Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin oposisi utama Sri Lanka Sajith Premadasa mengatakan kepada BBC bahwa dia berniat mencalonkan diri sebagai presiden, begitu Gotabaya Rajapaksa mundur.
Mengutip BBC, Selasa (12/7/2022), ini terjadi setelah partainya Samagi Jana Balawegaya (SJB) mengadakan pembicaraan dengan sekutu untuk mendapatkan dukungan untuk langkah tersebut.
Advertisement
Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah membawa ribuan orang turun ke jalan sejak Maret.
Negara ini kehabisan uang tunai dan sedang berjuang untuk mengimpor barang-barang kebutuhan pokok seperti makanan, bahan bakar dan obat-obatan.
Presiden Rajapaksa mengumumkan bahwa ia berencana untuk mengundurkan diri minggu ini, dan ketua parlemen mengatakan anggota parlemen akan memilih presiden berikutnya pada 20 Juli.
Premadasa mengatakan kepada BBC bahwa partainya dan sekutunya setuju dia harus "menempatkan pencalonan saya untuk posisi kepresidenan, jika terjadi kekosongan".
Dia kalah dalam pemilihan presiden pada 2019, dan akan membutuhkan dukungan dari anggota parlemen aliansi yang memerintah untuk menang.Dia bertaruh untuk mendapatkannya karena ketidakpuasan rakyat terhadap Rajapaksa dan keluarganya, yang telah mendominasi politik Sri Lanka selama lebih dari dua dekade.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Krisis Ekonomi
Tingkat inflasi negara mencapai 55% kekalahan pada bulan Juni, dan jutaan orang berjuang untuk mencari nafkah.
Premadasa mengatakan dia siap untuk mengambil bagian dalam pemerintahan sementara semua partai.Pemimpin SJB telah dikritik karena menolak untuk mengambil jabatan perdana menteri ketika ditawarkan kepadanya pada bulan April.
Saingannya Ranil Wickremesinghe diangkat - tetapi juga mengindikasikan dia akan mengundurkan diri untuk memberi jalan bagi pemerintah persatuan.
Premadasa menggambarkan situasi saat ini di Sri Lanka seperti "kebingungan, ketidakpastian dan anarki total", dengan mengatakan bahwa itu membutuhkan "konsensus, konsultasi, kompromi, dan kebersamaan".
Advertisement
Bankrut
Cadangan negara yang dapat digunakan telah turun menjadi sekitar $250 juta (Rp 3 triliun), menurut laporan media lokal.Kekurangan bahan bakar yang melumpuhkan telah menghancurkan transportasi umum.
Ada pemadaman listrik bergilir karena pembangkit listrik kekurangan bahan bakar yang cukup untuk berfungsi. Sekolah ditutup minggu ini juga karena krisis bahan bakar.
Banyak orang mencoba meninggalkan negara itu.
Premadasa telah mengakui bahwa tidak ada perbaikan cepat.Untuk mengembalikan ekonomi ke level 2019 akan memakan waktu sekitar empat hingga lima tahun, katanya, seraya menambahkan bahwa pihaknya memiliki rencana ekonomi untuk mengatasi krisis.
"Kami tidak akan menipu rakyat. Kami akan jujur dan menyampaikan rencana untuk menyingkirkan penyakit ekonomi Sri Lanka," kata Premadasa.
Tetapi para pengunjuk rasa di situs Galle Face di Kolombo mengatakan bahwa 225 anggota parlemen bertanggung jawab atas situasi saat ini, dan mereka menginginkan awal yang baru dengan orang-orang yang segar dan energik dalam politik.
Seberapa Serius Krisis di Sri Lanka?
Pemerintah Sri Lanka berhutang 51 miliar dolar dan tidak dapat membayar bung atas pinjamannya, apalagi mengurangi jumlah uang yang dipinjam.
Pariwisata, mesin penting dalam pertumbuhan ekonomi negara itu, telah tersendat karena pandemi dan kekhawatiran soal keamanan pasca serangan teror tahun 2019. Jatuhnya mata uang Sri Lanka hingga 80% membuat impor menjadi lebih mahal dan semakin memperburu inflasi yang sudah tidak terkendali. Menurut data resmi, harga makanan pokok telah naik 57%.
Walhasil Sri Lanka menuju kebangkrutan dan hampir tidak memiliki uang sama sekali untuk mengimpor BBM, susu, gas untuk memasak dan kertas toilet.
Korupsi politik juga menjadi salah satu masalah yang tidak saja terjadi di negara yang menghambur-hamburkan kekayaannya, tetapi juga mempersulit penyelamatan keuangan apapun bagi Sri Lanka.
Anit Mukherjee, ekonom dan mitra kebijakan di Center for Global Development di Washington mengatakan ke Associated Press bahwa bantuan apapun dari IMF atau Bank Dunia harus disertai persyaratan ketat untuk memastikan agar bantuan itu tidak salah kelola.
Namun Mukherjee juga mencatat bahwa Sri Lanka berada di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, sehingga membiarkan negara dengan signifikansi strategis semacam itu ambruk, merupakan satu pilihan.
Advertisement