Liputan6.com, Jakarta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca berawan menyelimuti sebagian besar wilayah DKI Jakarta hari ini, Selasa (12/7/2022).
Kondisi tersebut akan berlangsung hingga malam nanti dan dilaporkan ada sejumlah titik di Ibu Kota yang bakal diguyur hujan ringan.
Baca Juga
Advertisement
Hujan yang turun juga diprediksi dibarengi petir dan angin kencang untuk wilayah Jakarta Selatan dan timur Ibu Kota.
"Waspada potensi hujan yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang dengan durasi singkat di sebagian wilayah Jaksel dan Jaktim pada malam hari," kata BMKG diperingatan dini cuaca hari ini, Selasa.
Sedangkan daerah penyangga Jakarta, yaitu Depok, Bogor serta Bekasi diperkirakan pagi ini hingga siang nanti cerah berawan. Sementara, Tangerang diselimuti awan.
Malam hari, tiga kota dilaporkan BMKG akan diguyur hujan intensitas ringan. Terkecuali Bekasi diprediksi cerah berawan.
Berikut informasi prakiraan cuaca untuk wilayah Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG:
Kota | Pagi | Siang | Malam |
Jakarta Barat | Cerah Berawan | Berawan | Berawan |
Jakarta Pusat | Berawan | Berawan | Berawan |
Jakarta Selatan | Berawan | Berawan | Hujan Ringan |
Jakarta Timur | Berawan | Berawan | Hujan Ringan |
Jakarta Utara | Berawan | Berawan | Berawan |
Kepulauan Seribu | Hujan Ringan | Berawan | Berawan |
Bekasi | Cerah Berawan | Cerah Berawan | Cerah Berawan |
Depok | Cerah Berawan | Cerah Berawan | Hujan Ringan |
Bogor | Cerah Berawan | Cerah Berawan | Hujan Ringan |
Tangerang | Berawan | Berawan | Hujan Ringan |
Masyarakat Diminta Lebih Teliti Terima Informasi Cuaca Ekstrem
Di sisi lain, hoaks terkait perubahan iklim mulai muncul belakangan ini di masyarakat. Informasi tersebut akan sangat berbahaya jika tidak diatasi.
Salah satu hoaks terkait perubahan iklim adalah terkait cuaca ekstrem di Indonesia. Hoaks itu seperti adanya gelombang panas hingga ancaman banjir di sejumlah daerah.
Dosen Program Studi Meteorologi FITB ITB, Joko Wiratmo menyebut munculnya hoaks tersebut karena kurangnya pemahaman masyarakat. Hoaks itu juga kerap menjadi viral meskipun informasi yang disampaikan terkesan tidak ilmiah.
"Penyampaian informasi mengenai cuaca perlu ilmu pengetahuan yang cukup kuat supaya informasi-informasi berseliweran yang cenderung tidak benar dapat dihindari. Hoaks yang menyebabkan keresahan harus segera ditangkal dengan pemberitaan yang tepat dari media massa sehingga jumlah hoaks yang beredar dapat berkurang dan masyarakat terdidik dengan informasi yang benar," ujar Joko dilansir laman Itb.ac.id.
"Aksi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi ini adalah lebih aktif dan responsif menyuarakan kebenaran ilmiah kepada orang-orang di media massa maupun media sosial. Masyarakat juga dianjurkan untuk meneliti setiap berita atau fenomena alam yang terjadi di sekelilingnya agar informasi yang didapatkan faktual," katanya menambahkan.
Ia menjelaskan perubahan iklim yang menimbulkan cuaca ekstrem disebabkan oleh faktor alam dan manusia.
"Sebagian besar penyebab perubahan iklim adalah dari faktor manusia sebesar 90 persen," kata Joko.
Advertisement
BMKG: Aksi Mitigasi Gas Rumah Kaca Harus Lebih Ditingkatkan
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut laju peningkatan suhu permukaan di Indonesia sangat bervariasi.
Berdasarkan analisis hasil pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, menunjukkan kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Dimana, Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan > 0,3℃ per dekade.
Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi tercatat terjadi di Stasiun Meteorologi Aji Pangeran Tumenggung Pranoto, Kota Samarinda (0,5℃ per dekade). Sementara itu wilayah Jakarta dan sekitarnya suhu udara permukaan meningkat dengan laju 0,40 – 0,47℃ per dekade.
"Secara rata-rata nasional, untuk wilayah Indonesia, tahun terpanas adalah tahun 2016 yaitu sebesar 0,8 °C dibandingkan periode normal 1981-2010 (mengikuti tahun terpanas global), sementara tahun terpanas ke-2 dan ke-3 adalah tahun 2020 dan tahun 2019 dengan anomali sebesar 0,7 °C dan 0,6 °C," papar Dwikorita.
Analisis BMKG tersebut, lanjut Dwikorita, senada dalam laporan Status Iklim 2021 (State of the Climate 2021) yang dirilis Badan Meteorologi Dunia (WMO) bulan Mei 2022 yang lalu. WMO menyatakan bahwa hingga akhir 2021, suhu udara permukaan global telah memanas sebesar 1,11 °C dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900), dimana tahun 2021 adalah tahun terpanas ke-3 setelah tahun 2016 dan 2020.