Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menargetkan seluruh bidang tanah yang ada di seluruh desa sudah bersertipikat dan terdaftar secara legal. Untuk mencegah kesalahan yang sama di masa lalu, Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah DPR RI, Junimart Girsang, menyarankan agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Marsekal Hadi Tjahjanto mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penerbitan sertifikat tanah, terlebih dalam merealisasikan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Kepada Pak Menteri ATR-BPN yang baru, Marsekal Hadi, agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas. Terlebih pada penerbitan sertifikat tanah, agar jangan sampai kesalahan yang sama di masa Menteri sebelumnya kembali terulang," ujar Junimart kepada wartawan, Selasa (12/7/2022).
Advertisement
Junimart mengatakan target 80 juta bidang tanah tersertipikat di tahun 2025 yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi, melalui program sertifikat tanah gratis atau PTSL. Seyogyanya dapat terealisasi tepat waktu, tanpa harus terkesan terburu-buru.
"Jangan karena kejar target, justru program PTSL ini jadi rusak. Bagaimana agar sertifikat tanah gratis yang dibagikan oleh Pak Jokowi kepada masyarakat ini, tidak bermasalah dikemudian hari nanti," katanya.
Belajar dari Kasus Penyitaan 300 Sertipikat Tanah
Politisi PDI-Perjuangan itu, lantas menyinggung penyitaan 300 sertipikat tanah redistribusi masyarakat di Jasinga, Bogor yang dilakukan oleh Satgas BLBI beberapa waktu lalu.
Menurutnya, meski saat ini sertifikat tersebut telah dikembalikan kepada masyarakat, peristiwa itu patut dijadikan sebagai pelajaran berharga.
"Yang terjadi di Jasinga beberapa waktu lalu, seharusnya menjadi pelajaran berharga untuk lebih berhati-hati. Dan seharusnya Kementerian ATR-BPN setelah peristiwa penyitaan itu terjadi, segera memberikan klarifikasi jangan dibiarkan," ungkap Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
Advertisement
Kesalahan Soal Penerbitan Sertipikat Tanah
Lebih lanjut, Junimart mengatakan sejumlah kesalahan yang terjadi pada proses penerbitan sertifikat tanah oleh Kementerian ATR-BPN. Diantaranya disebabkan oleh kurangnya update data pada buku besar BPN tentang status tanah, baik itu tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) yang izinnya telah berakhir. Maupun kesalahan pada saat pengukuran titik lokasi tanah.
Selain itu, adanya penerbitan sertifikat tanah ganda pada satu titik lokasi yang sama. Dimana hal itu seringkali menjadi penyebab pecahnya konflik di tengah masyarakat. Sehingga, ia menegaskan melalui Kementerian ATR/BPN untuk mengevaluasi kinerja BPN di Indonesia, khususnya para juru ukur tanah.
"Ini yang harus dikritisi dan harus dievaluasi ke depan. Ini juga akan mempermalukan Pak Presiden yang memiliki program Reformasi Agraria,” kata politisi kelahiran Dairi itu.
(*)