Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi telah memberikan pidato penutup usai pertemuan tingkat Menlu dalam Foreign Ministers' Meeting (FMM) G20 pada Jumat (8/7/2022) di Bali.
Usai pertemuan, Menlu berharap para delegasi yang hadir bisa membangun jembatan dan bukan tembok untuk saling berkolaborasi dalam menemukan solusi atas isu global.
Advertisement
Dalam pernyataannya, ia menyampaikan bahwa ada dua isu utama yang dibahas selama pertemuan yakni penguatan multilateralisme dan isu ketahanan pangan.
Menlu Retno menyampaikan bahwa dalam sesi pertama, para menteri diberi pengarahan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Profesor Jeffrey Sachs dari Columbia University untuk mendapatkan wawasan tentang bagaimana menghidupkan kembali semangat multilateralisme dalam menghadapi tantangan global yang mendesak.
Sementara di sesi kedua, para anggota diberi pengarahan oleh Direktur Eksekutif Wakil Deputi Program Pangan Bisley Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk Energi Berkelanjutan.
"Saat ini pemulihan pasca pandemi masih menjadi prioritas global," ujarnya.
Kemudian, para delegasi juga menyatakan keprihatinan mendalam tentang konsekuensi kemanusiaan dari perang, serta dampak globalnya pada energi pangan dan keuangan.
"Beberapa anggota mengungkapkan kecaman atas tindakan invasi yang lebih telah menyebabkan penderitaan luar biasa bagi penduduk sipil dan ada kebutuhan untuk memastikan akses yang aman dan tanpa hambatan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan yang tepat waktu bagi mereka yang membutuhkan," ungkapnya lagi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sorot Isu Global
Isu pentingnya multilateralisme di tengah berbagai krisis global menjadi sorotan utama. Menlu Retno menegaskan krisis global hanya bisa diselesaikan dengan solusi global.
"Tantangan-tantangan global membutuhkan solusi-solusi global. Tetapi sejujurnya, kita tak bisa membantah bahwa ini telah semakin sulit bagi dunia untuk duduk bersama," ujar Menlu Retno Marsudi.
Menlu Retno pun mengakui ada krisis yang terjadi di tengah pemulihan akibat pandemi COVID-19, yakni perang di Ukraina.
"Kita bertemu hari ini pada saat ada tantangan-tantangan besar. Dunia masih belum pulih dari pandemi, tetapi kita sudah dihadapi dengan krisis lain: perang di Ukraina," ujar Menlu Retno.
"Efek riaknya dirasakan secara global pada makanan, energi, dan ruang fiskal. Dan seperti biasa... negara berkembang dan berpenghasilan rendah paling terkena dampak," tambahnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pertumbuhan global diproyeksikan melambat menjadi 2,9% pada tahun 2022, sementara inflasi dapat mencapai hingga 8,7% untuk negara-negara berkembang.
Advertisement
Menekankan Multilateralisme
Menlu Retno mengajak para delegasi yang hadir untuk menyelesaikan isu global tersebut secara bersama-sama.
"Tapi sejujurnya, kita tidak bisa menyangkal bahwa semakin sulit bagi dunia untuk duduk bersama. Situasi dunia saat ini membuat orang kehilangan kepercayaan pada multilateralisme dan kapasitasnya untuk merespons secara efektif tantangan global," paparnya.
Menlu Retno menyebutkan bahwa multilateralisme menjadi satu-satunya cara untuk mengoordinasikan tanggapan secara efektif terhadap tantangan global.
Ia pun menyinggung soal kunjungan Presiden Jokowi ke Rusia dan Ukraina beberapa waktu lalu.
Hal itu disebut sebagai cara Indonesia untuk ikut membangun "jembatan" antar negara dan mendukung perdamaian. Menlu Retno menjelaskan itu sesuai dengan prinsip Indonesia yang independen dan aktif.
"Karena perdamaian dan kemanusiaan adalah inti dari kebijakan luar negeri kita yang independen dan aktif, sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi kita. Jadi, kami selalu siap untuk berkontribusi menjawab tantangan yang kami hadapi saat ini," ungkapnya.