan izin perkebunan.

"Jika tak dibayar, harta benda terdakwa disita, jika harta benda tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana pengganti kurungan penjara 1 tahun," kata JPU.

Selain pidana, JPU juga menyasar hak politik Bupati Kuansing itu. Jaksa ingin hakim mencabut hak politik, baik dipilih ataupun memilih, Andi Putra selama 5 tahun.

"Lima tahun usai terdakwa menjalani hukuman pidana," tegas JPU.

Sebelum menuntut, JPU KPK membacakan pertimbangan memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Adapun hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

 


Sopan

Adapun hal meringankan, terdakwa punya tanggungan keluarga, bersikap sopan dan baik di persidangan, dan belum pernah dihukum.

Sidang dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembelaan atau pledoi, baik dari penasihat hukum ataupun dari terdakwa sendiri.

Suap berawal Ketika PT AA ingin memperpanjang hak guna usaha (HGU) di Kabupaten Kuansing. Singkat cerita, Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA meminta Sudarso (berkas terpisah) mengurus perpanjangan.

Surat permohonan perpanjangan HGU PT AA tersebut diteruskan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing ke Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Riau secara berjenjang. Kemudian diteruskan ke Kementerian ATR/BPN, dalam hal ini Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah.

Dalam prosesnya, ada permintaan uang Rp2 miliar dari Andi Putra. Sebagai tanda kesepakatan, sekitar bulan September 2021, Sudarso diduga menyerahkan uang Rp500 juta kepada Andi Putra sebagai tanda jadi.

Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang Rp500 juta, uang tunai dalam bentuk rupiah dengan jumlah total Rp80,9 juta, mata uang asing sekitar SGD1.680 dan serta HP Iphone XR.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya