Standar Interoperabilitas Penting untuk Perlindungan Data Inklusif

Perusahaan penyedia identitas digital asal Indonesia, VIDA, mendorong dibentuknya kebijakan dan standar perlindungan data inklusif di Indonesia di ajang B20-G20 Dialogue Digitalization Task Force di Jakarta belum lama ini.

oleh M Hidayat diperbarui 15 Jul 2022, 17:00 WIB
Ilustrasi data pribadi, perlindungan data pribadi, privasi pengguna. Kredit: Tayeb MEZAHDIA via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan penyedia identitas digital asal Indonesia, VIDA, mendorong dibentuknya kebijakan dan standar perlindungan data inklusif di Indonesia di ajang B20-G20 Dialogue Digitalization Task Force di Jakarta belum lama ini.

Tantangan seputar identitas digital, privasi, dan keamanan siber meningkat dan membutuhkan kebijakan dan kerangka kerja terintegrasi, seiring dengan dunia yang beralih menjadi serba digital.

Tentu saja, itu bertujuan untuk membentuk rasa percaya antara pengguna dan platform digital, sehingga ekonomi digital dapat terus tumbuh.

Melalui solusi digital trust berbasis sertifikat elektronik seperti tanda tangan digital dan verifikasi identitas secara online (e-KYC), VIDA mendorong masyarakat dan dunia usaha untuk mengontrol data dan identitas mereka tak hanya secara aman dengan standar keamanan tinggi, tetapi juga juga mudah digunakan dan inklusif.

"Jika kita melihat kembali apa tantangan terbesar bagi perusahaan fintech di Indonesia enam tahun lalu, mayoritas akan menjawab KYC tatap muka dan tanda tangan basah," ujar Founder and Group CEO di VIDA, Niki Luhur.

Namun, menurut Niki, sebaik apa pun platform membangun pengalaman digital canggih pada saat itu, baik KYC maupun tanda tangan basah malah akan "mendorong pengguna menjadi tidak tertarik untuk melanjutkan proses mendaftar dan bertransaksi lebih lanjut."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Use Case di Berbagai Sektor

Niki pun menyoroti Indonesia dapat merespons berbagai tantangan digitalisasi pada saat pandemi berkat implementasi kerangka regulasi identitas digital yang telah didorong Pemerintah Indonesia.

Salah satunya kini masyarakat dapat membuka rekening bank dan rekening investasi saham dan pasar uang secara online sepenuhnya.

Tak hanya di sektor fintech, inovasi serupa dapat dilihat pada sektor eCommerce, healthtech, and edtech di mana proses onboarding pengguna atau mitra usaha secara digital atau akses data rekam medis elektronis secara aman kini dapat dilakukan.

"Ini terwujud dengan adanya proses verifikasi online menggunakan biometrik yang berbasis pada data kependudukan nasional dan juga tanda tangan digital yang memastikan segala dokumen yang ditandatangani oleh pengguna dilakukan oleh pengguna yang berhak dengan cara yang tepat dan sepenuhnya legal," tutur Niki.

 


Cloud Signature Consortium

Oleh sebab itu, kata dia, interoperabilitas atau kemampuan sistem elektronik dengan karakteristik berbeda untuk berbagi penggunaan data secara terintegrasi terutama bagi teknologi dan solusi digital trust menjadi sangat penting secara global.

"Sangat penting bagi pemerintah untuk berkolaborasi di luar batas negara dan menyelaraskan peraturan di tingkat global. Sebagai contoh, kelompok industri, pakar, dan dunia akademis secara global mendorong lahirnya Cloud Signature Consortium (CSC) sejak 2016 yang memudahkan hadirnya standar yang bersifat netral-teknologi untuk tanda tangan digital berbasis cloud secara aman bagi jutaan penduduk dunia," ujar Niki.

Sebagai anggota CSC pertama dari Indonesia pada 2021 sekaligus PSrE pertama di Indonesia dengan akreditasi global WebTrust sejak 2020, VIDA dapat mendorong jangkauan layanan identitas digital ini secara lebih luas serta mendorong transformasi digital dunia usaha secara global, mengingat standar terbuka dan spesifikasi teknis CSC yang sejalan dengan regulasi di berbagai negara.

 


Harmonisasi Peraturan

Niki menilai, selain untuk melindungi data warga negara, peningkatan kemudahan akses masyarakat ke layanan keuangan, kesehatan, pendidikan, dan layanan pemerintah secara elektronik juga harus dipikirkan.

"Hal ini juga membutuhkan standar interoperabilitas yang jelas untuk memastikan sebanyak mungkin layanan dapat diakses dan inklusif," kata Niki.

Oleh karena itu, menurut dia, penting untuk mendorong harmonisasi peraturan perlindungan data pribadi dalam menetapkan standar dan interoperabilitas yang jelas, serta memungkinkan penyedia digital trust untuk menggunakan sumber data lintas batas yang otoritatif untuk memaksimalkan akses dan inklusivitas, sembari "pada saat yang sama tetap mengurangi risiko keamanan siber global."


Infografis Cek Fakta 3 Cara Melindungi Data Pribadimu dari Pencurian

Infografis Cek Fakta 3 Cara Melindungi Data Pribadimu dari Pencurian (liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya