IMF: Mata Uang Digital Tidak Ancam Industri Perbankan Konvensional

Bank sentral negara dunia saat ini tengah merancang regulasi mata uang digital (Central Bank Digital Currency /CBDC). Hal ini tentu menjadi peluang pengembangan bank digital.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jul 2022, 14:39 WIB
Ilustrasi bank digital (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Bali Bank sentral negara dunia saat ini tengah merancang regulasi mata uang digital (Central Bank Digital Currency /CBDC). Mayoritas bank sentral dunia telah mulai melakukan tahapan riset dan percobaan sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing.

Kepala Divisi di Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, Tommaso Mancini-Griffoli mengatakan CBDC yang dirancang tidak akan mengancam bisnis deposito yang dijalankan bank komersial. Alasannya, bank digital akan lebih banyak digunakan sebagai alat pembayaran ketika melakukan transaksi.

"Anda harus membandingkan deposito bank komersial dengan CBDC berdasarkan stabilitas sebagai penyimpan nilai, kenyamanan sebagai alat pembayaran," kata Tommaso dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022: Digital Currency, Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022).

Tommaso mengatakan bank digital lebih menawarkan layanan digital keuangan sebagaimana skema pembayaran. Berbeda dengan bank komersial yang memiliki produk deposito yang memberikan imbal hasil yang menarik bagi nasabahnya.

"Deposito bank komersial mungkin sama amannya, tetapi lebih banyak menawarkan imbalan yang lebih tinggi. Dalam hal ini, Anda mungkin memutuskan untuk menyimpan deposito bank komersial," kata dia.

Disisi lain, seiring berjalannya waktu bank komersial akan mengadopsi penggunaan teknologi digital dalam menjalankan bisnisnya. Tak dapat dipungkiri mereka juga akan bergerak untuk membuat produk yang menawarkan sistem pembayaran yang nyaman.

 


Meningkatkan Layanan

Ilustrasi bank digital. Clay Banks/Unsplash

Hal ini sebagai bentuk memberikan layanan yang lebih dekat kepada konsumen dan untuk memahami kebutuhan konsumen yang lebih baik.

Mereka juga akan berupaya untuk memiliki pengalaman dalam mengembangkan produk semacam itu. Sehingga bank komersial juga harus tunduk pada regulasi yang dibuat bank sentral dalam bentuk CBDC.

"Mereka mungkin benar-benar mampu membeli produk yang lebih menarik sebagai alat pembayaran. Kemudian bank komersial, bank sentral dengan CBDC mereka," katanya.

Tommaso mengatakan setiap bank sentral negara-negara wajib membentuk CBDC. Mengingat bank-ank komersial juga akan terlibat dalam proses ini agar bisa melihat kondisi keuangannya sebelum memutuskan untuk terjun juga dalam ekosistem bank digital.

"CBDC adalah kewajiban bank sentral. Bahkan jika bank-bank komersial terlibat dalam distribusi ini, mereka akan melihat neraca mereka menyusut, melihat deposito-deposito keluar dari bank-bank komersial," katanya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com


BI dan Bank Sentral Dunia Kaji Penerbitan Mata Uang Digital Resmi

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Bank Indonesia bersama bank sentral dunia dalam forum G20 akan mengkaji penerbitan mata uang digital resmi. Langkah ini disebut sebagai upaya memitigasi risiko yang ada dalam mata uang kripto yang saat ini kembali populer.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P. Joewono menyampaikan melihat risiko terhadap stabilitas dari aset kripto, diperlukan kerangka regulasi untuk mengatasinya. Ini juga sejalan sebagai latar belakang munculnya wacana penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang yang diterbitkan bank sentral.

“Bank Indonesia saat ini sedang menggarap pengembangan rupiah digital dalam rangka memberikan dukungan publik yang berdaulat atas amanat bank sentral di kawasan digital serta meningkatkan inovasi dan efisiensi dalam waktu dekat sebagai bagian dari kemajuan,” katanya dalam Synergistic and Inclusive Ecosystem for Accelerated Recovery – Digital Currency, Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022).

Ia menyoroti setidaknya ada tiga prasyarat penting yang perlu dipenuhi sebelum bank sentral meluncurkan mata uang. Ketiganya dipandang perlu jadi perhatian lebih dulu.

Diantaranya, pertama, desain CBDC yang tidak mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan. Kedua, Desain CBDC yang 3i (Integrated, interconnected, and Interoperable) dengan infrastruktur FMI-Sistem Pembayaran.

Dan Ketiga, Pentingnya teknologi yang digunakan pada tahap eksperimen untuk memahami bagaimana CBDC dapat diimplementasikan.

“Bank Indonesia terus mendalami CBDC dan akhir tahun ini berada pada tahap untuk mengeluarkan white paper pengembangan mata uang digital Rupiah,” katanya.


Tujuan

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Pada kesempatan itu, ia juga merinci ada enam tujuan dalam eksplorasi penerbitan CBDC. Pertama, menyediakan alat pembayaran digital yang bebas risiko atau risk-free menggunakan central bank money.

Kedua, memitigasi risiko non-sovereign digital currency. Ketiga, memperluas efisiensi dan ketahapan sistem pembayaran, termasuk cross border.

Keempat, memperluas dan mempercepat inklusi keuangan. Kelima, menyediakan instrumen kebijakan moneter baru. Serta, keenam, memfasilitasi distribusi fiscal subsidy.

Ia menyebut, mayoritas bank sentral dunia telah mulai melakukan tahapan riset dan percobaan sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing. Selain itu, dukungan dan masukan industri juga merupakan masukan penting bagi bank sentral dalam merencanakan desain CBDC.

“Berbagai bank sentral berhati-hati dan terus mempelajari kemungkinan dampak dari CBDC tersebut, termasuk Indonesia,” kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya