Peneliti UGM: Hentikan Bikin Konten Medsos 'Challenge Malaikat Maut'

Challenge Malaikat Maut yaitu konten remaja mengadang truk di berbagai tempat, seperti di Banten, Bandung, dan Bekasi harus menjadi perhatian semua orang. Sebab, pembuat konten tidak menyadari pengaruh dari konten tersebut.

oleh Yanuar H diperbarui 14 Jul 2022, 18:00 WIB
Tengok peristiwa-peristiwa yang diyakini saat malaikat maut mencabut nyawa seseorang. Merinding!

Liputan6.com, Yogyakarta - Beberapa waktu lalu marak remaja membuat konten media sosial "Challenge Malaikat Maut" yaitu dengan mengadang truk yang tengah berjalan di jalan raya. Tren ini terjadi di berbagai tempat, seperti di Banten, Bandung, dan Bekasi.

Peneliti Pusat Kajian Masyarakat Digital atau Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada Faiz Rahman mengatakan, platform media sosial perlu lebih aktif mendeteksi berbagai konten yang mendorong orang untuk melakukan aksi membahayakan keselamatan seperti Challenge Malaikat Maut.

"Saat ini, banyak orang mencoba peruntungan untuk menjadi viral di media sosial dengan membuat konten. Tidak jarang, tren viral yang diikuti masyarakat merupakan sesuatu yang dapat membahayakan diri, khususnya apabila aksi tersebut diikuti oleh anak," kata Faiz Rahman. 

Faiz mengakui media sosial bagaikan pedang bermata dua. Satu sisi berperan sebagai sarana komunikasi, di sisi lain, dapat menjadi titik berangkat terjadinya malapetaka. Media sosial memegang peranan penting dalam menyaring konten yang dapat membahayakan keselamatan seperti pada tren Challenge Malaikat Maut.

"Platform media sosial perlu lebih aktif dalam mendeteksi berbagai konten yang mendorong orang untuk melakukan aksi yang membahayakan keselamatan," tegasnya.

Menurutnya, penegakan regulasi di platform media sosial dan moderasi konten berbahaya menjadi salah satu langkah pertama dan utama yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebarluasan konten berbahaya. Selain itu, edukasi literasi digital juga harus ditingkatkan. 

"Berbagai kegiatan literasi digital yang telah dilakukan oleh lembaga pemerintah, bekerja sama dengan berbagai platform media sosial, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, hingga komunitas perlu untuk semakin di masifkan guna meningkatkan literasi digital masyarakat," dia menguraikan.

Selain itu, akomodasi literasi digital dalam kurikulum pendidikan formal sangat penting mengingat dampak negatif dari penggunaan media sosial semakin banyak menyasar anak-anak dan remaja. Selain platform media sosial dan pemerintah, orangtua memiliki posisi yang sentral untuk mengedukasi anak dalam bermedia sosial.

"Orangtua juga harus memiliki tingkat literasi digital yang mumpuni, sehingga dapat menjadi contoh dan memberikan edukasi yang maksimal bagi anaknya untuk dapat menyaring dan merespons berbagai informasi yang diterima. Orang tua juga perlu melakukan pengawasan dan memberikan pengertian kepada anak untuk tidak melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri untuk kepentingan konten media sosial," Faiz menegaskan.

Bagi para pembuat konten, Faiz mengingatkan bahwa insiden Challenge Malaikat Maut yang terjadi belakangan ini, seharusnya juga dapat menjadi pelajaran bagi para pembuat konten. Terutama dalam memperhatikan aspek keselamatan saat membuat konten di media sosial. 

"Penyebaran konten yang membahayakan diri menjadi pekerjaan rumah bersama. Peningkatan literasi digital dan moderasi konten menjadi dua kunci utama yang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak untuk meminimalisir dampak negatif dari penggunaan dan penyalahgunaan media sosial," dia menandaskan.

 

 

Simak video pilihan berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya