Saat Ketegangan Geopolitik Bayangi Pasar Keuangan

Berbagai ketegangan geopolitik meningkatkan risiko pasar tetapi akan bergantung besar dan panjang tegangan yang pengaruhi pasar secara struktural dalam jangka panjang.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jul 2022, 12:44 WIB
Suasana kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11). Dari 538 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, 181 saham menguat, 39 saham melemah, 63 saham stagnan, dan sisanya belum diperdagangkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketegangan politik meningkat pada pekan ini sehingga mempengaruhi pasar. Lalu bagaimana dampak ketegangan geopolitik ke depan?

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (10/7/2022), indeks VIX yang mengukur kecemasan pasar alami kenaikan pada Jumat, 8 Juli 2022 tetapi tetap rendah dibandingkan pertengahan Juni 2022.

Namun, nada yang dikirim Rusia ke Ukraina menjadi lebih sulit menunjukkan aksi militer belum dimulai dengan sungguh-sungguh sehingga menyiratkan resolusi untuk masalah yang ada belum dapat terjadi dalam waktu dekat.

Pada saat yang sama terjadi pengunduran diri Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan penembakan terhadap mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Keduanya menjadi berita utama, tetapi menjadi kurang structural.

"Secara historis kita melihat bahwa berbagai ketegangan geopolitik meningkatkan risiko pasar tetapi akan bergantung besar dan panjang tegangan yang pengaruhi pasar secara struktural dalam jangka panjang,” demikian mengutip dari riset PT Ashmore Asset Managament Indonesia.

Ashmore menilai, dampak agresi Rusia sejauh ini berdampak terhadap komoditas dan inflasi. Dengan demikian, seiring berita isu geopolitik kecuali jika ubah lintasan komoditas dan inflasi atau dampak pada resesi ekonomi akan ciptakan reaksi jangka pendek.

"Dalam waktu dekat, kita mungkin memiliki volatilitas yang menghadirkan peluang perdagangan yang baik di kedua kelas. Kami terus melihat pertumbuhan structural mungkin terjadi untuk mendukung saham lebih dari kelas aset lainnya, terutama di pasar tertentu seperti di Indonesia dan negara-negara berkembang yang mendapatkan manfaat dari lonjakan komoditas dan memiliki ruang pada keseimbangannya untuk mendukung dampak inflasi,” tulis Ashmore.

Dengan melihat kondisi itu, saham memiliki prospek lebih baik di tengah tekanan dari pergerakan imbal hasil surat utang global.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Sentimen yang Bayangi Pasar Keuangan

Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Indonesia menjadi salah satu negara dengan kinerja saham terbaik pada semester I 2022. Hal ini seiring kondisi ekonomi yang stabil, harga komoditas dan neraca yang lebih sehat.

Demikian mengutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu, 3 Juli 2022. Dalam riset itu disebutkan, pihaknya melihat kemungkinan tekanan eksternal akan mulai berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada saat ini, perusahaan Indonesia masih melaporkan keuntungan cukup kuat.  

Perusahaan tersebut yang masuk perusahaan blue chip yang menyumbang mayoritas terhadap indeks. Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) yang masih sangat hawkish.

Inflasi Amerika Serikat sudah mulai mereda pada Mei 2022. Namun, secara struktural, inflasi masih ada tekanan sehingga the Fed masih agresif untuk memperketat kebijakan moneter.

"Konsensus memperkirakan suku bunga the Fed akan naik 150 basis poin pada akhir 2023, meninggalkan lebih banyak tekanan untuk imbal hasil aset,” demikian mengutip riset Ashmore Asset Management Indonesia, Minggu, 3 Juli 2022.

Kedua, sepertinya serangan Rusia ke Ukraina tidak mereda. Hal ini membuat krisis sumber daya dan energi seiring penutupan gas Rusia ke Eropa mungkin akan segera terjadi. Dengan demikian, risiko pada komoditas, inflasi dan pasar tetap tinggi.

Ketiga, China telah membuka kembali ekonominya setelah kasus nol COVID-19 dan melonggarkan penguncian. Saat ini, China hadapi kenaikan pengangguran seiring kebijakan nol COVID-19 yang ketat pengaruhi kegiatan ekonomi dan menekan pasar lowongan kerja.

"Meskipun pun ini adalah kabar baik dan pasar telah menanggapi dengan tepat, pemerintah China telah menyarankan itu tidak akan menghindar dari melakukan penguncian lain untuk lonjakan kasus positif COVID-19,"


Bagaimana cara investasi untuk sisa tahun ini?

Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ashmore melihat ini adalah waktu yang tepat jika tidak kembali kunjungi portofolio dan melihat apakah akan seimbangkan kembali alokasi.

"Strategi saham kami juga telah bergerak dari pertumbuhan menuju valuasi yang juga telah bergerak dari pertumbuhan menuju valuasi seperti yang kita lihat pertumbuhan earning per share (EPS) paling cepat telah terjadi,”

Ashmore merekomendasikan overweight dalam saham pada semester I 2022 dan underweight untuk obligasi. Sementara ini tetap terjadi untuk jangka panjang.

"Kami merekomendasikan bahwa dalam jangka pendek, portofolio seimbang bisa mendapatkan keuntungan lebih cepat,"

 


Kinerja IHSG 4-8 Juli 2022

Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah selama sepekan pada 4-8 Juli 2022. Analis menilai, koreksi IHSG terjadi didorong sentimen global seiring kekhawatiran potensi resesi.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG melemah 0,80 persen ke posisi 6.740,21 pada 4-8 Juli 2022 dari pekan lalu di posisi 6.794,32. Kapitalisasi pasar turun 0,41 persen menjadi Rp 8.850,22 triliun. Kapitalisasi pasar susut Rp 36 triliun dari pekan lalu di posisi Rp 8.886,50 triliun.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menuturkan, IHSG bergejolak di pasar seiring kekhawatiran potensi resesi. Selain itu, sentimen lainnya yang bayangi pasar dari sentimen global yaitu inflasi, kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau the Fed lebih cepat, resesi, dan krisis pasokan global.

"Suku bunga naik untuk jaga inflasi dan jumlah uang beredar. Namun, pasokan global apakah bisa penuhi permintaan sehingga diperkirakan harga akan labil dan berada di atas," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 9 Juli 2022.

Ia menambahkan, berdasarkan laporan Bloomberg, potensi resesi mencapai 38 persen dan semakin naik. Diperkirakan potensi resesi terjadi awal 2023. Dengan perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi, menurut Nico membuat minat investasi turun. Sentimen kenaikan suku bunga the Fed juga berpotensi dorong resesi sehingga akan berdampak terhadap kinerja perusahaan.

"Pendapatan perusahaan akan turun diproyeksikan kuartal II dan kuartal III. Pendapatan perusahaan turun 5-10 persen, jadi dicemaskan pasar,” kata dia.

Namun, Nico menilai, sentimen positif berasal dari pemulihan ekonomi China. Ini ditunjukkan dari data PMI yang berangsur-angsur pulih. "Kontribusi China sepertiga dari pasokan global, jadi ini poin positif,” kata dia.

 


Sentimen Dalam Negeri

Karyawan mengambil gambar layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dari dalam negeri, Nico menuturkan, pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pengaruhi IHSG. Rupiah tembus 15.000 per dolar AS, menurut Nico merupakan hal wajar lantaran Bank Indonesia (BI) tidak menaikkan suku bunga. Hal itu berpotensi membuat aliran dana asing keluar.

Nico menilai, BI memilih untuk memulihkan stabilitas ekonomi dalam negeri sehingga pertahankan suku bunga acuan. Hal itu berdampak terhadap pelemahan rupiah. "BI tidak dapat menyenangkan semua pihak. Memang ada harga yang dibayar (yaitu-red) pelemahan rupiah. BI memilih pemulihan stabilitas ekonomi," ujar dia.

Di sisi lain, data PMI Indonesia, menurut Nico masih berada di batas 50 yang berarti ada ekspansi turut bayangi IHSG.

Selain IHSG dan kapitalisasi pasar yang merosot, rata-rata frekuensi transaksi harian bursa susut 7,89 persen menjadi 1.039.217 transaksi dari 1.128.267 transaksi pada penutupan pekan lalu. Rata-rata volume transaksi bursa juga melemah 7,36 persen menjadi 17,60 miliar saham dari 19 miliar saham pada pekan lalu.

Selain itu, rata-rata nilai transaksi harian bursa merosot 10,95 persen menjadi Rp 10,83 triliun dari Rp 12,16 triliun pada pekan sebelumnya.

Adapun pada pekan ini, investor asing melakukan aksi jual saham Rp 2,53 triliun. Investor asing membukukan nilai beli bersih Rp 119,91 miliar pada Jumat, 8 Juli 2022. Sepanjang 2022, investor asing membukukan beli bersih Rp 58,53 triliun.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya