Di Luar Negeri, Tak Dukung Ekonomi Hijau Bisa Kena Pajak Tinggi

Peralihan menuju ekonomi hijau sudah dijalankan oleh beberapa negara lain. Oleh karena itu Indonesia tidak boleh ketinggalan dalam melakukan perubahan ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jul 2022, 14:15 WIB
Pekerja memeriksa intalasi panel surya di Gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Jalan Rasuna Said, Jakarta, Senin (27/9/2021). Kementerian Perindustrian mencatat importasi komponen PLTS sejak 2018 hingga 2020 mengalami penurunan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia harus berusaha keras untuk terus mengembangkan ekonomi hijau. Hal ini mengingat saat ini sebagian besar inevstor asing lebih memilih untuk mendanai proyek-proyek yang berorientasi ramah lingkungan.  

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menjelaskan, investor asing sudah lebih menyukai menginvestasikan dana untuk proyek ekonomi hijau. Oleh karena itu harus ada perubahan strategi di Indonesia agar bisa mengundang para investor tersebut. 

menurutnya, peralihan ini sudah dijalankan oleh beberapa negara lain. Oleh karena itu Indonesia tidak boleh ketinggalan dalam melakukan perubahan ini.

"Investasi hijau dari luar negeri akan beralih ke negara-negara yang sudah siap," kata Juda Agung di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).

Sekarang ini kata Juda, para investor lebih senang memberikan investasi kepada sektor hijau. Baik itu portofolio maupun investasi langsung. Sebab jika tidak, mereka akan dihadapkan pada pengenaan pajak yang lebih tinggi.

"Karena mereka kalau tidak hijau, di sana juga kena pajak lebih tinggi," katanya.

Untuk itu, Bank Indonesia saat ini tengah mendorong sektor keuangan, perbankan dan pasar keuangan untuk memberikan pembiayaan ke sektor hijau. Sebab jika tidak dimulai dari sekarang, sektor keuangan Indonesia akan terlambat, bahkan bisa sampai menghambat kinerja ekspor Indonesia.

"Apa bilang kita tidak bergegas bersegera untuk mendorong transisi menuju hijau tentu saja dampaknya sangat siginifikan terhadap ekonomi dan keuangan, ekspor kita bisa terhambat," kata dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Dorongan Regulator

Siswa kompetensi keahlian Teknik Energi Surya Hidro dan Angin (TESHA) melakukan praktek perawatan solar panel di SMK Negeri 1 Kemang Bogor, Jawa Barat, Kamis (19/5/2022). Solar panel teserbut selain sebagai media pembelajaran siswa juga menghasilkan energi listrik yang digunakan untuk kebutuhan pasokan listrik di lab sekolah tersebut. (merdeka.com/Arie Basuki)

Di sisi lain, perlu juga ada dorongan dari regulator dan pemerintah dari sisi kebijakannya untuk mendukung pengembangan ekonomi hijau. Misalnya memberikan insentif kepada sektor-sektor hijau.

"Perlu adanya kebijakan-kebijakan stakholter, dari pemerintah dari Bank Indoneisa, OJK untuk memberikan insentif kepada sektor hijau ini," kata dia.

Selain itu, perlu juga melakukan inovasi pada instrumen-instrumn keuangan untuk pembiayaan ekonomi hijau. Termasuik dari sisi perbankan harus reposisi menuju kepada sektor ini termasuk pada tahap transisi energi dan tahapan-tahapannya

"(Ini) supaya ekonominya tidak terdiskrusi kalaus semua tiba-tiba smeua beralih ke hijau," pungkasnya.

 


Indonesia Terapkan Ekonomi Hijau dan Biru Bangun Perdagangan-Investasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sesi Leaders Talk Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) tahun 2022 yang berlangsung di Bali Internasional Convention Center, Senin (11/7/2022). (Dok Kemenko Perekonomian)

Dunia terus berubah dan terus menghadirkan berbagai tantangan. Setelah menghadapi perubahan positif dalam pemulihan ekonomi nasional dan ditambah dengan tingkat kasus aktif Covid-19 yang lebih rendah, saat ini dunia dihadapkan pada ketegangan geopolitik di Ukraina yang juga berdampak signifikan pada agenda pemulihan ekonomi.

Dalam upaya pemulihan ekonomi, mitra bisnis Eropa secara tradisional merupakan mitra bisnis utama serta juga merupakan mitra dalam pembangunan untuk mencapai pertumbuhan dan kemakmuran. Untuk itu, Indonesia selalu berupaya untuk memperkuat hubungan ekonomi sambil meningkatkan jaringan dan kolaborasi yang lebih besar melalui forum bilateral, regional, dan bahkan multilateral.

“Kenaikan harga dan kelangkaan energi dan pangan mengharuskan setiap negara untuk mempersiapkan dan menerapkan kebijakan yang lebih baik agar dapat mengatasi tantangan yang ada secara efektif,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto secara virtual pada acara Eurocham Webinar dengan tema Strengthening the Indonesian Economy in The Post-Pandemic Era, Kamis (14/04).

Seperti kebanyakan negara di Eropa, Indonesia juga menerapkan kebijakan yang efektif untuk menghindari tekanan ekonomi yang lebih dalam dan mendukung pemulihan ekonomi sekaligus menahan penyebaran pandemi.

 


Penanganan Pandemi

Dari sisi penanganan pandemi Covid-19, Indonesia saat ini memiliki tingkat rawat inap yang rendah serta lebih dari 140 juta penduduk telah divaksinasi lengkap. Sementara itu, Pemerintah juga terus mendorong pemberian vaksinasi booster bagi masyarakat.

Sementara itu dari sisi pemulihan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berhasil tumbuh positif menjadi 5,02 persen (yoy) pada Q4-2021 dengan pertumbuhan keseluruhan pada tahun 2021 mencapai sebesar 3,69 persen (yoy). Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat dalam kisaran 5,0 persen hingga 5,5 persen pada tahun ini.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pertumbuhan positif pada konsumsi, aktivitas manufaktur, investasi, dan ekspor. Demikian pula dari sisi penawaran, hampir semua sektor tumbuh positif sebagai respon dari peningkatan permintaan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Hampir 99 persen kekayaan dunia dimiliki, hanya oleh 1 persen kelompok tertentu (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya