Ini Perpres untuk Pelepasan Kawasan Hutan dan Pengadaan Tanah di IKN

Dikatakan Joko, untuk keperluan pembangunan di IKB, pemerintah memerlukan sejumlah lahan atau tanah untuk pengembangan infrastruktur di kawasan IKN.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2022, 18:37 WIB
Kementerian PUPR mempercepat pembangunan Bendungan Sepaku Semoi di Kabupaten Penajam Paser Utara. Bendungan Salah satu fungsi bentungan ini untuk mencegah banjir di IKN Nusantara (Dok PUPR)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Pusat telah mempertimbangan segala aspek hukum termasuk penyediaan lahan dan tanah untuk Ibu Kota Negara (Nusantara) di Kalimantan. Sehingga untuk masalah tersebut diharapkan masalah sengketa dan pertikaian penguasaan yang kemungkinan bisa terjadi kelak, telah diantisipasi dengan hadirnya Perpres No. 65/2022 yang secara umum mengatur masalah Pelepasan Kawasan Hutan dan Pengadaan tanah.

"Perpres No. 65/2022 itu secara garis besar mengatur tentang Perolehan Tanah di IKN, kemudian Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan tanah di IKN dan Pengendalian Pengalihan Hak Atas Tanah di IKN," ungkap Kepala Biro Hukum ATR/BPN Joko Subagyo saat webinar bertajuk Problematika Pembangunan IKN dan Peralihan Hak atas Tanah Untuk Kepentingan Umum yang digelar Universitas Kristen Indonesia di Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Atas dasar itu pula, pemerintah telah memulai secara bertahap melakukan pembangunan fisik di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tersebut.

Dikatakan lagi oleh Joko, untuk keperluan pembangunan di IKB, pemerintah tentunya memerlukan sejumlah lahan atau tanah yang nantinya untuk pengembangan infrastruktur di kawasan IKN.

Joko menambahkan, untuk perolehan tanah oleh Otorita IKN dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu melalui pelepasan kawasan hutan dan pengadaan tanah. Sedangkan dalam hal mekanisme pelepasan kawasan hutan, statusnya akan dilepaskan menjadi tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara, sehingga dapat digunakan untuk pembangunan IKN.

Pelepasan kawasan hutan dilakukan paling lama tiga bulan sejak permohonan diajukan oleh Kepala Otorita ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

"Setelah disetujui oleh Menteri LHK, maka kawasan hutan dilepaskan menjadi areal penggunaan lain," ungkap Joko.

Di acara yang sama, Dosen Hukum Pertanahan Program Studi Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia, Dr. Diana R. W. Napitupulu menyebutkan cakupan wilayah IKN berdasarkan UU No. 3 Tahun 2022, meliputi di dalamnya yaitu kawasan IKN seluas 56.180,75 hektare dan kawasan pengembangan IKN Nusantara seluas 199.961,95 hektare.

"Di IKN itu kepemilikan tanah dengan status HPL (Hak Pengelolaan). Adapun pemegang HPL harus lembaga negara dia diberi sebagian wewenang negara karena Undang-Undang dan juga Hak Pakai atas nama negara," ucap Diana.

"Untuk kawasan IKN, pemegang lahan dipegang oleh Otorita IKN. Otorita IKN dapat memberikan status HPL kepada badan hukum atau individu secara perjanjian," pungkas Diana.


Jangan Menimbulkan Kesenjangan

Sementara itu, anggota DPD RI Agustin Teras Narang yang turut berpartisipasi dalam acara tersebut mengingatkan agar Pemerintah Pusat melalui Otorita Ibu Kota Negara, tidak tergesa-gesa dalam melakukan pembangunan di lokasi IKN Nusantara, demi memenuhi target pada 2024.

"Otorita harus memahami betul kondisi dari wilayah-wilayah yang akan disiapkan menjadi IKN. Jangan sampai pembangunan smart city yang direncanakan di IKN Nusantara, justru menimbulkan kesenjangan, termasuk dengan daerah lain di Pulau Kalimantan," kata Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya