Polisi Kembali Periksa Ahyudin dan Ibnu Khajar Terkait Dugaan Penyelewengan Dana ACT

Penyidik Bareskrim Polri mengendus adanya dugaan penyelewengan dana CSR yang dikelola ACT. Dana CSR yang dikelola ACT itu diberikan oleh perusahaan Boieng untuk disalurkan kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 2018 lalu.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 11 Jul 2022, 08:25 WIB
Presiden ACT Ibnu Khajar (kiri) saat memberikan paket sembako dalam Operasi Pangan Murah di Masjid Assuada, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Jumat (15/10/2021). (dok: ACTNews)

Liputan6.com, Jakarta Polisi kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin terkait kasus dugaan penyelewengan dana kemanusiaan.

"Seperti kemarin, jam 10.00 WIB-an," tutur Kasubdit IV Dit Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji saat dikonfirmasi, Senin (11/7/2022).

Menurut Andri, penyidik juga turut memanggil dua pengurus ACT lainnya untuk dimintai keterangan. Jadi, setidaknya penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap empat orang terkait dugaan penyelewengan donasi umat.

"Hari ini termasuk Manajer Operasional dan Bagian Keuangan ACT," kata Andri.

Penyidik Bareskrim Polri mengendus adanya dugaan penyelewengan dana sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Dana CSR yang dikelola ACT itu diberikan oleh perusahaan Boieng untuk disalurkan kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 2018 lalu.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, pendiri ACT Ahyudin dan pengurus ACT Ibnu Khajar diduga menyelewengkan dana kompensasi korban Lion Air JT 610 tersebut untuk kepentingan pribadi.

"Bahwa pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini Ahyudin (56) selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina, serta Ibnu Khajar (47) selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Ahmad Ramadhan dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/7/2022).

Ramadhan mengungkapkan bahwa Yayasan ACT menyalurkan dana sosial kemanusiaan berupa dana sosial atau CSR dari beberapa perusahaan atau lembaga. Salah satunya kepada ahli waris dari korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 jenis Boeing sebagai kompensasi.

Ramadhan menyebut, total dana CSR dari Boeing yang dikelola ACT mencapai Rp 138.000.000.000.

 

 


Dugaan Tidak Transparan dalam Penyaluran Dana Boeing

Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ibnu Khajar saat menggelar konferensi pers. (Foto: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com).

Menurut Ramadhan, pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris para korban masing-masing sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp 2.066.350.000, serta bantuan nontunai dalam bentuk dana CSR sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp. 2.066.350.000.

Namun dana CSR tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga/yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing. Dantaranya lembaga/yayasan harus bertaraf internasional.

Ramadhan menerangkan, pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditunjuk untuk mengelola dana sosial/CSR dari Boeing tersebut.

"Perwakilan ACT menghubungi para ahli waris korban meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR dikelola oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Di mana dana sosial/CSR diperuntukkan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban," terang dia.

Namun, pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh ACT.

Diduga, lanjut Ramadhan, dana CSR yang diperoleh dari pihak Boeing tak direalisasikan seluruhnya kepada ahli waris, melainkan dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT.

Disamping untuk mendukung fasilitas serta kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden Ahyuddin dan wakil Ketua Pengurus.

"Para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana CSR tersebut. Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana CSR tersebut yang merupakan tanggung jawab mereka," terang dia.

Infografis Pencabutan Izin Pengumpulan Uang dan Bantuan ACT. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya