Pengendali Tunas Baru Lampung Beli Saham TBLA Rp 108,75 Miliar

PT Budi Delta Swakarya membeli 150 juta saham TBLA pada 5 Juli 2022 dengan harga transaksi Rp 725 per saham.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Jul 2022, 15:15 WIB
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemegang saham PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dan sekaligus pengendali perseroan yaitu PT Budi Delta Swakarya menambah kepemilikan saham TBLA sebesar 2,81 persen.

Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (11/7/2022), PT Budi Delta Swakarya membeli 150 juta saham TBLA pada 5 Juli 2022 dengan harga transaksi Rp 725 per saham. Dengan demikian, nilai pembelian saham TBLA tersebut Rp 108,75 miliar.

Dengan pembelian saham itu, Budi Delta Swakarya memiliki 29,99 persen saham TBLA dengan status kepemilikan langsung. Jumlah kepemilikan saham itu setara 1.602.246.896 saham TBLA. Sebelum transaksi itu, PT Budi Delta Swakarya memiliki 1.452.246.896 saham TBLA atau setara 27,18 persen.

"Tujuan dari transaksi ini adalah PT Budi Delta Swakarya bermaksud untuk meningkatkan persentase kepemilikan sahamnya di perseroan di mana diharapkan berpotensi dapat memberikan manfaat di masa yang akan datang,” tulis Presiden Direktur PT Tunas Baru Lampung Tbk Sudarmo Tasmin dalam keterbukaan informasi BEI.

Pada perdagangan Senin, 11 Juli 2022, saham Tunas Baru Lampung melemah 4,35 persen ke posisi Rp 770 per saham. Saham TBLA dibuka melemah 25 poin ke posisi Rp 780. Saham TBLA berada di level tertinggi Rp 790 dan terendah Rp 760 per saham. Total frekuensi perdagangan 486 kali dengan volume perdagangan 16.466 saham. Nilai transaksi Rp 1,3 miliar.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tebar Dividen 2021

Ilustrasi dividen (image by Alexsander-777 from pixabay)

Sebelumnya, pemegang saham PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) menyetujui pembagian dividen tunai atas laba bersih perseroan tahun buku 2021.

Perseroan akan membagikan dividen total senilai Rp 263,84 miliar. "RUPST menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih perseroan untuk tahun buku 2021 yaitu dengan membagikan dividen tunai sebesar Rp 263,84 miliar atau sebesar Rp 50 per saham," mengutip hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) Tunas Baru Lampung, Kamis (30/6/2022).

Tunas Baru Lampung membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2021 mencapai Rp 738,20 miliar, naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 698,85 miliar. Raihan itu berasal dari pendapatan yang juga naik dari Rp 10,86 triliun di 2020 menjadi Rp 15,97 triliun di 2021.

Selain dibagikan sebagai dividen, sebesar Rp 500 juta laba bersih 2021 ditetapkan sebagai dana cadangan. Sisa dari laba bersih perseroan setelah dikurangi dana cadangan akan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional perseroan yang dimasukkan dalam pos saldo laba.

 


Memilih Saham Emiten Sawit saat Harga CPO Melambung

Suasana pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, harga crude palm oil (CPO) melonjak pada awal 2022. Bahkan harga CPO sempat tembus USD 2.000 per ton di bursa komoditas Rotterdam.

Pada 3 Januari 2022, harga CPO tembus USD 1.320 per ton, dan tembus USD 2.010 per ton pada 9 Maret 2022. Kenaikan harga CPO tersebut dinilai akan berdampak positif untuk emiten produsen CPO.

“Sudah naik sekitar 30 persen itu tentunya dampaknya akan sangat positif terhadap kinerja mereka ya. Pendapatan mereka itu tergantung dari yang pertama dari volume penjualan, yang kedua dari harganya,” ungkap Analis PT Indo Premier Sekuritas Mino saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (27/3/2022).

“Jadi, kalau harganya naik dampaknya akan sangat positif. Saya pikir untuk emiten CPO lebih ke arah positif untuk emiten CPO,” ia menambahkan. Dia menambahkan, berjalannya aktivitas ekonomi berkaitan dengan kemungkinan naiknya konsumsi biofuel dan bisa mendongkrak harga CPO ke depan.

Mino menuturkan, intinya faktor tren komoditas terutama energi dan pangan CPO masuk keduanya. Sebagai pangan dia sangat esensial misalnya, masyarakat panik saat minyak goreng langka. Sebagai energi, elemen untuk biodiesel, saat oil dan lainnya naik, CPO ikut naik.

Sementara itu, pengamat pasar modal Wahyu Laksono menyebutkan CPO memiliki harga ekspor yang tinggi, permintaan banyak dan bahkan kelangkaan di domestik.

"Jadi ya bullish lah emiten nya, sejak 2021 emiten ini bahkan sejak 2020 pasca anjlok bursa dan berbagai aset di awal pandemi Seiring rebound bursa dan harga komoditas, umumnya emiten CPO rebound dan makin signifikan saat tahun ini tentu nya,” kata Pengamat pasar modal, Wahyu Laksono.

Terkait kelangkaan minyak goreng di Indonesia, ia menilai imbas dari pengetatan kebijakan ekspor.

"Mungkin efek minyak goreng langka kebijakan pemerintah Indonesia yang mengetatkan ekspornya dengan menaikkan kewajiban pasar domestik (DMO) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dari 20 persen menjadi 30 persen,” ungkapnya.

"Seasonal Ramadhan juga demand biasa nya naik. Fundamental behinds CPO high, jadi emiten diuntungkan,” ia menambahkan.


Saham Pilihan

Suasana pergerakan perdagangan saham perdana tahun 2018 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dia juga mengatakan ada sejumlah emiten yang diuntungkan dengan kenaikan harga CPO antara lain PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), PT Smart Tbk (SMAR) dan lainnya.

"Bahkan JAWA termasuk yang naik signifikan belakangan ini. Sebulan terakhir terbaik dialami oleh JAWA, SSMS, SGRO. Semua emiten naik laba bersih-nya. Jadi  strategi nya jelas buy hold atau buy on weakness,” kata dia.

Sementara itu, Mino memilih saham emiten sawit yang masih menarik antara lain, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), kemudian PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG).

"Kalau kita lihat target kita masih lumayan, artinya bagi yang belum masuk di sektor perkebunan melihat prospek harga yang masih relatif cukup cerah. Apalagi saat ini permintaan CPO tidak hanya dari makanan, ada permintaan juga dari biofuel,” ujarnya.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya