Liputan6.com, Jakarta Direktur PT. Rimo International Lestari, Teddy Tjokrosaputro yang merupakan adik dari Benny Tjokrosaputro dituntut hukuman 18 tahun penjara denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun penjara.
Yang bersangkutan dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi di PT. Asabri.
Baca Juga
Advertisement
"Menuntut, supaya mejlis hakim menyatakan terdakwa Teddy Tjokrosapoetro terbukti secara sah dan meyakinkna bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwan dan terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama," ujar jaksa dalam surat tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (11/7/2022).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Tjokrosaputro dengan pidana selama 18 tahun penjara denda sebesar Rp 5 miliar subsider selama 1 tahun kurungan," jaksa menambahkan.
Selain itu, Teddy juga dituntut kewajiban membayar uang pengganti atas perlakuannya yang merugikan keuangan negara. Teddy dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 20.832.107.126
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti terhadap terdakwa sebesar 20.832.107.126 dengan memperhitungkan barang bukti," kata jaksa.
Hal yang memberatkan tuntutan yakni perbuatan Teddy tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan itu juga mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyatakat terhadap investasi di bidang asuransi dan pasar modal di Indonesia.
"Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara yang sangat besar," kata dia.
Sementara hal meringankan yakni beberapa aset Teddy sudah disita. Belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
Terkait Kasus
Sebelumnya, Teddy didakwa atas dugaan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus korupsi PT. Asabri. Teddy didakwa secara bersama-sama turut merugikan keuangan negara Rp 22,7 triliun, sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021, 17 Mei 2021.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum," ujar jaksa Zulkipli saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/3).
Tindakan tersebut, dijelaskan jika Teddy bersama-sama dengan Terdakwa Benny Tjokrosaputro (Bentjok) telah mengatur dan melakukan penjatahan (fix Allotment) pada pasar perdana kepada nominee/pihak terafiliasi yang selanjutnya akun nominee dipergunakan untuk menaikkan harga saham.
Kemudian, pada pasar sekunder dilakukan ditransaksikan dengan reksadana milik PT. Asabri dengan maksud awal agar mendapatkan keuntungan dan merugikan PT. Asabri yang dilakukan sepanjang tahun 2012-2019.
"Padahal, pembelian saham-saham milik Benny Tjokrosaputro dan terdakwa Teddy Tjokrosapoetro tidak lagi dilakukan melalui proses analisis fundamental dan teknikal oleh bagian investasi PT. Asabri," jelas Zulkipli.
Adapun proses pembelian saham diatur oleh Benny dan sejumlah pihak PT. Asabri. Selain itu, Benny juga mengatur transaksi investasi pada reksa dana PT. Asabri. Sementara Teddy dalam hal ini turut mengambil peran untuk menampung sejumlah saham miliknya dalam reksa dana itu yakni, Rimo, Nusa, dan Posa.
Singkatnya, dengan menyediakan dan memberikan akun saham untuk melakukan transaksi. Namun, transaksi itu dilakukan dengan akun nominee yang sudah dikendalikan, dimaksud guna mempengaruhi persepsi pasar.
Bahwa seolah-olah membuat saham-saham yang ditransaksikan adalah likuid untuk selanjutnya ditransaksikan ke reksadana PT. Asabri. Dari tindakan tersebut setidaknya Teddy secara bersama-sama didakwa memperkaya diri sebesar lebih dari Rp6 triliun.
"Telah memperkaya terdakwa dan orang lain yang diantaranya memperkaya Benny Tjokrosaputro, Jimmy Sutopo, dan terdakwa Teddy Tjokrosaputro sebesar Rp6.087.917.120.561 dari dana investasi ASABRI," kata JPU.
Advertisement
Tak Beri Keuntungan
Sementara, dalam kasus ini akibat tindakan yang dilakukan tanpa analisis atas investasi saham dan reksa dana tersebut, yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi bagi PT. Asabri.
Alhasil, Teddy didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Lebih lanjut, dalam kasus dugaan korupsi PT. Asabri, Teddy juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU). Karena, diduga menyamarkan hasil kekayaan yang diperoleh dari pengelolaan pengelolaan keuangan dan dana investasi.
"Telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain," kata Zulkipli.
Dengan mentransfer atau mengalihkan melalui penyetoran modal untuk kepentingan mengakuisisi beberapa perusahaan. Lalu, melakukan pembelian tanah, bangunan, mobil, dan menggunakan dana untuk biaya operasional perusahaan.
"Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dengan menggunakan nama orang lain, perusahaan atau diri sendiri untuk pembelian tersebut sehingga seolah-olah bukan hasil tindak pidana korupsi," ucap Zulkipli.
Pada perkara TPPU, Teddy didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.