Benarkah Virus Zika Mampu Ubah Bau pada Tubuh?

Virus yang menyebabkan penyakit tropis seperti demam berdarah Dengue dan Zika dapat membajak aroma inang mereka untuk lebih menarik nyamuk.

Oleh DW.com diperbarui 10 Jul 2022, 19:40 WIB
(Sumber: iStockphoto)

, Jakarta - Beberapa virus tropis yang ditransmisi inang nyamuk dapat mengubah aroma tubuh. Hal ini juga yang membuat aroma tubuh menjadi aroma yang digemari nyamuk.

Virus yang menyebabkan penyakit tropis seperti demam berdarah Dengue dan Zika dapat membajak aroma inang mereka untuk lebih menarik nyamuk. Demikian hasil penelitian terbaru.

Temuan ini jadi signifikan, karena nyamuk adalah vektor utama yang bertanggung jawab atas penyebaran virus dengue dan Zika. Ketika nyamuk yang sehat digigit oleh yang terinfeksi, mereka dapat terinfeksi dan kemudian menyebarkan virus ke hewan lain.

Penelitian terkait strategi aroma ini, membantu menjelaskan berapa banyak penyakit yang ditularkan melalui penyebaran nyamuk, demikaian hasil riset yang dipublikasikan dalam jurnal Cell pada 30 Juni, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, (10/7/2022).

Aroma Tubuh yang Memikat

Studi ini menunjukkan, ketika manusia dan tikus terinfeksi virus Zika atau virus dengue, mereka mengeluarkan bahan kimia yang membuat mereka memiliki aroma tubuh yang enak dan menarik bagi nyamuk.

Para peneliti sudah mengetahui, beberapa jenis mikroorganisme mampu memanipulasi aroma tubuh inangnya. Berdasarkan sebuah studi tahun 2014, terbukti plasmodium patogen penyebar malaria, dapat meretas bau tubuh untuk menarik lebih banyak nyamuk.

Untuk memahami apakah virus Zika dan demam berdarah telah berevolusi untuk menarik perhatian nyamuk, para peneliti memutuskan untuk ibaratnya bertanya pada serangga itu sendiri.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Uji Coba

Ilustrasi Tikus (Sipa/Pixabay).

Sekelompok tikus yang terinfeksi virus Zika atau virus demam berdarah Dengue ditempatkan di satu kandang dan kelompok kontrol tikus sehat ditempatkan di kandang lain. Nyamuk kemudian diizinkan untuk memilih pilihan ‘makanan' mereka.

Sekitar dua pertiga nyamuk bergerak menuju kandang dengan tikus yang terinfeksi, kemudian dari hasil tinjauan menunjukkan bahwa hewan-hewan ini berbau, yang dianggap "lebih enak".

Untuk memahami alasan kimiawi di balik percobaan dengan tikus itu, para peneliti juga mengambil sampel udara dari setiap kandang untuk dianalisis. Gong Cheng, salah satu penulis studi, mengatakan kepada DW, terdeteksi total 422 bahan kimia yang mudah menguap.

Namun, hanya beberapa senyawa yang komposisinya bervariasi antara kandang yang berisi tikus yang tidak terinfeksi dan tiuks yang terinfeksi. Cheng mengatakan, para peneliti menguji udara dengan senyawa berbeda untuk melihat mana yang paling merangsang indera penciuman nyamuk. Senyawa dengan respon tertinggi disebut "asetofenon."

 

 


Asetofenon Terjadi Secara Alami

Zika, Virus Lama yang Muncul Kembali

Asetofenon terjadi secara alami di banyak makanan, termasuk apel, keju, aprikot, pisang, daging sapi dan kembang kol. Tikus yang terinfeksi Zika atau demam berdarah Dengue menghasilkan asetofenon sepuluh kali lebih banyak daripada tikus sehat.

Setelah para peneliti mengolesi tikus dan beberapa sukarelawan manusia dengan asetofenon, para peneliti dapat memastikan bahwa nyamuk memang tertarik dengan aroma dari asetofenon.

"Jadi, kami hanya fokus pada asetofenon dalam penelitian ini. Namun, kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa manusia dapat mengeluarkan bahan kimia volatil yang berbeda," kata Cheng, seraya menambahkan bahwa ia berencana untuk mempelajari bahan kimia tersebut dalam percobaan di masa depan.

Cheng dan rekan menemukan, peningkatan kadar asetofenon disebabkan oleh interaksi antara mikrobiota kulit inang yakni flavivirus dan nyamuk. Flavivirus juga menjadi penyebab Zika dan demam berdarah.

Bakteri yang menghasilkan asetofenon tumbuh secara alami di kulit. Pertumbuhan ini biasanya diatur oleh protein antimikroba yang disekresikan oleh sel-sel kulit. Studi tersebut mengungkapkan, gen yang bertanggung jawab untuk membuat protein ini, menjadi kurang aktif ketika tikus terjangkit demam berdarah Dengue atau Zika.

Hal ini menyebabkan inang mengeluarkan lebih banyak asetofenon dari biasanya, dan menarik nyamuk lapar. Pada dasarnya ini berarti bahwa virus mampu mempersenjatai diri dengan bau asetofenon untuk menyebar lebih luas.

 


Apa Kegunaannya Bagi Manusia?

Ilustrasi vaksin virus Zika. (Foto: techtimes.com)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, setiap tahun sekitar 390 juta orang terinfeksi virus dengue pemicu demam berdarah dan hampir setengah dari populasi dunia tinggal di daerah yang berisiko terinfeksi demam berdarah.

Infrastruktur perawatan yang buruk di banyak kawasan endemik ini, dapat menyebabkan tingkat kematian yang cukup tinggi.

Dengan mengidentifikasi bahan kimia yang bertanggung jawab atas penyebaran penyakit ini, para peneliti sekarang menyelidiki cara untuk mengurangi pelepasannya untuk membatasi gigitan nyamuk, setelah seseorang terinfeksi.

Salah satu solusi yang diusulkan studi, adalah konsumsi isotretinoin. Di dalam dunia kecantikan, isotretinoin kerap digunakan sebagai obat jerawat dan berasal dari turunan Vitamin A dan dijual secara komersial.

Para peneliti memberi makan isotretinoin secara oral kepada tikus, lalu memasukkannya ke dalam kandang dengan nyamuk. Mereka menemukan, nyamuk mendekati tikus yang terinfeksi yang diberi isotretinoin dengan cara yang sama seperti yang mereka lakukan pada hewan yang tidak terinfeksi.

"Kami mungkin akan mengembangkan cara baru, untuk menghentikan penyebaran flavivirus oleh nyamuk di masa depan," ungkap Cheng.

Infografis Waspada Zika (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya