BI Beberkan Potensi dan Risiko Aset Kripto

Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono memandang perkembangan aset kripto belakangan ini membawa potensi yang besar.

oleh Arief Rahman H diperbarui 15 Jul 2022, 14:36 WIB
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono dalam Synergistic and Inclusive Ecosystem for Accelerated Recovery – Digital Currency, Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022). (dok: Arief)

Liputan6.com, Bali Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono memandang perkembangan aset kripto belakangan ini membawa potensi yang besar. Utamanya, ditaksir bisa menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan dan efisiensi sistem keuangan.

Ia memandang, mulai populernya aset kripto pada 2014 lalu, membawa dampak yang berangsur membaik di lingkup global. Apalagi, adanya potensi semakin membaik pasca meredanya pandemi Covid-19.

“Saya kira interaksi aset kripto di tahun ini terutama setelah meredanya pandemi COVID-19, aset kripto terutama teknologi di belakangnya memiliki potensi manfaat dalam meningkatkan inklusi dan efisiensi sistem keuangan di dalam negeri dan global,” kata dia dalam Synergistic and Inclusive Ecosystem for Accelerated Recovery – Digital Currency, Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022).

Dalam gelaran yang jadi bagian dari Presidensi G20 Indonesia ini, Doni menyebut potensi itu berdasar pada teknologi yang jadi penopang mata uang kripto. Sehingga, bisa memiliki kemampuan yang lebih ketimbang mata uang fisik yang saat ini digunakan.

Ia menyebut, hal itu bisa berdampak baik pada beberapa aspek untuk menurunkan biaya yang digunakan. Misalnya dalam melayani pembayaran antar batas atau cross-border payment.

“Teknologi yang mendasari mereka (kripto) dapat menempatkan permulaan dan model bisnis baru dimana bisa meningkatkan inklusi keuangan, dapat menghitung (biaya) untuk lebih murah, lebih mudah diputuskan dan kemudian transparansi pembayaran lintas-batas (cross-border payment),” paparnya.

 


Risiko

Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)

Kendati memiliki potensi positif tersebut, Doni mengungkap ada risiko yang membersamai aset kripto tersebut. Diantaranya masuk dalam beberapa sektor tindak pidana.

“Ada risiko yang ada dari aset kripto, dari perpektif makro ekonomi, aset kripto dapat digunakan untuk menghindari anti pencucian uang, melawan keuangan terorisme, kepatuhan dan perlindungan konsumen serta pajak,” katanya.

Risiko lainnya, seiring perkembangan zaman, mata uang kripto ini juga bisa menjadi salah satu cara untuk jual-beli di metaverse yang tengah berkembang. Bahkan, ini juga menjadi mata uang yang kurang stabil.

“Kemudian mengembangkan aset kripto, seperti sebagai laporan perdagangan dalam metaverse atau mempengaruhi efektivitas kebijakan bank sentral. Dan risiko stabilitas keuangan tingkat ketiga, mata uang menetap atau potensi bank sentral yang stabil,” terang dia.


Atur Aset Kripto

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Terpisah, Dewan Stabilitas Keuangan (FSB) mengatakan pada Senin, 11 Juli 2022, pihaknya akan mengusulkan aturan global yang "kuat" untuk cryptocurrency pada Oktober 2022, menyusul gejolak baru-baru ini di pasar yang telah menyoroti perlunya mengatur sektor "spekulatif".

FSB, badan regulator, pejabat perbendaharaan dan bank sentral dari Kelompok 20 ekonomi (G20), sejauh ini membatasi dirinya untuk memantau sektor kripto, dengan mengatakan itu tidak menimbulkan risiko sistemik.

Namun, gejolak baru-baru ini di pasar kripto telah menyoroti volatilitas, kerentanan struktural, dan peningkatan tautan ke sistem keuangan yang lebih luas, kata FSB.

"Kegagalan pelaku pasar, selain menimbulkan potensi kerugian besar pada investor dan mengancam kepercayaan pasar yang timbul dari kristalisasi risiko perilaku, juga dapat dengan cepat menularkan risiko ke bagian lain dari ekosistem aset kripto," kata FSB dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (12/7/2022).

 


Laporkan G20

Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Nilai bitcoin, cryptocurrency terbesar, telah merosot sekitar 70 persen sejak rekor November sebesar USD 69.000 atau sekitar Rp 1 miliar dan kini diperdagangkan di kisaran USD 20.000.

“FSB akan melaporkan kepada Menteri Keuangan G20 dan Gubernur Bank Sentral pada Oktober tentang pendekatan peraturan dan pengawasan terhadap stablecoin dan aset kripto lainnya,” kata FSB.

FSB tidak memiliki kekuatan pembuat undang-undang tetapi anggotanya berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip peraturan di yurisdiksi mereka sendiri. Pengawas itu tertinggal dari Uni Eropa, anggota terkemuka FSB, yang menyetujui aturan baru yang komprehensif untuk pasar kripto bulan ini.

FSB mengatakan aset kripto sebagian besar digunakan untuk "tujuan spekulatif" tetapi tidak beroperasi di "ruang bebas regulasi" dan harus mematuhi aturan relevan yang ada. Banyak negara mengharuskan perusahaan kripto memiliki kontrol anti pencucian uang.

"Anggota FSB berkomitmen untuk menggunakan kekuatan penegakan hukum dalam kerangka hukum di yurisdiksi mereka untuk mempromosikan kepatuhan dan bertindak melawan pelanggaran," pungkas FSB.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya