Transformasi Digital, Indonesia Punya PR Besar Bangun Fiber Optik di Wilayah Timur

Menko Airlangga mengatakan wilayah Indonesia Timur sangat penting bagi kemajuan digitalisasi. Dalam keseharian, orang-orang di timur memulai aktivitasnya lebih dulu ketimbang orang-orang di wilayah barat.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jul 2022, 12:41 WIB
Pertemuan virtual antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan Sekretaris Eksekutif United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) Armida S. Alisjahbana, Rabu (22/6/2022). (Sumber: ekon.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah punya pekerjaan rumah (PR) untuk menghadirkan infrastruktur dasar penunjang akselerasi dan transformasi digital. PR ini terbesar terutama di Indonesia bagian timur. 

Menko Airlangga mengatakan, pemerintah harus membangun fiber optik di Indonesia bagian timur untuk bisa menghubungkan dari barat menuju timur untuk mensukseskan digitalisasi.

"Selain satelit juga infrastruktur dalam bentuk fiber optik yang juga tersambung dari timur ke barat, bukan lagi dari barat ke timur," kata Airlangga dalam Leaders Talk, Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022, di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali Senin (11/7/2022).

Airlangga mengatakan wilayah Indonesia Timur sangat penting bagi kemajuan digitalisasi. Dalam keseharian, orang-orang di timur memulai aktivitasnya lebih dulu ketimbang orang-orang di wilayah barat. Hal ini merujuk pada terbitnya matahari dari sebelah timur yang bergerak ke sebelah barat.

Dia menilai, jika penggunaan digitalisasi di timur sudah optimal, Indonesia diprediksi bisa lebih maju dari negara tetangganya seperti Singapura. Inilah kata Airlangga yang menjadi pekerjaan rumah Indonesia untuk mencapai digitalisasi.

"Orang di timur kerja duluan jadi bangun duluan, kerja duluan. Kalau stock market kita bergerak dari timur mungkin kita lebih pagi dari Singapura dan Hongkong," kata dia.

Saat ini, Indonesia tengah merancang pengembangan produk infrastruktur dasar digital bersama Bos Tesla, Elon Musk. Proyek ini bernama satelit orbit rendah atau low earth satellite. Pengembangan satelit ini dinilai cocok untuk wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

"Low orbit satellite game changer juga dalam negara kepulauan seperti di Indonesia. Kita ada 17 ribu pulau. Tidak mungkin 17 ribu pulau disambung dengan fiber optic," tuturnya.

Airlangga mengatakan di pulau dan kota besar telah menggunakan fiber optik sebagai infrastruktur dasar digital. Namun tetap selalu ada blank spot. Blank spot ini akan diisi low earth satellite orbit.

"Kalau sekarang teleponnya yang roaming tapi masa depan satelite yang roaming. Jadi ini perubahan mendasar," kata Airlangga Hartarto.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Dorong Transformasi Ekonomi Digital, Pemerintah Perlu Jalankan Koregulasi

Ilustrasi ekonomi digital. Freepik

Untuk mendorong transformasi ekonomi digital Indonesia yang berkelanjutan, pemerintah perlu mengedepankan upaya koregulasi (co-regulation). Langkah ini harus melibatkan semua pihak melalui pembagian peran dan tanggung jawab.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menjelaskan, pendekatan koregulasi untuk ekonomi digital dapat memastikan tersedianya data dan pengetahuan yang diperlukan negara dari lintas sektor.

"Selain itu juga bisa menciptakan mekanisme dialog dan memungkinkan adaptasi yang fleksibel dalam ekonomi digital yang cepat berubah seiring perkembangan inovasi,” terang Pingkan dalam keterangan tertulis, Minggu (10/7/2022).

Koregulasi memberikan wewenang kepada pihak-pihak non-pemerintah yang terlibat untuk membuat peraturan sesuai dengan kewenangannya. Namun implementasinya tetap di bawah pengawasan pemerintah. Inilah yang membedakannya dari public private dialogue yang hanya sebatas dialog yang melibatkan semua pihak.

Koregulasi membutuhkan komitmen pada sebuah kerangka peraturan yang jelas dan holistik yang melibatkan ragam pemangku kepentingan dalam memformulasinya, agar menghindari tumpang tindih maupun ketidakjelasan arah pembangunan ekonomi digital.

Selain pembagian tanggung jawab antara publik dan swasta secara formal, para pelaku bisnis dan asosiasi juga perlu dilibatkan dalam implementasi regulasi, untuk membantu memastikan regulasi tetap dapat ditegakkan tanpa menghambat proses inovasi.

 


Regulatory Sandbox

Penggunaan regulatory sandbox adalah contoh praktis dan positif dari proses semacam itu. Proses ini memberikan ruang bagi pembuat kebijakan dan pelaku bisnis untuk terlibat dalam proses penemuan ide dan eksperimen dalam kerangka peraturan atau hukum yang bersifat sementara sekaligus fleksibel.

Pemantauan dan evaluasi diperlukan untuk meninjau secara berkala proses koregulasi dan memastikan bahwa semua pelajaran yang didapat terekam dan transparan. Diperlukan juga jaminan keamanan ekosistem digital bagi penggunanya.

Penelitian CIPS tahun 2021 menunjukkan, pemerintah dapat fokus pada empat bidang kebijakan ekonomi digital, yaitu perlindungan konsumen, privasi data, keamanan siber dan pembayaran elektronik, untuk memastikan inklusivitasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya