Liputan6.com, Jakarta Setiap pasangan yang menjalin hubungan, pasti ingin langgeng, bahkan sampai ke jenjang pernikahan. Namun harapan memang kadang nggak sesuai dengan kenyataan.
Dan pastinya, kenyataan yang dirasa pahit, tetap harus dilalui. Because life must go on. Apapun penyebabnya, putus cinta pastinya akan dilalui dengan proses yang sulit.
Advertisement
Sedih dan menyakitkan sudah pasti dirasakan. Namun bagi sebagian orang, ketika dalam kondisi patah hati, nggak sedikit yang justru kehilangan nafsu makan. Kenapa hal ini terjadi?
Dikutip laman Dream seperti dijelaskan dari Delish.com, ada sebuah penelitian dari penulis Belanda, Gert Ter Horst, mengungkapkan bahwa kehilangan nafsu makan saat putus cinta disebabkan karena hormon yang rusak.
Saat kondisi tersebut, detak jantung lebih tinggi sehingga kadar kortisol dan adrenalin meningkat. Alhasil, tubuh pun jadi kesulitan tidur dan sakit perut, sehingga jadi kehilangan nafsu makan.
Bahkan saat putus cinta, tubuh seperti dalam mode bertahan hidup. Tubuh dalam stres tinggi, membuat saraf simpatik bekerja. Rasa lapar pun nggak jadi prioritas. Emosi jadi kacau-balau dan bisa memengaruhi kebiasaan makan.
"Area otak yang bertanggung jawab atas emosi dan rasa sakit emosional juga mengatur bagaimana kita makan, kebutuhan kita akan makan, dan apa yang kita rasa," kata Horst.
Ketika rasa lapar mulai muncul jadi prioritas, makanan yang dipilih pun bisa jadi makanan yang berlemak. Alasannya, untuk menebus defisit kalori dan menurunkan tingkat oksitosin.
Maka nggak heran bagi beberapa orang, saat putus cinta berat badannya turun drastis. Tentunya hal ini nggak boleh dibiarkan. Bila berlangsung terlalu lama bisa berujung depresi yang bisa mengancam kesehatan fisik dan mental secara keseluruhan.
Jadi, jangan segan mencari pertolongan jika tenggelam dalam kesedihan. Kamu nggak perlu malu untuk datang ke rumah sakit dan mencari pertolongan psikolog atau psikiater.
Maka dari itu, pilihlah rumah sakit atau penyedia layanan kesehatan yang unggul dan terpercaya. Kamu bisa berkonsultasi dengan ahlinya karena sang dokter dapat memahami perspektifmu dan memberikan langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Kamu harus ingat bahwa setiap orang termasuk dirimu, kalau kamu berhak bahagia dan berharga.
(*)