Seteru Arist Merdeka Sirait dengan Kak Seto soal Kasus Kekerasan Seksual di SPI

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait pasang badan untuk kasus dugaan kekerasan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Malang, Jawa Timur.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 13 Jul 2022, 16:43 WIB
Ketua KPAI Arist Merdeka Sirait saat menjadi saksi dalam persidangan kasus pembunuhan Angeline dengan terdakwa Agustay Hamdamay di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (12/1). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait pasang badan untuk kasus dugaan kekerasan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Malang, Jawa Timur.

Arist pun mengkritik Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi yang menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa motivator sekaligus pendiri SMA Sekolah SPI, Julianto Eka Putra.

Sidang terakhir kasus tersebut beragendakan menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa Julianto Eka Putra, di mana salah satunya Kak Seto.

Arist kaget Kak Seto menjadi salah satu saksi. Sebab, Arist diketahui juga merupakan Tim Litigasi dan Advokasi Perkara Pelecehan Seksual di SMA SPI Kota Batu.

Ia mengaku tak menyangka Kak Seto yang selama ini dinilai sebagai sahabat anak-anak berada di barisan yang sama dengan terdakwa dugaan pelecehan seksual yang korbannya adalah anak-anak.

"Itu yang membuat saya marah. Kok bisa-bisanya orang yang bertahun-tahun mencitrakan dirinya pembela anak, tetapi untuk kasus predator kejahatan seksual dia berdiri di situ untuk jadi saksi meringankan dan membela predator kejahatan seksual," ujar Arist dikutip dari salah satu tayangan di kanal YouTube.

Kak Seto pun angkat bicara. Dia menegaskan tak akan pernah membela pelaku kejahatan seksual dan tetap berada di sisi korban guna mendapat keadilan.

"Saya tegaskan, saya tak pernah membela pelaku kejahatan seksual. Kalau memang ini terbukti mohon, meski waktunya udah lama bertahun-tahun, korban diberikan pengawasan oleh psikolog," ujar pria yang akrab Kak Seto ini kepada ANTARA di Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) di Jakarta, Senin 11 Juli 2022.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Bantah Jadi Saksi Meringankan

Kak Seto menjadi saksi di sidang lanjutan kasus kekerasan seksual di SPI Kota Batu. (Dian Kurniawan/Liputan6.com).

Pernyataan Kak Seto tersebut menanggapi perihal beredar isu bahwa dirinya menjadi saksi meringankan bagi motivator sekaligus pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia, Julianto Eka Putra, dalam persidangan.

Julianto dilaporkan atas kasus dugaan kekerasan seksual oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) ke Polda Jatim pada 29 Mei 2021. Ia diduga melakukan kejahatan seksual terhadap para siswi sejak tahun 2009.

Kak Seto menyebut kehadirannya di persidangan Julianto untuk memberikan keterangan sebagai ahli. Kak Seto membantah telah menjadi saksi meringankan kasus Julianto.

"Sekali lagi memang yang banyak yang salah duga karena saya ditulis di situ sebagai saksi ahli yang meringankan terdakwa di kejaksaan. Padahal, saya sebagai ahli yang keterangannya netral. Jadi salah sekali (disebut sebagai saksi meringankan, red.)," kata dia, dikutip Antara.

Dia menegaskan memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai ahli dalam bidang psikologi dan perlindungan anak.

Selain itu, Kak Seto menegaskan kepada hakim bahwa dirinya tidak membela terdakwa.

Bahkan, ia menyebut apabila terdakwa benar-benar terbukti telah melakukan kejahatan seksual, maka harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Di samping itu, ia juga mendorong korban agar diberikan pendampingan psikolog.

"Undang-Undang yang terbaru itu sudah sampai kalau perlu (dihukum, red.) seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Jadi memang kalau itu bisa, koruptor aja bisa, narkoba juga bisa, kenapa ini tidak? Itu, kan, merusak masa depan anak-anak," jelas Kak Seto.

 


Pendiri Sekolah SPI Kota Batu JEP Dijerat Kasus Baru

Julianto Eka Putra dirikan SMA gratis bernama SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu, Malang, Jawa Timur sejak tahun 2006.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto membenarkan, pihaknya telah menerima limpahan kasus baru di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Julianto Eka Putra (JEP) dari Polda Bali terkait dugaan kasus eksploitasi ekonomi anak.

Menurutnya, kasus itu pertama kali ditangani oleh Polda Jatim. Kemudian pada 26 April 2022 dilimpahkan di Ditreskrimum Polda Jatim. Dan saat ini dalam proses penanganan.

"Kemudian, tindak lanjut penyidikan tersebut. Polisi menerapkan Pasal 761 i jo pasal 88 UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak," ujarnya, Senin 11 Juli 2022.

"Jadi setiap orang dilarang menempatkan dan menyuruh melakukan eksploitasi ekonomi terhadap anak. Ancaman hukumannya disebutkan pidana penjara paling lama 10 tahun," imbuh Kombes Dirmanto.

Kombes Dirmanto mengatakan, JEP mempekerjakan anak-anak diberbagai sektor ekonomi. Ada yang disuruh membangun kegiatan bangunan di sana. Dan disuruh melakukan kegiatan ekonomi di sana.

"Sudah tersangka. Sekarang ada delik baru. Jadi ada sangkaan baru. Jadi kita berupaya untuk menindaklanjutinya yang disangkakan pada yang bersangkutan, polisi bekerja sesuai dengan apa yang menjadi laporan," ucapnya.

Dikonfirmasi mengenai jumlah korban JEP, Kombes Dirmanto menyebut ada enam orang korban yang semuanya merupakan alumni sekolah SPI Kota Batu.

"Atas nama RB dan kawan kawan. Merupakan alumni Sekolah SPI. Untuk perlakuan ekspolitasinya kami masih periksa karena pelimpahan. Yang bersangkuran ini sekolah dari tahun 2009 di SPI. Masih kami periksa," ucap Dirmanto.

Polda Jatim juga telah membuka hotline pengaduan. Jika ada masyarakat merasa dirugikan atas ulah JEP bisa melaporkan ke nomor telpon 0895343777548, langsung kanit Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.

Disinggung kasus asusila JEP, Kombes Dirmanto menyampaikan, mekanismenya JEP akan menjalani sidang kasus eksploitasi terlebih dahulu kemudian baru disidangkan kasus ekploitasi.

"Kalau kita ada LP kita tindak lanjuti secepatnya. Jadi sekarang masih proses," ujar Kombes Dirmanto.

Infografis Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya