, Moskow - Hanya empat hari sebelum invasi Rusia ke Ukraina, terkuak peredaran sebuah film dokumenter Prancis yang mengungkap percakapan telepon berisi perdebatan sengit antara Presiden Emmanuel Macron dan Presiden Vladimir Putin.
Mengutip laporan ABC Australia, Sabtu (9/7/2022, bocornya percakapan sengit dalam Bahasa Prancis dan Bahasa Rusia ini memicu reaksi keras dari Menlu Rusia, Sergey Lavrov.
Advertisement
Menlu Lavrov menyebut bahwa "etika diplomatik tidak membenarkan tindakan membocorkan pembicaraan secara sepihak dari rekaman seperti itu".
Film dokumenter berjudul A President, Europe and War, disiarkan di saluran TV France 2 dan mengungkapkan perdebatan dan ketegangan antara kedua pemimpin, Vladimir Putin dan Emmanuel Macron.
Dalam percakapan telepon, yang disebutkan berlangsung pada 20 Februari, Presiden Prancis Emmanuel Macron meledak marah setelah Presiden Putin menyarankan agar Prancis bernegosiasi dengan separatis pro-Rusia di Ukraina.
"Saya tidak tahu di mana pengacara Anda belajar hukum," ujar Presiden Prancis, terdengar gelisah.
Dia melanjutkan: "Dan saya tidak tahu pengacara seperti apa yang memberitahu Anda bahwa di negara berdaulat, undang-undang diusulkan oleh kelompok separatis dan bukan oleh otoritas yang dipilih secara demokratis."
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komentar Vladimir Putin
Vladimir Putin kemudian terdengar langsung menimpali bahwa Pemerintah Ukraina tidak dipilih secara demokratis.
"Mereka berkuasa melalui kudeta berdarah. Ada orang yang dibakar hidup-hidup. Itu adalah pertumpahan darah dan (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelensky adalah salah seorang dari mereka yang bertanggung jawab," jawab Presiden Putin.
Dia kemudian melanjutkan: "Dengarkan saya baik-baik ya. Prinsip dialog itu adalah mempertimbangkan kepentingan pihak lain. Ada proposalnya.""Kaum separatis, seperti yang Anda sebutkan, meneruskan proposal itu ke Pemerintah Ukraina, tapi mereka tidak mendapatkan jawaban apa pun," ujarnya.
"Jadi, di mana dialognya?" kata Putin lagi.
Presiden Macron kemudian mengusulkan pertemuan puncak di Jenewa dengan Presiden AS Joe Biden tapi tidak disambut Presiden Putin - yang mengakui bahwa dia berencana bermain hoki es dan berada di gym saat percakapan telepon itu.
Percakapan selama sembilan menit yang intensif berakhir, dengan saran dari Presiden Macron untuk tetap menjaga hubungan. "Begitu ada sesuatu, telepon saya," katanya kepada Presiden Putin.
Presiden Rusia itu kemudian mengakhiri percakapan dengan menyampaikan terima kasih kepada Presiden Macron dalam Bahasa Prancis.
Advertisement
Presiden Rusia Vladimir Putin Klaim Deklarasi Kemenangan di Luhansk Ukraina
Sementara itu, baru-baru ini Presiden Rusia Vladimir Putin mendeklarasikan kemenangan atas Provinsi Luhansk di timur Ukraina tepatnya pada Senin 4 Juli 2022. Klaim itu mengemuka ketika pasukan Ukraina mundur dari benteng terakhir mereka di Kota Lysychansk.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu melaporkan kepada Vladimir Putin dalam pertemuan yang disiarkan televisi hari Senin bahwa pasukan Rusia telah menguasai Luhansk. Kemudian, Putin mengatakan bahwa unit militer "yang terlibat dalam pertempuran aktif dan telah mencapai keberhasilan dan kemenangan" di Luhansk, "harus beristirahat dan meningkatkan kemampuan tempur mereka."
Sementara Gubernur Luhansk Serhiy Haidai mengatakan kepada Associated Press hari Senin bahwa pasukannya, pasukan Ukraina, telah mundur dari Lysychansk untuk menghindari pengepungan.
"Terdapat risiko pengepungan di Lysychansk," kata Haidai, yang menurutkan bahwa pasukan Ukraina bisa saja bertahan lebih lama, namun kemungkinan akan memakan lebih banyak korban.
"Kami berhasil melakukan penarikan terpusat dan mengevakuasi semua yang terluka," tambahnya. "Kami mengambil kembali semua peralatan. Jadi dari sudut pandang ini, proses penarikan diatur dengan baik."
Mengutip VOA Indonesia, Selasa (5/7/2022), pasukan Moskow langsung mengalihkan perhatian mereka ke pertempuran di Provinsi Donetsk yang bersebelahan. Provinsi itu merupakan bagian dari wilayah industri Donbas yang ingin dikuasai Putin selama invasinya ke Ukraina, yang telah memasuki bulan kelima, setelah sebelumnya gagal menggulingkan pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atau merebut ibu kota, Kiev.
Vladimir Putin Belum Tentu Hadir di G20 Bali, Ini Alasannya
Sejauh ini pihak Rusia masih belum memberikan kepastian apakah Presiden Vladimir Putin akan hadir ke Bali untuk pertemuan G20. Kementerian Luar Negeri Rusia mengungkapkan dua alasan yang bisa menghalangi kehadiran Presiden Vladimir Putin ke Bali.
Rusia mengaku akan melihat situasi global terlebih dahulu. Alasan selanjutnya adalah terkait kesehatan.
"Terkait G20 summit pada bulan November, sebuah undangan resmi dari Presiden Indonesia Joko Widodo kepada pemimpin Rusia telah diterima. Jakarta secara tentatif diinformasikan niat Presiden Vladimir Putin untuk mengambil bagian," tulis pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia, dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Kamis (7/7/2022).
"Format partisipasinya masih di bawah klarifikasi tergantung perkembangan situasi di dunia dan menimbang situasi sanitasi dan epidemiologi di Asia Tenggara," lanjut pihak Kemlu Rusia.
Pada pertemuan Menteri Luar Negeri G20 Bali, Menlu Sergey Lavrov dipastikan akan hadir pada 7-8 Juli 2022. Pihak Rusia berharap G20 bisa mencapai keputusan yang menguntungkan bersama.
"Rusia menilai G20 sebagai forum terdepan untuk kerja sama ekonomi internasional dan sebagai mekanisme efektif untuk pemerintahan multilateral pada basis di mana keputusan-keputusan yang dipertimbangkan dengan baik perlu menjadi kepentingan seluruh dunia," ujar pihak Kemlu Rusia.
Pihak Rusia turut memuji Indonesia sebagai tuan ramah dan mendukung tema-tema yang dibahas seperti pelayanan kesehatan, keamanan energi, dan digitalisasi.
Meski demikian, delegasi-delegasi dari negara lain mengaku ingin membahas invasi Rusia ke Ukraina. Menlu Kanada Melanie Joly terutama mengaku siap melawan propaganda Rusia di G20 Bali.
Advertisement