Liputan6.com, Jakarta - Sebuah survei ekonomi oleh bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) menunjukkan kekhawatiran resesi yang meningkat bersama dengan keyakinan bahwa lonjakan inflasi akan berlangsung setidaknya sampai akhir tahun.
Dilansir dari CNBC International, Kamis (14/7/2022) laporan yang disebut sebagai Beige Book ini mengumpulkan pandangan dari 12 distrik The Fed, melihat pertumbuhan ekonomi akan berjalan biasa-biasa saja.
Advertisement
Adapun lima distrik yang mengkhawatirkan ada peningkatan risiko resesi.
"Serupa dengan laporan sebelumnya, prospek pertumbuhan ekonomi masa depan sebagian besar negatif di antara distrik yang melaporkan, dengan ekspektasi melemahnya permintaan lebih lanjut selama 6 hingga 12 bulan ke depan," kata laporan itu.
Terkait inflasi AS, yang berjalan pada tingkat tahunan tercepat sejak November 1981 dengan mencetak rekor 9,1 persen pada Juni 2022, laporan tersebut menemukan kenaikan harga yang substansial di seluruh negeri.
Harga di sejumlah sektor industri seperti kayu dan baja telah menurun, tetapi ada kenaikan yang signifikan pada pangan, energi, dan komoditas lainnya.
Perusahaan-perusahaan juga telah memberi sinyal bahwa mereka masih dapat meneruskan kenaikan harga kepada pelanggan, sehingga faktor pendorong inflasi berpotensi masih tetap kuat.
"Sebagian besar kontak memperkirakan tekanan harga akan bertahan setidaknya sampai akhir tahun," ungkap laporan Beige Book The Fed.
Perusahaan di empat distrik mengatakan mereka sedang mempertimbangkan atau telah memberikan bonus untuk mengimbangi kenaikan harga.
Sementara dua distrik lainnya, pekerja mencari upah yang lebih tinggi untuk mengimbangi inflasi yang mencapai 9,1 persen di bulan Juni.
IMF Pangkas Lagi Ramalan Pertumbuhan Ekonomi AS Jadi 2,3 Persen
Diketahui bahwa kekhawatiran resesi telah muncul di AS baru-baru ini karena konsumen yang terpukul oleh harga yang tinggi hingga memperlambat aktivitas serta investasi domestik mendingin.
Di kuartal pertama, ekonomi AS kontraksi 1,6 persen. Merespon biaya pangan dan energi yang tinggi, The Fed telah mengupayakan serangkaian kenaikan suku bunga yang bertujuan untuk menjinakkan inflasi.
Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) yang kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, menjadi 2,3 persen dari semula 2,9 persen pada akhir Juni 2022.
Dilansir dari Channel News Asia, Rabu (13/7/2022) penurunan itu terjadi karena data terbaru menunjukkan melemahnya pengeluaran konsumen.
IMF juga memangkas perkiraan pertumbuhan PDB riil Amerika Serikat pada 2023 mendatang menjadi 1,0 persen dari semula 1,7 persen pada 24 Juni 2022, ketika bertemu dengan pejabat AS untuk penilaian tahunan kebijakan ekonomi negara itu.
IMF mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa lonjakan inflasi yang luas "memunculkan risiko sistemik baik bagi Amerika Serikat dan ekonomi global".
"Prioritas kebijakan sekarang harus memperlambat pertumbuhan upah dan harga secara cepat tanpa memicu resesi," kata IMF dalam laporan staf Article IV.
"Ini akan menjadi tugas yang sulit," ujar badan tersebut.
Advertisement
Saran Ekonom IMF
Ekonom di Western Hemisphere Department IMF Andrew Hodge mengatakan dalam sebuah posting blog bahwa kenaikan suku bunga The Fed dan berkurangnya pengeluaran pemerintah akan memperlambat pertumbuhan belanja konsumen "menjadi sekitar nol pada awal tahun depan".
"Perlambatan permintaan akan meningkatkan pengangguran menjadi sekitar 5 persen pada akhir 2023, yang akan menurunkan upah," Hodge memperingatkan.
Direktur eksekutif IMF dalam saran kebijakan mereka untuk pemerintah AS menyerukan pengesahan proposal belanja sosial dan iklim Presiden AS Joe Biden yang terhenti, mengatakan langkah ini akan mendorong peningkatan partisipasi angkatan kerja, yang akan mengurangi inflasi, sambil membantu memfasilitasi transisi ekonomi karbon.
"Para direktur juga merekomendasikan untuk membatalkan pembatasan perdagangan dan kenaikan tarif yang diperkenalkan selama lima tahun terakhir," kata laporan IMF - merujuk pada tarif barang-barang China, baja, aluminium, dan produk lainnya yang diberlakukan oleh mantan presiden Donald Trump dan dipertahankan oleh Biden.