Janet Yellen Akui Inflasi AS Sangat Tinggi, Fokus Tekan Harga Tak Melambung

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan, menurunkan kenaikan harga akan menjadi prioritas utama dalam menekan tingginya inflasi AS.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 15 Jul 2022, 13:12 WIB
Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sesi House Financial Services Committee. (AP)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengakui bahwa inflasi di AS sangat tinggi, dan menurunkan kenaikan harga akan menjadi prioritas utama pemerintah negara itu.

“Kami pertama dan terutama mendukung upaya The Fed; apa yang mereka anggap perlu untuk mengendalikan inflasi," kata Yellen dalam sebuah konferensi pers di Bali, dikutip dari CNBC International, Jumat (15/7/2022).

"Di luar itu, kami mengambil langkah kami sendiri yang diyakini akan mendukung dalam jangka pendek untuk menurunkan inflasi – terutama apa yang kami lakukan pada harga energi dan Cadangan Minyak Strategis," ungkapnya, menjelang pertemuan para menteri keuangan negara G20.

"Juga pekerjaan yang kami lakukan untuk melembagakan batas harga minyak Rusia dan menghindari potensi lonjakan harga minyak di masa depan," tambah Yellen.

Ketika ditanya apakah menurunkan inflasi AS lebih penting daripada risiko resesi yang disebabkan oleh suku bunga yang tinggi serta pertumbuhan yang melambat, Yellen mengatakan dia percaya bahwa prioritas utama adalah menurunkan inflasi karena pasar tenaga kerja saat ini sangat kuat. 

Menurutnya, bahwa kenaikan suku bunga dapat memiliki efek limpahan ke ekonomi lain.

Dolar AS yang kuat akan membuat mata uang lain relatif lebih lemah, tetapi juga dapat membuat ekspor mereka lebih murah dan lebih menarik.

"Di satu sisi bisa memperkuat kemampuan ekspor yang bagus untuk pertumbuhan mereka. Di sisi lain, selama negara-negara memiliki utang dalam mata uang dolar,  dapat membuat masalah utang yang sudah sangat parah menjadi lebih sulit," katanya.


Tertinggi dalam 40 Tahun, Inflasi AS Meroket 9,1 Persen di Juni 2022

Seorang karyawan berjalan di dekat rak kosong tempat susu formula bayi biasanya ditempatkan di CVS di New Orleans pada Senin, 16 Mei 2022. Pemerintahan Presiden Joe Biden telah mengumumkan langkah-langkah baru untuk mengurangi kekurangan susu formula bayi secara nasional, termasuk mengizinkan lebih banyak impor dari luar negeri. (Chris Granger/The Times-Picayune/The New Orleans Advocate via AP)

 Inflasi Amerika Serikat melonjak hingga 9,1 persen pada Juni 2022, didorong kenaikan harga makanan dan BBM yang brlangsung di negara itu.

Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (14/7/2022) Consumer Price Index sebesar 9,1 persen selama 12 bulan terakhir hingga Juni 2022, merupakan peningkatan terbesar sejak November 1981, menurut Departemen Tenaga Kerja AS.

Energi menyumbang setengah dari kenaikan harga di AS dalam sebulan, karena harga bensin melonjak 11,2 persen pada Juni 2022 dan 59,9 persen selama setahun terakhir.

Biaya energi di AS secara keseluruhan mencatat kenaikan tahunan terbesar sejak April 1980.

Ditambah lagi, perang Rusia-Ukraina telah mendorong harga energi dan pangan global lebih tinggi, serta harga gas AS bulan lalu mencapai rekor lebih dari USD 5 per galon.

Namun, biaya energi di AS telah mereda dalam beberapa pekan terakhir, yang dapat mulai mengurangi beberapa tekanan pada konsumen.

Tetapi bank sentral atau Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan melanjutkan kenaikan suku bunga agresifnya karena mencoba meredam lonjakan harga dengan mendinginkan permintaan sebelum inflasi naik lagi.

 


Laporan The Fed Buka-bukaan Resesi AS Kian di Depan Mata

Pelanggan menelusuri kios makanan di dalam Grand Central Market di pusat kota Los Angeles, California, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi Amerika Serikat (AS) pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun. Ini didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Sebuah survei ekonomi oleh bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) menunjukkan kekhawatiran resesi yang meningkat bersama dengan keyakinan bahwa lonjakan inflasi akan berlangsung setidaknya sampai akhir tahun.

Dilansir dari CNBC International, Kamis (14/7/2022) laporan yang disebut sebagai Beige Book ini mengumpulkan pandangan dari 12 distrik The Fed, melihat pertumbuhan ekonomi akan berjalan biasa-biasa saja.

Adapun lima distrik yang mengkhawatirkan ada peningkatan risiko resesi.

"Serupa dengan laporan sebelumnya, prospek pertumbuhan ekonomi masa depan sebagian besar negatif di antara distrik yang melaporkan, dengan ekspektasi melemahnya permintaan lebih lanjut selama 6 hingga 12 bulan ke depan," kata laporan itu.

Terkait inflasi AS, yang berjalan pada tingkat tahunan tercepat sejak November 1981 dengan mencetak rekor 9,1 persen pada Juni 2022, laporan tersebut menemukan kenaikan harga yang substansial di seluruh negeri.

Harga di sejumlah sektor industri seperti kayu dan baja telah menurun, tetapi ada kenaikan yang signifikan pada pangan, energi, dan komoditas lainnya.

Perusahaan-perusahaan juga telah memberi sinyal bahwa mereka masih dapat meneruskan kenaikan harga kepada pelanggan, sehingga faktor pendorong inflasi berpotensi masih tetap kuat.

"Sebagian besar kontak memperkirakan tekanan harga akan bertahan setidaknya sampai akhir tahun," ungkap laporan Beige Book The Fed.

Perusahaan di empat distrik mengatakan mereka sedang mempertimbangkan atau telah memberikan bonus untuk mengimbangi kenaikan harga.

Sementara dua distrik lainnya, pekerja mencari upah yang lebih tinggi untuk mengimbangi inflasi yang mencapai 9,1 persen di bulan Juni.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya