Cuaca Besok Selasa 13 Juli 2022, Cerah Berawan di Langit Jakarta, Bekasi Siang Hari

Cuaca berawan menyelimuti seluruh wilayah DKI Jakarta pagi hari. Lewat peringatan dini cuaca, BMKG juga melaporkan ada potensi hujan dibarengi petir di malam hari.

oleh Maria Flora diperbarui 12 Jul 2022, 08:33 WIB
Cuaca Jakarta Cerah Berawan (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap cuaca cerah berawan terjadi di seluruh wilayah Ibu Kota dan satu daerah penyangga yaitu Bekasi pada Rabu siang, 13 Juli 2022.

Sementara, cuaca berawan menyelimuti seluruh wilayah DKI Jakarta pagi hari. Lewat peringatan dini cuacanya, BMKG juga melaporkan ada potensi hujan dibarengi petir dan angin kencang yang bakal terjadi di malam hari.

"Waspada potensi hujan yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang dengan durasi singkat di sebagian wilayah Jaksel dan Jakbar pada malam hari," jelas BMKG.

Untuk daerah penyangga seperti Depok dan Bogor, BMKG memprediksi kedua kota cerah berawan di Rabu pagi. Sementara, Bekasi hujan ringan sedangkan Tangerang berawan.

BMKG juga kembali mengungkap ada potensi hujan disertai angin kencang untuk sejumlah wilayah di Tangerang.

"Waspada potensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang di wilayah Kab. Lebak bagian Utara dan Selatan,Kab. Tangerang bagian Barat," kata BMKG.

Berikut informasi prakiraan cuaca untuk wilayah Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG:

 Kota  Pagi  Siang  Malam
 Jakarta Barat  Berawan  Cerah Berawan  Hujan Ringan
 Jakarta Pusat  Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Jakarta Selatan  Berawan  Cerah Berawan  Hujan Ringan
 Jakarta Timur  Berawan  Cerah Berawan  Hujan Ringan
 Jakarta Utara  Berawan  Cerah Berawan  Berawan
Kepulauan Seribu   Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Bekasi  Hujan Ringan  Cerah Berawan  Hujan Ringan
Depok Cerah Berawan Hujan Ringan Cerah Berawan
Bogor  Cerah Berawan  Hujan Ringan  Cerah Berawan
Tangerang  Berawan  Berawan  Berawan

BMKG: Aksi Mitigasi Gas Rumah Kaca Harus Lebih Ditingkatkan

Ketua BMKG Dwikorita Karnawati ikut menjadi pembuka hird Multi-Hazard Early Warning Conference di Bali pada Senin 23 Mei 2022. Turut hadir pula Mami Mazutori, ketua United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR). Dok: YouTube/World Meteorological Organization - WMO

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut laju peningkatan suhu permukaan di Indonesia sangat bervariasi.

Berdasarkan analisis hasil pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, menunjukkan kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Dimana, Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan > 0,3℃ per dekade.

Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi tercatat terjadi di Stasiun Meteorologi Aji Pangeran Tumenggung Pranoto, Kota Samarinda (0,5℃ per dekade). Sementara itu wilayah Jakarta dan sekitarnya suhu udara permukaan meningkat dengan laju 0,40 – 0,47℃ per dekade.

"Secara rata-rata nasional, untuk wilayah Indonesia, tahun terpanas adalah tahun 2016 yaitu sebesar 0,8 °C dibandingkan periode normal 1981-2010 (mengikuti tahun terpanas global), sementara tahun terpanas ke-2 dan ke-3 adalah tahun 2020 dan tahun 2019 dengan anomali sebesar 0,7 °C dan 0,6 °C," papar Dwikorita.

Analisis BMKG tersebut, lanjut Dwikorita, senada dalam laporan Status Iklim 2021 (State of the Climate 2021) yang dirilis Badan Meteorologi Dunia (WMO) bulan Mei 2022 yang lalu. WMO menyatakan bahwa hingga akhir 2021, suhu udara permukaan global telah memanas sebesar 1,11 °C dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900), dimana tahun 2021 adalah tahun terpanas ke-3 setelah tahun 2016 dan 2020.


Pemanasan Global Dipengaruhi Faktor Kegiatan Manusia

Ilustrasi Suhu Udara (Istimewa)

Sementara itu, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Ardhasena Sopaheluwakan menambahkan, pengkajian yang dilakukan oleh Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyebutkan bahwa pemanasan global tersebut tidak akan terjadi tanpa pengaruh faktor kegiatan manusia (antropogenik).

Pengaruh antropogenik yang lebih kuat dibandingkan pengaruh variabilitas alami seperti La Nina tahun 2020 – 2021 (yang memiliki kecenderungan menurunkan suhu permukaan bumi) dibuktikan pula pada kondisi iklim dua tahun tersebut, yang tetap menjadi tahun terpanas setelah tahun 2016.

"Keadaan perubahan suhu udara permukaan juga diikuti oleh perubahan suhu permukaan laut. Hasil analisis menunjukkan suhu permukaan laut di Indonesia juga terus meningkat, dengan laju yang lebih kuat setelah periode dekade 1960-an yaitu sebesar 0,2°C per dekade," imbuh Ardhasena.

Ardhasena juga menyebutkan bahwa hasil analisis suhu udara permukaan global menurut perhitungan Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan (NOAA) Amerika Serikat, pada bulan Mei 2022 menunjukkan rata-rata anomali sebesar +0,178°C lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar normal klimatologi periode 1991-2020.

Pada bulan Juni 2022 ini wilayah dengan nilai anomali positif dimana rata-rata anomali suhu lebih tinggi daripada standar normal klimatologi meliputi bagian timur Amerika Utara, bagian barat Eropa, bagian tengah Rusia, bagian utara Australia, dan sebagian besar Kutub Selatan.

Infografis Cuaca Ekstrem, Jakarta Siaga Banjir Besar? (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya