Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus mempertanyakan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi atau Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut harga sawit turun karena kebijakan ekspor Ukraina.
Dia meminta agar Luhut tak buang badan soal anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit dan CPO.
"Kalau Pak Luhut bilang itu karena Ukraina buka keran ekspor bunga matahari dan memangkas pajak ekspor, itu namanya buang badan dan tidak bertanggung jawab," kata Deddy dalam keterangannya, Jumat (8/7/2022).
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, anjloknya harga TBS sawit petani dikarrnakan kerusakan rantai pasok terkait moratorium ekspor, mekanisme perizinan ekspor (PE) yang memakan waktu. Kemudian, lanjut Deddy, kebijakan distribusi minyak goreng yang kacau, tingginya beban pungutan ekspor dan flusing out.
"Jadi jangan cari kambing hitam soal Ukraina sebab harga ke-ekonomian TBS dan CPO itu ambruk karena kapasitas tangki yg overload shgg tidak mampu menampung TBS dan siklus CPO nya tidak bisa berjalan normal," ujar Deddy.
Deddy menjelaskan bahwa pengelolaan CPO dan minyak goreng dibawah Luhut Panjaitan itu gagal total.
Menurut dia, ekspor tertahan dan merugikan negara, perusahaan sedang dirugikan karena kualitas CPO menurun dan petani kecil menjerit karena harga yang terjun bebas.
"Bahkan di saat demand global menurun nyaris 30 persen, harga TBS dan CPO tetap rontok dibawah harga keekonomian. Kenapa? Karena rantai pasok komoditas tersebut tersendat," tutur Deddy.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kondisi Pasar Global
Deddy menuturkan kondisi inilah yang kemudian mendorong pasar global mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan mereka akan minyak nabati.
Dan itu, menurut dia, didapat dari mulai mengalirnya minyak nabati selain sawit di dunia, salah satunya minyak bunga matahari dari Ukraina.
"Jadi masalahnya ada pada pengelolaan industri sawit di Indonesia yang carut marut, bukan semata-mata karena pengaruh global," ucap Deddy.
Oleh karena itu, kata dia, jalan keluarnya adalah memperbaiki mata rantai produk sawit dimana jaminan pasokan dalam negeri terjaga baik volume maupun harganya.
"Sudah saatnya kebijakan DMO dan DPO dievaluasi, pungutan yang berlebihan dikurangi, distribusi dan cadangan nasional dikendalikan dengan baik," tutup Deddy.
Advertisement
Menko Luhut Minta Kepala Daerah Bantu BPKP Audit Tata Kelola Industri Sawit
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut perbaikan tata kelola industri kelapa sawit dibutuhkan saat ini. Maka, perlu diawali dengan audit yang menyeluruh.
Menko Luhut menyebut, sebagai bagian dari peningkatan tata kelola industri sawit, Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk dilakukan audit terhadap tata kelola yang berjalan dan perbaikan yang dibutuhkan.
"Nantinya dari hasil audit kita bisa mendapatkan gambaran menyeluruh soal tata kelola dan perbaikan yang diperlukan," ucapnya mengutip keterangan resmi, Kamis 7 Juli 2022.
Oleh karena itu dirinya meminta kepada pemerintah daerah untuk dapat bekerjasama dengan BPKP untuk mensukseskan jalannya audit ini. Terutama dalam hal penyediaan data dan informasi yang dibutuhkan dalam melaksanakan audit.
Ia mengatakan, industri kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu industri strategis. Alasannya lebih dari 16,4 juta orang hidup dan bekerja dalam industri ini, serta merupakan penghasil ekspor terbesar.
Sebelumnya, Menko Luhut menyurati BPKP untuk melakukan audit industri kelapa sawit. Prosesnya paling tidak memakan waktu sekitar tiga bulan.
Dilakukan Lebih Cepat
Diberitakan sebelumnya, rencana audit perusahaan sawit akan berjalan setidaknya tiga bulan. Ini dihitung sejak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyurati Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menko Luhut menyebut dalam melakukan audit perusahaan sawit akan dijalankan selama tiga bulan. Waktu audit ini juga dikonfirmasi oleh Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh.
"Sudah disampaikan tiga bulan ya, Kalau saya minta lebih cepat," kata dia kepada wartawan di kantor BPKP, Rabu 15 Juni 2022.
Ia menyebut audit ini sudah mulai berjalan. Saat ini BPKP mulai mengumpulkan data dari pemerintah, yakni kementerian dan lembaga terkait yang mengurus regulasi.
"Sudah mulai jalan, dan sekarang ada asosiasi kabupaten-kabupaten penghasil kelapa sawit dan ada 154, mereka sudah bentuk asosiasinya mereka punya data-data nanti akan diserahkan kepada Pak Ateh (Kepala BPKP)," katanya.
Dengan adanya audit ini, ia meyakini akan membawa transparansi terkait perusahaan kelapa sawit di Indonesia.
"itu kan membuat negeri kita lebih transparan kenapa ada yang tidak suka diaudit itu kelapa sawit," ujarnya.
"Nah itu yang sekarang dengan audit itu kita lakukan dengan benar, dengan benar, berkeadilan, itu keinginan presiden. Jadi rakyat itu harus terima dengan berkeadilan," tambahnya.
Advertisement