Liputan6.com, Jimbaran - Sistem pengolahan sampah di Bali sudah mulai teratasi dengan adanya distribusi sampah yang didaur ulang menjadi nilai ekonomi tinggi. Sebelumnya, PT Reciki Solusi Indonesia mendesain Teknologi Sampah Tangung Jawabku (Samtaku) Jimbaran untuk pengelolaan sampah menjadi siap olah untuk didaur ulang.
Namun, beberapa hari belakangan tercium bau menyengat di sekitar TPST Jimbaran. Muncul dugaan mesin pengolahan sampah itu rusak dan tidak bisa digunakan untuk memproses sampah-sampah menjadi bahan yang siap digunakan untuk diolah ke tahap selanjutnya.
Baca Juga
Advertisement
Made, salah satu pemilik kafe dan restoran tak jauh dari lokasi TPST Jimbaran itu menyebut dalam beberapa hari ini bau busuk sampai ke restorannya, sehingga menggangu pegunjung yang tengah menikmati kudapan di tempatnya. Ia berharap, mesin pengolah sampah segera diperbaiki agar tidak ada lagi penumpukan sampah yang menyebabkan bau busuk itu.
Warga Gusar
"Sudah beberapa bulan terakhir kami mencium bau sampah dari lokasi itu. Masyarakat di sekitar juga sering mengeluh hanya kami tidak berani sampaikan, takut karena ada warga dan saudara juga kerja di situ. Enggak enak," katanya kepada awak media di Jimbaran, Selasa (12/7/2022).
Untuk diketahui, TPST Samtaku Jimbaran, diresmikan oleh Menko Marinvest, Luhut Binsar Panjaitan didampingi Gubernur Bali, Wayan Koster dan Bupati Badung, Giri Prasta dan sejumlah pejabat pada September 2021 lalu.
Advertisement
Tanggapan PT Reciki Solusi Indonesia
Dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Area Manager PT Reciki Solusi Indonesia I Kadek Wahyu Adi Arimbawa, mengatakan, sampah merupakan bagian permasalahan dari setiap kota yang pada saat ini membutuhkan penanganan serius, termasuk di Kabupaten Badung.
Reciki bersama PT Remaja merasa terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam penyelesaian permasalahanan sampah di Kabupaten Badung, Bali. Pemkab Badung pun menyambut baik dan mendukung sepenuhnya inisiatif dari pihak swasta dalam pengolahan sampah di Kabupaten Badung.
"Mendapat dukungan dana dan program edukasi bagi masyarakat dari Danone-Aqua Indonesia," kata I Kadek Wahyu Adi.
TPST Jimbaran, dia melanjutkan, merupakan tempat pegelolaan sampah yang sepenuhnya milik swasta, baik lahan, modal/investasi mesin, dan bangunan.
Sebagaimana halnya TPST Samtaku yang telah beroperasi sebelumnya di Lamongan, Jawa Timur, I Kadek Wahyu Adi menambahkan, TPST Samtaku dirancang untuk mereduksi secara signifikan sampah yang dibuang ke TPA, organik yang terpilah dari plastik dikirimkan ke TPA yang secara natural menjadi ruang komposting.
"Menjadi pertimbangan penting dan strategis bahwa TPA Sarbagita akan ditutup pada bulan Oktober 2022 dikarenakan gunungan sampah di TPA tersebut telah melebihi kapasitas daya tampung dan ambang batas ketinggian yang ditentukan sesuai peraturan," dia berujar.
Penerapan metode pengolahan sampah berbasis RDF dengan semangat Zero Waste to Landfill merupakan sebuah keharusan di wilayah tersebut. Tidak hanya bagi TPST Samtaku, tetapi juga buat pengelola sampah yang lain, seperti TPS3R dan sebagainya.
"Bahwa faktanya sampah yang ditimbulkan, baik dari komersial dan rumah tangga, masih belum sepenuhnya terkategori sebagai sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, karena banyak terkontaminasi dengan sampah spesifik (seperti ban, bahan bangunan, springbed, Kasur, bantal, trolley bag, dsb) maupun sampah B3 dari timbulan tersebut. Yang secara jujur bukan merupakan ranah pengolahan di TPST," dia menegaskan.
I Kadek Wahyu Adi mengatakan, tentu mengakibatkan beberapa konsekuensi penting pada teknologi dan mekanisme untuk produk RDF yang berakibat langsung pada terganggunya alur pengolahan sampah sebagaimana rancangan sebelumnya.
Oleh karena itu, lanjut I Kadek Wahyu Adi, dilakukan kajian terus menerus dari Remaja dan Reciki sebagai langkah improvement untuk mengakomodasi terpenuhinya produk akhir berupa RDF dari komposisi sampah yang masuk.
Perubahan dan upaya improvement yang dilakukan walaupun harus diakui tidak berjakan cukup cepat, tetapi juga telah membawa perbaikan yang signifikan bagi terpenuhinya teknologi RDF.
Terkait isu bau yang menjadi keluhan warga, dia mengungkapkan hal ini tidak sepenuhnya karena proses pengelolaan semata, yang paling signifikan adalah ditentukan berapa lama sampah tersebut ditimbun sebelum dikirimkan ke TPST Samtaku.
"Karena itu, dalam kontrak yang dilakukan kapada setiap pihak, TPST Samtaku telah menegaskan terhadap pengiriman wajib dilakukan maksimal 3 hari setelah sampah diproduksi," dia menegaskan
Namun faktanya, banyak sampah yang telah berusia lebih dari 7 hari yang secara faktual telah menimbulkan bau dan menghasilkan lindi sebelum dikirimkan dan berdampak terhadap bau di TPST itu sendiri.
"Perlu sebuah kebijakan dan kesadaran untuk merubah pola pengangkutan sampah, baik dari pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, bahwa sampah harus dikirimkan untuk diolah pada hari yang sama," dia menandaskan.
Berita ini sudah direvisi sesuai hak jawab. Berita sebelumnya berjudul "Mesin Pengolah Rusak, Sampah Menumpuk di TPST Jimbaran".