IMF-Bank Dunia Kritik Rencana Bank Indonesia Terbitkan Mata Uang Digital

International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia kompak memberikan kritikan pada rencana penerbitan mata uang digital oleh bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC).

oleh Arief Rahman H diperbarui 12 Jul 2022, 20:56 WIB
IMF (IMF). International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia kompak memberikan kritikan pada rencana penerbitan mata uang digital oleh bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC).

Liputan6.com, Jakarta International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia kompak memberikan kritikan pada rencana penerbitan mata uang digital oleh bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Diantaranya disebut CBDC tak menguntungkan dan adanya potensi masalah yang malah akan timbul jika diterbitkan.

Kritikan itu diarahkan kepada sejumlah bank sentral yang berencana menerbitkan CBDC, yang diketahui jumlahnya mencapai sekitar 100 bank sentral. Dengan begitu kritikan juga mengarah pada Bank Indonesia yang tengah mengkaji penerbitan mata uang digital atau rupiah digital beberapa waktu kedepan.

IMF juga menilai uang digital tidak menguntungkan bagi masyarakat maupun perbankan. Alasannya, konsep CBDC saat ini tak ada bedanya dengan dompet digital dimiliki bank komersial.

"Dan tidak jelas bahwa CBDC akan memiliki keuntungan," ujar Kepala Divisi Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, Tommaso Manchini Griffoli dalam Synergistic and Inclusive Ecosystem for Accelerated Recovery – Digital Currency, Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022). 

Ia menyebut, mengenai konsepnya, CBDC tidak menawarkan suku bunga kepada perbankan maupun masyarakat yang akan menggunakan uang digital bank sentral. Sementara, untuk saat ini msyarakat mendapatkan keuntungan dari bunga deposito yang disimpan di bank.

Hal senada juga diungkap oleh Bank Dunia. Lead Financial Sector Specialist Payment System Development Group Bank Dunia Harish Natarajan memandang CBDC itu tak akan langsung mendorong inklusi keuangan. Malah, ada poin penting yang jadi catatannya dalam implementasi kedepan. 

"Saya pikir CBDC dengan sendirinya, tidak menjamin akses, dan tidak serta merta berkontribusi langsung pada inklusi keuangan," katanya dalam Synergistic and Inclusive Ecosystem for Accelerated Recovery – Digital Currency, Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022). 

"Saya pikir ini lebih tentang CBDC sebagai sebuah program, jenis yang dipimpin oleh otoritas publik pasti akan membawa perhatian pada beberapa masalah lama yang bertanggung jawab atas akses dan penggunaan yang lebih rendah," terangnya. 

Atas hal itu, ia menyebut akan ada potensi seseorang memberikan pelayanan khusus dengan harga yang dipatok tinggi. Sehingga akan memecah target pelanggan tertentu. 

Artinya, ia meminta potensi-potensi masalah yang akan terjadi perlu dengan cepat diwaspadai. Sehingga menutup kemungkinan masalah dalam implementasinya. 

"Jadi, masalah mendasar perlu ditangani sebagai bagian dari peluncuran mulus yang sukses. Dan ini akan mengambil bentuk pengembangan ekosistem umum di samping fitur CBDC khusus dan fitur ekosistem," ujarnya. 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tanggapan BI

Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Menanggapi kritikan yang juga ditunjukkan kepada bank sentral di negara-negara termasuk Bank Indoneisa, Direktur Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ryan Rizaldy menilai itu hal yang wajar. Ia mengaku masih akan terus mengkuti perkembangan diskusi yang berlangsung.

“Ketika kita bicara CBDC memang banyak pertanyaan daripada jawaban, tapi itu wajar. Itu mencerminkan kondisi globalnya memang demikian,” katanya dalam Taklimat Media di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022).

Ia mengakui rencana sejumlah bank sentral dunia itu memang masih menimbulkan perdebatan. Meski, ia dan pihak lainnya yang terlibat dalam diskusi masih melihat peluang adanya manfaat yang bisa diambil.

“ini masih banyak perdebatan, apakah CBDC itu bisa menjawab, lebih kepada meningkatkan kualitasnya dari inklusi keuangan, yang jelas ini jadi challenge yang harus dijawab oleh bank manapun,” terangnya.

“Kalau Bank Indonesia berfikir, CBDC ini harus menjawab tantagan, perlu memberikan manfaat bagi inklusi keuagan, nanti ada syarat-syarat, ini yang akan dijawab, bagaimana desainnya agar CBDC punya karakter dalam mendorong inklusi keuangan,” tambah Ryan.

 


100 Bank Sentral

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Direktur Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ryan Rizaldy mengungkap ada sekitar 100 bank sentral di dunia yang akan mengembangan uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Itu termasuk bank sentral sejumlah negara maju dan berkembang.

Ryan mengungkapkan, pembahasan mengenai desain CBDC ini terus menjadi perhatian bank sentral di setiap negara, termasuk Indonesia. Salah satunya mengenai skema yang paling cocok dalam implementasinya kedepan.

“Kami sedang berjuang, masih mengeksplorasi untuk itu bersama dengan komunitas bank sentral global. Saat ini sudah ada 100 bank sentral yang melakukan eksperimen CBDC, baik di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia,” katanya dalam Taklimat Media, Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Selasa (12/7/2022).

 


Tahapan Panjang

Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

Ia mengaku, dalam prosesnya, eksperimen dan pengembangan CBDC memerlukan tahapan yang panjang. Untuk itu, ia akan menerima semua masukan dari pihak-pihak terkait.

“Tahapannya panjang, dalam diskusi kedua tadi, disampaikan bahwa kita akan mulai eksperimentasi (CBDC). Kita berdiskusi dengan stakeholder terkait,” katanya.

“Kita akan sangat terbuka (terhadap masukan) dan ada proses uji coba sebagaimana ada yang dilakukan oleh bank sentral dunia, jadi ada squence-nya, dan akan diterapkan bertahap,” terangnya.

Terkait desain CBDC di Indonesia atau rupiah digital, Ryan mengungkap berusaha mengkaji dari berbagai aspek. Termasuk aspek risiko yang nantinya akan melekat pada sistem tersebut.

“Kita ingin mendesain digital rupiah ini sanggup mendukung ekonomi yang risikonya rendah, dengan pelaksanaan oleh bank sentral,” ujarnya.

Dengan demikian, ia mengaku akan berusaha untuk membangun kepercayaan masyarakat. Serta mendukung agar masyarakat memiliki akses terhadap uang digital tersebut dengan risiko yang rendah.

“hingga menjamin inklusi dan inovasi (keuangan digital),” katanya.

Informasi, akhir tahun ini, direncanakan indonesia akan merilis white paper mengenai CBDC Indonesia atau mata uang digital indonesia. Nantinya, akan dijelaskan secara detail mekanisme penggunaan serta aturannya.

 

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya