Krisis Energi Global Ancam Pemulihan Ekonomi Dunia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap saat ini dunia dihadapi krisis energi. Kondisi ini diyakini akan memperburuk upaya pemulihan ekonomi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 15 Jul 2022, 10:46 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap saat ini dunia dihadapi krisis energi. Kondisi ini diyakini akan memperburuk upaya pemulihan ekonomi.

Dimana, menurut data yang dimilikinya, harga minyak dunia mengalami kenaikan 350 persen dalam dua tahun. Ini berdampak pada kenaikan harga energi di seluruh negara di dunia.

"Pada bulan Juni, kami menyaksikan harga gas alam di Eropa meningkat sebesar 60 persen, hanya dalam dua minggu. kelangkaan bahan bakar sedang berlangsung di seluruh dunia," kata Sri Mulyani dalam pembukaan 3rd Finance Minister and Central Bank Governors (FMCBG) di Bali International Convention Center, Jumat (15/7/2022).

Mengutip data Bank Dunia, ia menyebut harga minyak mentah dunia meningkat 350 persen dari April 2020 hingga April 2022. Padahal, di awal pandemi, ia melihat harga minyak mentah dunia sempat mendekati nol bahkan minus.

"Dan sekarang kita menghadapi situasi ekstrim yang sangat berbeda. Peningkatan 350 persen ini merupakan peningkatan terbesar untuk periode dua tahun sejak 1970-an," katanya.

Dengan adanya kenaikan komoditas energi ini, Menkeu Sri Mulyani menyebut ini berdampak pada kondisi sosial politik di beberapa negara. Sehingga, secara global, ini akan mengancam upaya pemulihan ekonomi.

"Dan kami melihat ini memiliki implikasi politik dan sosial yang besar di Sri Lanka, Ghana, Peru, Ekuador, dan di tempat lain. Kelangkaan ini karena harga gas yang tinggi benar-benar menjadi masalah, yang mengancam pemulihan kita. Dunia berada di tengah krisis energi global," kata dia.

 


Harga Pangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: SMF)

Di sisi lain, bendahara negara ini mengatakan kenaikan harga juga terjadi di sektor pangan dunia. Dengan ini, ia menilai akan berdampak lebih luas pada kerawanan pangan yang menyangkut jutaan orang.

Menurut World Food Programme, jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan akut meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 2019 sebelum pandemi dari 135 juta menjadi 276 juta.

"Ada urgensi dimana krisis pangan harus ditangani. Pengerahan semua mekanisme pembiayaan yang tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan dan sosial," kata dia.

Kemudian, Menkeu Sri Mulyani mengatakan kebijakan ekonomi makro yang baik juga menjadi penting secara fundamental yang telah membantu banyak negara melewati krisis. Guna merespons kenaikan harga pangan dan energi dunia.

"Saya yakin Anda semua sebagai menteri keuangan sekaligus gubernur bank sentral melihat ini sebagai ancaman bagi stabilitas makro ekonomi kita serta lingkungan yang kondusif bagi kita untuk mempertahankan pemulihan.

 


Inflasi

Aktivitas perdagangan di Pasar Senin, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Konflik Rusia dan Ukraina menambah melambungkan harga pangan dunia, namun inflasi Indonesia paling rendah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, kondisi perang dan lonjakan harga juga memperburuk lonjakan inflasi global. Serta meningkatkan lebih tinggi ketidakstabilan sosial.

"Kita bisa melihat penurunan lebih lanjut dalam standar hidup, terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan. Negara-negara pengimpor komoditas berpenghasilan rendah kemungkinan akan sangat terpengaruh. yang dapat menyebabkan kerusuhan sosial dan politik lebih lanjut," paparnya.

Ia pun melihat lonjakan inflasi yang mengarah ke pengetatan kebiakan moneter glolbal yang lebih cepat dari yang diantisipasi. Sehingga negara maju dan negara berkembang mulai ikut menaikkan suku bunga.

"Mengingat dengan pengetatan kebijakan moneter global, serta disertai dengan kondisi likuiditas, negara-negara berkembang perlu semakin diwaspadai, yang akan menciptakan kerentanan yang berasal dari arus keluar modal dan peningkatan biaya pembiayaan," katanya.

"Jadi ancaman perang tiga kali lipat melindungi harga komoditas dan meningkatkan inflasi global," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya