Liputan6.com, Jakarta - Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta membatalkan peraturan memisahkan tempat duduk penumpang wanita dan pria di angkot dan mikrotrans.
Kepala Dinas Perhubungan Syafrin Liputo mengatakan wacana tersebut dibatalkan sebab mempertimbangkan beberapa kondisi. Sehingga kebijakan tersebut belum dapat diterapkan.
"Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di dalam masyarakat, terhadap wacana pemisahan penumpang laki-laki dan perempuan di dalam angkot saat ini belum dapat dilaksanakan," kata Syafrin dalam keterangannya, Rabu (13/7/2022).
Syafrin menjelaskan sebagai gantinya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membentuk POS Sahabat Perempuan dan Anak (POS SAPA) untuk mencegah kekerasan dan pelecehan. Di dalam POS SAPA ini nantinya juga akan dilengkapi dengan nomor aduan 112 dan petugas terlatih.
Baca Juga
Advertisement
"Fasilitas POS SAPA tersebut sudah terdapat di 23 halte Transjakarta, 13 stasiun MRT dan 6 stasiun LRT. Direncanakan ke depan POS SAPA akan terus ditambahkan termasuk menjangkau layanan Angkot," jelas Syafrin.
Selain itu, kata Syafrin, pengemudi angkutan umum yang tergabung dalam Program Jaklingko sudah diberikan pendidikan dan pelatihan. Adapun pelatihan itu, memuat kurikulum layanan prima termasuk penanganan atau cara bertindak dalam menghadapi keadaan darurat melalui program Sertifikasi Pengemudi Angkutan Umum.
Pemprov DKI juga bakal melakukan pemasangan CCTV diberbagai stasiun, halte, terminal hingga kendaraan umum untuk mendeteksi sekaligus mengurangi potensi gangguan tersebut.
Nantinya, melalui Jaklingko, sistim ticketing terintegrasi akan melakukan penerapan konsep face recognition yang diyakini akan meningkatkan rasa nyaman para penumpang, terutama perempuan dan anak-anak.
Selain itu, Dishub DKI Jakarta juga akan membuat regulasi komprehensif untuk angkot dan transportasi publik di Jakarta.
Tujuh Poin Regulasi Komprehensif
Adapun regulasi komprehensif itu terdiri dari tujuh poin, antara lain sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan POS SAPA yang sudah ada di DKI Jakarta serta menambah ketersediaannya sehingga menjangkau layanan Angkot.
2. Mewajibkan setiap angkot atau transportasi publik memasang stiker informasi nomor darurat pengaduan pelecehan seksual dengan nomor aduan yaitu 112 di tempat yang terlihat jelas oleh seluruh penumpang.
3. Menginstruksikan seluruh angkot untuk memasang stiker informasi nomor darurat agar mudah terbaca dan jelas, serta ditindaklanjuti dengan sosialisasi bersama komunitas terutama organisasi-organisasi yang berkecimpung dalam pengentasan pelecehan dan peningkatan perlindungan Perempuan dan Anak.
4. Menyempurnakan SOP yang ada saat ini terkait penanganan keadaan darurat, untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pencegahan dan penanganan kejadian pelecehan, dengan mengutamakan perlindungan korban.
5. Memastikan seluruh pengemudi/staff station/petugas transportasi publik memahami SOP masing-masing melalui sosialisasi atau bahkan pendidikan serta pelatihan.
6. Mengkaji lebih lanjut ide terkait angkot/mikrotrans khusus perempuan.
7. Pemanfaatan teknologi dengan pemasangan CCTV dan sistem ticketing berbasis face recognition akan dikaji lebih lanjut.
Advertisement