Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan ibadah wukuf di Arafah, 9 Zulhijjah 1443 Hijriyah bertepatan dengan hari Jumat (8/7/2022). Puncak ibadah haji yang jatuh pada hari Jumat ini disebut sebagai Haji Akbar.
Khatib Khotbah Wukuf di Arafah, Moh Mukri mengatakan, jemaah saat ini menjadi bagian dari sejarah yang jarang terjadi, yakni haji Akbar.
"Di mana ibadah wukuf kita laksanakan di hari mulia, hari Jumat. Ini merupakan bagian nikmat dari nikmat-nikmat Allah lainnya yang tidak bisa kita hitung satu per satu," kata Mukri dalam khotbahnya, Jumat 8 Juli 2022.
Baca Juga
Advertisement
Oleh karenanya, kata dia, tiada ungkapan yang pantas diucapkan pada kesempatan yang mulia ini selain kalimat Alhamdulillahi rabbil alamin. "Mudah-mudahan wukuf dan ibadah-ibadah kita lainnya di tanah suci ini diterima oleh Allah."
Rektor UIN Raden Intan Lampung ini menerangkan, al-Qur'an menyebut haji akbar di surat At-Taubah ayat 3. Inilah ayat dalam Al-Qur'an yang menyebutkan secara langsung istilah haji akbar yang juga pernah dialami oleh Rasulullah.
Ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar yang terjadi pada tahun ke 9 Hijriah.
"Haji akbar memang spesial dan memiliki kelebihan serta keistimewaan dibanding dengan musim-musim haji lainnya," kata dia.
Di momentum haji akbar ini, Mukri mengajak jemaah merenungkan perjalanan kehidupan sekaligus mengambil ibrah sebagai modal menghadapi masa depan. Bahwa, kehadiran kita ke Tanah Suci ini berasal dari arah yang berbeda-beda.
Jemaah haji juga disatukan oleh Allah dalam keragaman bangsa, suku, budaya, bahasa, dan banyak perbedaan lainnya yang merupakan sunnatullah.
"Kita disatukan dalam Islam rahmatan lil alamin melalui tuntunan syariat menjalankan kewajiban haji di Tanah Suci. Dengan hal ini kita diingatkan betapa pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai ukhuwah Islamiyyah, ukhuwah basyariyah, dan ukhuwah wathaniyah."
Ingatkan Keberagaman dan Perbedaan
Khatib mengingatkan pentingnya berlaku lemah lembut kepada sesama serta membuang jauh perilaku perilaku yang tidak mengedepankan tata krama, termasuk juga hati yang keras dalam mengajak kepada kebaikan.
Alih-alih akan mendatangkan sesuatu yang diharapkan, sikap negatif ini justru akan semakin menjauhkan orang-orang baik di sekitar kita.
"Mari tebarkan aura menyejukkan dan kedepankan diskusi dengan kepala dingin untuk menyelesaikan berbagai hal dalam mewujudkan kemaslahatan bersama. Bersikap baik dan berperilaku positif sudah menjadi setengah dari kesuksesan kita meraih sesuatu."
Mukri mengatakan, kita diingatkan oleh Allah untuk senantiasa menyadari adanya perbedaan penciptaan manusia. Ada pria ada wanita dengan berbagai suku bangsa ini bukan untuk dipertentangkan dan saling bercerai-berai.
Semua itu adalah untuk saling mengenal, menjalin komunikasi, sehingga terbangun harmoni di tengah kehidupan.
"Terlebih di negara kita Indonesia yang sangat bhineka dalam kebudayaan dan agama, perlu untuk dirawat sehingga senantiasa damai dan rukun dalam kehidupan beragama, berbangsa, serta bernegara."
Advertisement
Ketuk Pintu Langit untuk Perdamaian Dunia
Dalam rangka mewujudkan kehidupan yang harmoni antarsesama, sudah semestinya kita mengedepankan sikap moderat dalam segala hal, khususnya moderat dalam beragama.
"Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama, yaitu melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemashlahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa."
Moderasi bergama harus terus disyiarkan ke seluruh penjuru dunia agar peradaban dan perdamaian dunia bisa terwujud.
"Dari Padang Arafah, mari kita ketuk pintu langit, memohon senantiasa turun rahmat ke muka bumi. Semoga perdamaian dunia bukan hanya mimpi dan toleransi serta saling menghargai selalu bersemi," tandas Mukri.