2 Petinggi ACT Diduga Selewengkan Dana CSR Ahli Waris Korban Lion Air JT 610

Dugaan penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 ini terungkap setelah penyidik Bareskrim Polri memeriksa petinggi ACT sebagai saksi.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 09 Jul 2022, 16:14 WIB
Ilustrasi ACT. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri mengendus adanya dugaan penyelewengan dana sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Dana CSR yang dikelola ACT itu diberikan oleh perusahaan Boieng untuk disalurkan kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 2018 lalu.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, pendiri ACT Ahyudin dan pengurus ACT Ibnu Khajar diduga menyelewengkan dana kompensasi korban Lion Air JT 610 tersebut untuk kepentingan pribadi.

"Bahwa pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini Ahyudin (56) selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina, serta Ibnu Khajar (47) selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Ahmad Ramadhan dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/7/2022).

Ramadhan mengungkapkan bahwa Yayasan ACT menyalurkan dana sosial kemanusiaan berupa dana sosial atau CSR dari beberapa perusahaan atau lembaga. Salah satunya kepada ahli waris dari korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 jenis Boeing sebagai kompensasi.

Ramadhan menyebut, total dana CSR dari Boeing yang dikelola ACT mencapai Rp 138.000.000.000.

Menurut Ramadhan, pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris para korban masing-masing sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp 2.066.350.000, serta bantuan nontunai dalam bentuk dana CSR sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp. 2.066.350.000.

Namun dana CSR tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga/yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing. Dantaranya lembaga/yayasan harus bertaraf internasional.

 


Dana CSR Diamanatkan untuk Bangun Fasilitas Pendidikan

File foto pada 31 Oktober 2018 memperlihatkan beberapa keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 melihat barang-barang temuan di Pelabuhan JICT 2, Jakarta. 189 orang menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 pada 29 Okotber 2018 silam. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ramadhan menerangkan, pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditunjuk untuk mengelola dana sosial/CSR dari Boeing tersebut.

"Perwakilan ACT menghubungi para ahli waris korban meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR dikelola oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Di mana dana sosial/CSR diperuntukkan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban," terang dia.

Namun, pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh ACT.

Diduga, lanjut Ramadhan, dana CSR yang diperoleh dari pihak Boeing tak direalisasikan seluruhnya kepada ahli waris, melainkan dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT.

Disamping untuk mendukung fasilitas serta kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden Ahyuddin dan wakil Ketua Pengurus.

"Para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana CSR tersebut. Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana CSR tersebut yang merupakan tanggung jawab mereka," terang dia.

Infografis Pencabutan Izin Pengumpulan Uang dan Bantuan ACT. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya